Keempat, gelombang masuknya TKA ke Indonesia tidak terlepas sebagai akibat diketoknya UU Omnibus Law Cipta Kerja pada 2020. Dalam UU No. 11 tahun 2020 ini, izin masuk TKA ke Indonesia semakin disederhanakan dan dipermudah. Apalagi, bagi perusahaan startup digital, mereka mendapatkan izin khusus untuk mendapatkan kemudahan merekrut TKA. Oleh karena itu, tidak heran mengapa tenaga kerja lokal getol meminta UU Omnibus Law Cipta Kerja ini dibatalkan. Bahkan, sebagian tenaga kerja lokal mengibaratkan TKA seperti zionis Israel yang akan menggusur ladang pekerjaan mereka.
Permasalahan tentang TKA ini, akan terus berlanjut dengan model kebijakan ketenagakerjaan yang diterapkan saat ini. Masuknya TKA ke Indonesia bukan lagi berbasis kepada kebutuhan tenaga kerja dalam negeri. Akan tetapi, masuknya TKA ke Indonesia disebabkan karena tekanan perjanjian internasional yang diratifikasi ke dalam  berbagai peraturan dan undang-undang. Oleh karena itu, tidak berlebihan jika derasnya gelombang TKA yang masuk ke Indonesia, dikhawatirkan akan menggeser lapangan pekerjaan tenaga kerja lokal.
Hal ini berbeda seperti negara-negara luar negeri, misalnya jepang. Negara tersebut menyerap TKA, misalnya dari Indonesia, karena memang Jepang kekurangan pasokan tenaga kerja. Jadi, masuknya TKA ke Jepang tidak akan mengganggu penyediaan lapangan kerja bagi tenaga kerja  lokal Jepang. Bahkan, keberadaan TKA bagi Jepang memang menjadi faktor yang dibutuhkan untuk menggerakkan roda perokonomiannya.
Agar TKA tidak menjadi sebuah permasalahan dan menjadi perselisihan dengan tenaga kerja lokal, ada beberapa hal yang perlu untuk dilakukan.
Pertama, menggunakan TKA berbasis kebutuhan dalam negeri. Bukan karena tekanan perjanjian internasional maupun tekanan negara pemberi utang luar negeri. Oleh karena itu, Indonesia butuh mengembangkan instrumen pendapatan nasional yang tidak berbasis utang luar negeri. Selain itu, Indonesia juga perlu mempertimbangkan  perjanjian kerjasama Internasional yang selama ini diikuti. Alangkah bijaknya, jika Indonesia merelakan untuk melepas perjanjian internasional yang tidak berpihak kepada kepentingan perekonomian dalam negeri.
Kedua, mengalokasikan lapangan pekerjaan yang bisa ditangani oleh tenaga kerja lokal kepada pekerja lokal bukan kepada TKA. Kurangnya keterampilan tenaga kerja lokal bisa ditangani dengan memberikan pelatihan kepada mereka, bukan semakin memperbesar aliran TKA.
Ketiga, indonesia butuh mengembangkan industri yang berbasis kebutuhan dalam negeri. Di satu sisi, industri ini bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga tidak tergantung kepada produk impor. Di sisi yang lain, industri ini bisa menyerap tenaga kerja lokal dengan optimal. Jadi, masuknya TKA dengan alasan alih teknologi bisa diminimalkan.
Keempat, indonesia perlu mendorong anak negeri untuk melakukan berbagai macam penelitian untuk mengembangkan teknologi. Dengan demikian, Indonesia tidak akan terus bergantung kepada teknologi buatan luar negeri.
Kelima, Indonesia butuh mengembangkan instrumen pendapatan yang tidak bertumpu kepada utang luar negeri. Dengan demikian, Indonesia tidak ditekan oleh negara kreditur dalam mengambil sebuah kebijakan.Â
Menjadi negara yang mandiri dan berdiri di atas kaki sendiri, memang butuh waktu yang tidak singkat. Akan tetapi, semua itu akan bisa terwujud jika ada keinginan yang kuat dari penguasa negeri ini.
Wallahu a'lam bish showabÂ