Mohon tunggu...
Lilik Sukmawati
Lilik Sukmawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Sebelas Maret

Saya adalah seorang mahasiswa sosiologi yang memiliki ketertarikan dengan isu sosial terutama isu perempuan dan anak, gender dan isu terkini lainnya. Di sini saya mencoba menuangkan opini dan pendapat saya dalam melihat berbagai fenomena/isu di masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Tradisi Artikel Utama

Mudik Lebaran, Menuju Panggung "Social Climber" di Acara Kumpul Keluarga

15 April 2023   13:49 Diperbarui: 19 April 2023   15:45 1258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pasalnya, mereka yang mudik dari rantauan berusaha menciptakan status sosial yang lebih tinggi di dalam keluarga dan menunjukkan bahwa telah berhasil mencapai kesuksesan. 

Obrolan tentang pencapaian-pencapaian, kamuflase pamer jabatan suami/istri, prestasi anak yang mewarnai ruang keluarga. 

Pulang kampung menggunakan mobil mewah, baju lebaran dengan brand yang berkelas, paling terdepan dalam membagikan uang THR sebagai salah satu bentuk simbol aktualisasi diri. 

Fenomena Social Climber di acara kumpul keluarga merupakan fenomena yang biasa terjadi di masyarakat. Hal ini didasari bahwa dalam kenyataan kehidupan sosial terdapat stratifikasi masyarakat yang terbentuk baik secara sadar maupun tidak. 

Sejalan dengan teori Max Weber tentang pengelompokan masyarakat di fase sekunder bahwa seseorang merasa naik kelas ketika status sosialnya meningkat karena beberapa aspek seperti kekayaan, pendidikan, kepopuleran, jabatan, gaya hidup dan lainnya. 

Jadi masyarakat selalu mengidentifikasi dan menyesuaikan diri di masyarakat. Ketika mudik lebaran potensi terjadi momentum yang kurang menyenangkan saat silaturahmi keluarga menjadi bagian yang sudah diterima masyarakat. 

Belum lagi, saat kumpul keluarga besar di momen lebaran yang hanya terjadi setahun sekali, ada hal-hal sensitif yang seringkali dipertanyakan anggota keluarga seperti “Kapan nikah?”, “kapan lulus kuliah, sekarang kerja apa dan di mana?”, “gajinya berapa”, dan banyak pertanyaan lain yang membuat adanya ketidaknyamanan dalam kumpul keluarga.

Bahkan, dalam tradisi mudik lebaran muncul budaya eufemisme, yaitu penuh kepura - puraan. Masyarakat yang mudik ke kampung halaman memaksakan diri, belanja dan konsumsi melebihi batas kemampuan untuk memenuhi ekspektasi keluarga di kampung halaman. 

Di luar sisi itu semua, tetap ada niat baik dalam silaturahmi mudik lebaran dari keluarga yang merantau yang sudah lama merindukan orang tua dan kampung halaman. 

Hal yang perlu diingat adalah bahwa tidak perlu memaksakan membawa sesuatu hal yang baru dan selalu bernilai komersial untuk dibawa pulang agar bisa diterima. 

Keluarga dan daerah asal selalu menerima apa adanya dan marilah menjadikan lebaran sebagai momen mencapai kemenangan spiritual. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun