Pertanyaan diatas bukan saja menjadi perdebatan dan sering kita dengar saat mempelajari spiritualias, agama maupun filsafat, tetapi adalah pertanyaan nyata orang-orang yang sedang mengalami ketidakadilan, penindasan, dsb.
Bila Tuhan ada, kenapa kejahatan tetap terjadi?
Bahkan para penjahat itu sendiri mengolok-olok kita, dimana Tuhan, mereka merasa bebas melakukan keinginan hati dan kejahatannya tanpa ada penghukuman nyata seperti yang disebut-sebutkan orang beragama.
Berikut quote dari Epicurus (seorang filsuf Yunani kuno) :
- Bila Tuhan berhendak melawan kejahatan, tapi tidak mampu = Tuhan tidak maha kuasa
- Bila Dia mampu, tapi tidak mau = Tuhan tidak maha baik
- Bila Dia mampu dan mau, lalu kenapa masih terjadi kejahatan?
- Bila Dia tidak mampu dan tidak mau = kenapa dipanggil Tuhan?
Sekilas quote dari Epicurus terasa masuk akal dan benar, tetapi sebenarnya sederhana saja jawabannya.
Tuhan mampu dan Tuhan mau, tetapi definisi, cara pandang, waktu, ruangnya berbeda dengan kita.
Maksudnya?
1. Definisi yang berbeda. Bila manusia menganggap kejahatan yang menimpa dirinya HANYA sebagai ketidakadilan, hukuman, dsb. Tuhan melihat kejahatan tersebut sebagai alat untuk memproses diri kita (baik korban maupun pelakunya).
2. Perspektif yang berbeda. Bila manusia melihat kejahatan dalam satuan per tindakan (terbatas), baik dalam melihat kasus kejadiannya maupun korbannya. Tuhan melihat kejahatan sebagai bagian dari gambaran (skenario) besar kehidupan.
3. Kejahatan sebagai bagian dari kehidupan. Sebagian kejahatan itu memang hukuman juga, tetapi sebagian yang lain hanyalah kejadian yang merupakan bagian dari realita kehidupan. Dari kejahatan, manusia mengenal apa itu kebaikan, sehingga konsep kebebasan memilih (freewill) dapat terjadi. Tanpa freewill, kita semua hanyalah robot karena sudah diprogram dari a sd z.