“Maksud pengajaran dan pendidikan yang berguna untuk perikehidupan bersama adalah memerdekakan manusia sebagai anggota persatuan (rakyat).”
-Ki Hadjar De wantara-
"Pendidikan itu tidak hanya di dalam kelas, bukan hanya guru, tetapi juga orangtua, dan bagaimana kita berinteraksi dengan masyarakat."
- Nadiem Makarim -
Visi pendidikan Indonesia 2035 adalah membangun rakyat Indonesia menjadi pembelajar seumur hidup yang ungul, terus berkembang, sejahtera, dan berakhlak mulia dengan nilai-nilai budaya Indonesia dan Pancasila. Harapan besar tersebut sepatutnya menjadi muara besar pelaksanaan pendidikan di setiap jenjang pendidikan, juga di setiap skala pendidikan dari skala mikro, sampai skala makro.
Visi tersebut hanya bisa diraih melalui kerja keras semua stakeholder dunia pendidikan, dimana setiap satuan pendidikan merupakan ujung tombaknya. Melalui ihtiyar bersama seluruh satuan pendidikan dalam mengelola program sekolah yang berdampak pada murid diharapkan harapan besar atau visi pendidikan Indonesia bisa terwujud.
Modul 3.3 dalam pendidikan guru penggerak, mengupas tuntas tentang pengelolaan program sekolah yang berdampak pada murid. Ada beberapa hal menarik yang dijelaskan pada modul ini, diantaranya adalah kepemimpinan murid (Stydent Agenncy), IVAR: Intensi ( Intentionality) = Kesengajaan, Visi= Pemikiran ke depan (forethought), Aksi= Kereaktifan-diri (self-reactiveness), dan Refleksi (self-reflectiveness), serta belajar tentang keterampilan belajar, atau belajar bagaimana belajar. Ketiga hal tersebut membuat penulis (CGP) semakin penasaran, untuk lebih memahami modul 3.3 ini.
Pengalaman penulis saat masih sekolah, dan selama menjadi guru kepemimpinan pembelajaran adalah guru. Guru memberikan ilmu pengetahuan yang dimiliki, sedangkan murid hanya menerima ilmu, menerima instruksi dan mengerjakan tugas yang diberikan guru, media dan kebutuhan belajar juga disediakan oleh guru, sangat jarang murid dilibatkan untuk menetukan suatu pilihan terkait kegiatan yang ada di sekolah, kecuali dalam memilih jurusan saat duduk di Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA), itu pun atas rekomendasi guru. Bahkan saat kegiatan pentas seni akhir tahun pelajaran, siswa ditunjuk untuk menampilkan pertunjukan, guru yang menentukan tema kesenian serta kostumnya, dan parahnya lagi siswa yang ditunjuk kurang menunjukkan minat atau bakat atas peran yang akan ditampilkannya, sehingga perlu latihan ekstra keras, karena takut dimarahi guru kalau tidak cepat bisa atau tidak sesuai dengan keinginan guru .
Setelah mempelajari modul 3.3 tentang pengelolaan program sekolah yang berdampak pada murid, penulis menyadari bahwa sangat perlu melibatkan murid dalam membuat program sekolah, sehingga murid dapat mengikuti kegiatan pembelajaran atau program kegiatan sekolah lainnya dengan perasan senang dan bahagia, tanpa adanya paksaan, dapat menyalurkan minat dan bakatnya. Dan yang tidak kalah penting adalah murid benar-benar mendapakan pelajaran dan pengajaran bermakna yang akan menjadi bekal kehidupannya di masa mendatang. Tentunya hal ini akan sangat berguna bagi penulis dalam menerapkan pembelajaran di kelas, menjadi topik menarik pada sesi berbagi praktik baik dalam komunitas pendidikan serta organisasi profesi yang penulis ikuti.
Kembali pada Student Agency, IVAR, serta belajar tentang keterampilan belajar, atau belajar bagaimana belajar, yang menjadi point penting pemicu utama dalam mengelola program sekolah yang berdampak pada murid.
Student agency atau Kepemimpinan Murid juga dapat diterjemahkan ketika murid mampu mengarahkan pembelajaran mereka sendiri, membuat pilihan-pilihan dalam proses pembelajarannya, mengungkapkan gagasan-gagasan atau menyuarakan opini, mengajukan pertanyaan dan mengungkapkan rasa ingin tahu, berpartisipasi dan berkontribusi pada komunitas belajar, mengkomunikasikan pemahaman mereka kepada orang lain, dan melakukan tindakan nyata sebagai hasil proses belajarnya.
Saat murid memiliki kontrol atas apa yang terjadi, atau merasa bahwa mereka dapat mempengaruhi sebuah situasi, bukan hanya dapat menjadi penonton dari perilaku mereka sendiri, tetapi juga menjadi kontributor untuk keadaan hidup mereka sendiri maka murid tersebut memiliki jiwa kepemimpinan atau kepemimpinan murid (Student Agency).
Konsep kepemimpinan murid sebenarnya berakar pada prinsip bahwa murid memiliki kemampuan dan keinginan untuk secara positif mempengaruhi kehidupan mereka sendiri dan dunia di sekitar mereka. Murid bertindak secara aktif membuat pilihan dan keputusan bertanggung jawab, daripada sekedar menerima apa yang ditentukan orang lain (guru). Lewat proses yang seperti ini, murid-murid akan secara alamiah mempelajari keterampilan belajar (belajar bagaimana belajar).
Keterampilan belajar ini adalah sebuah keterampilan yang sangat penting, yang dapat dan akan mereka gunakan sepanjang hidup mereka dan bukan hanya untuk saat ini saja, karena akan mendorong well-being atau kesejahtaraan diri murid tersebut. Bagaimana seluruh kriteria ini dapat menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan murid-murid kita mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan- keterampilan yang diperlukan tersebut? Guru berperan dalam menyediakan pengalaman belajar yang bermakna, dan dapat mengembangkan sikap, pengetahuan, serta keterampilan murid, sehingga dapat menumbuhkembangkan kepemimpinan murid. Lewat proses yang seperti ini, murid-murid akan secara alamiah mempelajari keterampilan belajar (belajar bagaimana dia belajar yang sesungguhnya).
Bagaimana menumbuhkembangkan kepemimpinan murid?
Proses pembelajaran pada satuan pendidikan perlu diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis murid.
Kepemimpinan murid bukan sesuatu yang bisa kita ajarkan atau diberikan secara langsung kepada murid kita. Usaha menumbuhkembangkan murid bisa melalui program dan kegiatan sekolah baik program kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, atau ekstrakurikuler, yang mana pelaksanaanya harus mencakup Voice (suara), Choice (pilihan), serta Ownership (kepemilikan) yang mengacu pada ide pemikiran murid melalui diskusi, memberi ruang ekpresif kreatif, serta berpartisipasi aktif di kelas, sekolah, komunitas, dan sistem pendidikan murid, sehingga akan lebih totalitas dalam menjalankan program serta bertanggungjawab terhadap proses pembelajaran mereka sendiri dan menunjukkan keterlibatan yang lebih tinggi dalam proses belajarnya.
IVAR adalah sebuah akronim dari Intensi, Visi, Aksi, dan Refleksi. Intensi (Intentionality) yang berarti Kesengajaan, Visi= Pemikiran ke depan (forethought), Aksi= Kereaktifan-diri (self-reactiveness), dan Refleksi (self-reflectiveness). Dengan akronim IVAR tersebut, sudah dapat kita simpulkan bahwa murid adalah manusia yang memiliki visi untuk menggambarkan masa depannya, kemudian menyusun sebuah rencana tindakan, serta strategi untuk mewujudkan visinya, mempertimbangkan hambatan, kerugian, dan resiko dari rencana tidakan tersebut, kemudian mengambil keputusan tepat dan bertanggung jawab. Dari rencana tindakan, murid juga harus melakukan aksi atau melaksanakan rencana yang sudah disusun, dan merefleksikan atas segala sesuatu yang telah dilaksanakan, yang mana tujuaan refleksi ini untuk mengetahu sejauh mana hasil dari usahanya, apa saja yang menjadi hambatan, apa yang perlu diperbaiki dan ditingkatkan, kemudian melakukan tindak lanjut dari hasil refleksi tersebut.
Lantas, apakah ada keterkaitan IVAR dengan kepemimpinan murid (Student Agency?)
Kepemimpinan murid berkaitan dengan pengembangan identitas dan rasa memiliki. Ketika murid mengembangkan agency, mereka mengandalkan motivasi, harapan, efikasi diri, dan growth mindset (pemahaman bahwa kemampuan dan kecerdasan dapat dikembangkan) untuk menavigasi diri mereka menuju kesejahteraan lahir batin (wellbeing). Hal inilah yang kemudian memungkinkan mereka untuk bertindak dengan memiliki tujuan, yang membimbing mereka untuk berkembang di masyarakat
Upaya menumbuhkembangkan kepemimpinan murid secara bersamaan kita sebenarnya juga sedang membangun karakter murid mewujud sebagai pengejawantahan Profil Pelajar Pancasila dalam dirinya selain itu diharapkan dapat mendorong pencapaian akademik, juga mendorong well-being atau kesejahtaraan diri murid-murid kita.
Dimensi Profil pelajar Pancasila yang dikembangkan adalah; a) Beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia. Murid menunjukkan akhlak yang baik terhadap dirinya pribadi, terhadap sesama, negara dan alam ciptaanNya. Murid juga mampu menjunjung nilai-nilai kebajikan universal, seperti cinta kasih sesama manusia, kejujuran, dan sebagainya. b) Mandiri. Anak diajarkan untuk selalu memiliki kamandirian untuk menegakkan dirinya, sehingga dapat menetapkan tujuan dan rencana strategis bagi pengembangan dirinya sendiri mampu beradaptasi dengan baik dalam berbagai situasi, serta percaya diri bahwa ia mampu menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya. c) Berkebinekaan global. Melatih murid-murid untuk memiliki pemikiran dan wawasan yang luas dan terbuka dengan mengajak murid untuk berdiskusi memcahkan permasalahan yang ada dalam setiap program sekolah, serta menemukan solusinya dengan percaya diri. d) Bergotong royong. Murid tergambar bekerjasama saat melaksanakan program sekolah bersama guru dan murid lainnya. e) Bernalar kritis. Murid memiliki kemampuan bernalar kritis karena mereka membuat pilihan-pilihan dan membuat keputusan-keputusan yang bertanggung jawab. Kemudian merefleksikannya melalui interaksi mereka dengan komunitas yang lebih luas. f) Kreatif. Murid mampu melihat permasalahan dan secara kreatif berusaha mencari solusi atas permasalahan tersebut. Murid juga berani untuk bersuara atau tidak takut untuk mengungkapkan ide-ide dan pemikiran-pemikiran kreatif mereka.
Bagaimana peran guru dalam usaha menumbuhkembangkan kepemimpinan murid? Dan Siapa saja yang perlu dilibatkan guru?
Sebagai pemimpin pembelajaran, tugas guru adalah mendampingi, membimbing atau menuntun murid sesuai dengan segala kodrat yang ada dalam dirinya, konteks dan kebutuhannya. Murid-murid kita sebenarnya memiliki kemampuan atau kapasitas untuk mengambil bagian atau peranan dalam proses belajar mereka sendiri. Guru menyedikan lingkungan belajar yang mendukung terwujudnya pembelajaran yang berpusat pada murid, menyediakan kebutuhan belajar anak dengan keberagaman karakteristik yang mereka miliki, sehingga murid merasa terpuaskan.
Dalam hal ini tentu guru dan sekolah tidak bisa sendirian, perlu adanya kolaborasi serta dukungan semua pihak, diantaranya adalah lingkungan, orang tua atau wali murid, serta komunitas, sehingga dapat mengembangkan kepemimpinan murid serta wellbeing atau kesejahteraan diri murid-muridnya secara optimal.
Saat murid menjadi pemimpin dan mengambil peran aktif dalam proses pembelajaran mereka sendiri, maka hubungan yang tercipta antara guru dengan murid akan mengalami perubahan, yaitu hubungannya akan menjadi bersifat kemitraan, begitu juga hubungan dengan komunitas serta lingkungan murid.
Sebagai pendidik satuan PAUD jenjang Taman Kanak-Kanak (TK), munculah pertanyaan menggelitik dari penulis, yaitu; bagaimana menumbuhkembangkan kepemimpinan murid (Student Agency) pada anak usia dini? Apakah di satuan PAUD dapat membuat program kegiatan yang dapat menumbuhkembangkan kepemimpinan murid sehingga memberikan kebermaknaan dan kontribusi positif bagi kehidupannya di masa mendatang? Lantas apa yang harus dilakukan guru satuan PAUD? Siapa saja yang perlu dilibatkan?
Semua satuan pendidikan dari TK sampai SMA/SMK dapat dijadikan sebagai agen perubahan dan wadah untuk menumbuhkembangkan kepemimpinan murid (Student Agency), karena pada hakikatnya manusia lahir ke dunia membawa potensi atau bakat alami dan pengetahuan (kodrat) yang merupakan karunia Tuhan Yang Maha Kuasa. Murid satuan PAUD yaitu anak TK yang masih berusia dini, mempunyai rasa ingin tahu atau minta tinggi terhaadap berbagai hal dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan menyelidik, dan kadang diluar dugaan, selalu melakukan sikap eksploratif, mengamati, melakukan eksperimen, kemudian membangun sendiri pemahaman tentang diri mereka, orang lain, lingkungan sekitar, maupun dunia yang lebih luas. Dengan begitu sebagai guru satuan PAUD perlu membuat kegiatan yang dapat menampung dan mengembangkan segala kodrat yang ada pada diri murid.
Sama dengan jenjang pendidikan yang lain, untuk menumbuhkembangkan kepemimpinan murid (Student Agency), satuan PAUD yaitu Taman Kanak-Kanak (TK), dapat membuat program kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, atau ekstrakurikuler, yang mana kegiatannya disesuaikan dengan usia murid. Akan tetapi tetap harus memperhatikan dan mengutamakan pada 3 hal yaitu mendengarkan suara murid, memperhatikan pilihan murid dan rasa kepemilikan murid, yang bukan hanya mendorong pencapaian akademik tinggi, namun juga menanamkan karkter murid sesuai profil pelajar pancasila, serta mendorong well-being atau kesejahtaraan diri murid.
Tri pusat pendidikan yaitu keluarga, sekolah, dan lingkungan berperan aktif dalam mewujudkan tumbuhkembangnya kepemimpinan murid, maka guru harus terus berkordinasi dengan komunitas keluarga juga komunitas lain pada lingkungan yang lebih luas, agar dapat melaksanakan pembelajaran yang berpusat pada murid, program kegiatan yang dibuat dapat menjadi wadah tersalurkannya minat dan bakat murid.
Sebagai guru TK, penulis merasa sangat perlu dan penting membuat dan mengelola program yang berdampak pada murid, karena pendidikan dan pengajaran pada lembaga TK akan menjadi bekal pada jenjang pendidikan selanjutnya. Program sekolah yang sudah ada, baik kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, atau ekstrakurikuler harus lebih ditingkatkan pemberdayaannya. Kalau selama ini guru yang memiliki andil dan berperan aktif, maka harus dirubah yaitu murid yang berperan aktif dengan pendampingan, bimbingan dan tuntunan dari guru.
Materi dalam modul 3.3 ini, tentu memiliki keterkaitan dengan modul-modul sebelumnya. Modul 3.3 ini adalah muaranya, sedang paket modul 1 adalah hilir dan paket modul 2 adalah bagian tengahnya.
Di bagian hulu merupakan sumber air, begitu pula dengan paket modul 1 yang terdiri dari 4 point utama, yaitu;
- Modul 1.1- Filosofi Ki Hadjar Dewantara
- Filosofi Ki Hadjar Dewantara (KHD ) yang merupakan gambaran ideal bagaimana pendidikan, pengajaran serta pembelajaran itu dilaksanakan menuju transformasi pendidikan ke arah yang lebih baik. Melalu falsafah pendidika, Tri Rahayu, Tri-Kon, serta Tri Pusat Pendidikan KHD mengingatkan tujuan pendidikan adalah menjadikan manusia yang merdeka, mencapai kebahagiaan setinggi-tingginya baik sebagai insan, maupun sebagai masyarakat. Guru sebagai among yang mendampingi dan menuntun murid untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan kodrat, konteks serta kebutuhannya agar potensi kepemimpinan mereka dapat tumbuh dan berkembang dengan baik dan optimal. Maka guru hendaknya bisa menciptakan ekosistem pendidikan yang mendukung pembelajaran yang berpusat pada murid dengan membuat atau merancang sebuah program/kegiatan pembelajaran di sekolah, baik itu intrakurikuler, ko-kurikuler, atau ekstrakurikuler, maka murid juga seharusnya menjadi pertimbangan utama, karena murid adalah subjek pembelajaran bukan objek. Dengan kata lain, murid-murid kita sebenarnya memiliki kemampuan atau kapasitas untuk mengambil bagian atau peranan dalam proses belajar mereka sendiri.
- Modul 1.2 - Nilai dan Peran Guru Penggerak
- Seorang guru adalah pemimpin pembelajaran yang mempunyai peran utama dalam mewujudkan kepemimpinan murid (student agency), maka nilai-nilai yang dimiliki guru hendakanya bisa menjalankan perannya dengan baik yaitu berfikir reflektif untuk membuat sebuah transformasi pendidikan di lingkungan terdekatnya yaitu lembaga tempatnya mengabdi. Dengan penuh semangat memampukan dirinya melakukan sebuah aksi sebagai bentuk tanggung jawab moralnya sebagai guru, berbekal kompetensi serta pikiran kritis yang dimiliki guru, berkolaborasi dengan guru lain, menciptakan inovasi-inovasi kreatif yang berpihak pada murid, kemudian menggerakkan komunitas yang ada disekelilingnya sehingga kepemimpinan murid (student agency), bisa tumbuh dan berkembang.
- Modul 1.3 - Visi Guru Penggerak
- Berangkat dari sebuah Visi sekolah yang merupkan impian semua warga sekolah, guru harus mampu mengomunikasikan dan mengembangkan visi sekolah yang berpihak pada murid kepada para guru dan pemangku kepentingan. Dari Visi yang kemudian disusun menjadi misi dilakukan dengan sadar dan terencana secara sistematis, tertuang kedalam program kegiatan pembelajaran yang mendorong dan mempromosikan student agency, serta bukan hanya mendorong pencapaian akademik tinggi, namun juga mendorong well-being atau kesejahtaraan diri murid-murid kita, dengan memberikan ruang untuk mengutamakan pada 3 hal yaitu mendengarkan suara murid, memperhatikan pilihan murid dan rasa kepemilikan murid. Ketika program sudah dijalankan, langkah selanjutnya adalah melakukan refleksi secara berkala dengan melibatkan warga sekolah, kemudian menentukan langkah selanjutnya sebagai bentuk tidak lanjut dari hasil refleksi. Untuk mencapai visi yang sistematis, konkret, dan terukur, maka diperlukan rancanagan manajemen perubahan dengan menemukan kekuatan positif (Inkuriri Apresiatif) dengan tahapan BAGJA.
- Modul 1.4 - Budaya Positif
- Membentuk karakter murid di sekolah tidak bisa serta merta bisa terbentuk dengan mudah, karena murid bukan mesin yang bisa diprogam dengan instan. Membentuk karakter murid dengan menanamkan nilai-nilai kebajikan membutuhkan waktu yang panjang, sehingga perlu dukungan dan kerja sama semua pihak, dilakukan dengan konsisten dan berkesinambungan.
- Budaya positf dapat tercipta melalui penanaman serta pembiasaan disiplin positif untuk semua warga sekolah dengan membuat sebuah keyakinan nilai kebajikan, berupa kesepakatan kelas dan kesepakatan sekolah. Penanaman disiplin positif yang berpusat pada murid dengan pendekatan restitusi. Dalam proses membuat kesepakatan kelas tersebut perlu melibatkan siswa, serta memberi ruang pada murid untuk mengomuniasikan ide dan pendapatnya (voice), mendorong keterlibatan murid dalam proses memilih bentuk desain kesepakatan kelas serta memajangnya (choice), melaksanakan kesepakatan kelas, membuktikan dan menunjukkan keterlibatan murid dalam menanamkan nilai kebajikan menjadi sebuah budaya di kelas serta sekolahnya (ownership). Begitu pula saat menerapkan restitusi sangat memberikan ruang untuk mengutamakan pada 3 hal yaitu mendengarkan suara murid, memperhatikan pilihan murid dan rasa kepemilikan murid. Hal ini dapat mendorong dan mempromosikan student agency (kepemimpinan murid).
Selanjutnya paket modul 2 yang berada pada bagian tengah perjalanan, dan terdiri dari 3 point utama, yaitu;
- Modul 1.2 – Pembelajaran Berdiferensiasi
- Pembelajaran berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan belajar murid (konten, proses, dan produk). Untuk mengetahui kebutuhan murid adalah dengan melakukan assesmet diagnostik baik assesment kognisi maupun non-kognisi, sehingga kebutuhan murid dapat dikategorikan berdasarkan 3 aspek, yaitu: kesiapan belajar, minat murid, dan profil belajar murid. Dalam rangkaian proses pelaksanaan pembelajaran berdiferensiasi tersebut, guru dapat mendengarkan suara murid, memperhatikan pilihan murid dan rasa kepemilikan murid terhadap produk pembelajaran yang di dapat.
- Modul 2.2 – Pembelajaran Sosial Emosional (PSE)
- Dalam pembelajaran sosial emosional, ada lima kopetensi sosialemosional yang ingin dianamkan guru, yaitu kesadaran diri, manajemen diri, kesaran sosial, keterampilan berelasi, serta pengambilan keputusan yang bertanggung jawab. Pembelajaran Sosial Emosional (PSE), akan lebih efektif jika kegiatan pembelajarannya terintegrasi pada program pembelajaran baik kurikuler, ko-kurikuler, maupun ekstra kurikuler, karena dalam prosesnya mengutamakan pada 3 hal yaitu mendengarkan suara murid, memperhatikan pilihan murid dan rasa kepemilikan murid. Hal ini dapat mendorong dan mempromosikan student agency (kepemimpinan murid), meningkatkan karakter murid dengan Profil Pelajar Pancasila, mendorong pencapaian akademik tinggi, juga mendorong terwujudnya well-being (kesejahteraan murid). Kolaborasi serta gotog royong keluarga, sekolah, dan komunitas mewujudkan pendidikan berkualitas sangat dibutuhkan.
- Modul 2.3 – Paradigma Berfikir Coaching
- Coaching didefinisikan sebagai sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee. Proses Coaching sebagai komunikasi pembelajaran antara guru dan murid, dimana guru (coach) menggali potensi murid (coachee), sehingga murid dapat mengungkapkan permasalahannya, mengungkapkan beberapa ide alternatif solusi dari permaslahannya, memilih salah satu dari solusi yang sudah dibuat, kemudian melaksanakan keputusannya dengan penuh tanggung jawab. Hal tersebut sudah melatih dan mempromosikan student agency (kepemimpinan murid), melalui 3 hal yaitu mendengarkan suara murid, memperhatikan pilihan murid dan rasa kepemilikan murid.
Di bagian muara yaitu paket modul 3 yang terdiri dari 3 point utama, yaitu;
- Modul 3.1 - Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai Keabjikan sebagai Pemimpin
- Dalam membuat keputusan, juga harus mendengarkan alasan murid (voice), memberi kesempatan pada murid untuk mencari solusi (choice), serta melaksanakan keputusan secara bertanggung jawab (ownership). Tentunya juga harus menerapkan pendekatan coaching, dan restitusi, karena sejatinya pendidikan dan pengajaran adalah proses membimbing dan menuntun dengan segala kodratnya, serta menanamkan nilai budi pekerti yang merupakan implementasi dari afektif/rasa, kognitif/karsa, dan psikomotor/karya
- Dalam membuat suatu keputusan hendaknya dilakukan dengan penuh kesadaran dan haruslah mengandung tiga unsur yaitu; berdasar pada nilai-nilai kebajikan universal, dilakukan dengan penuh rasa tanggung jawab, serta berpihak pada murid.
- Dalam mengambil keputusan baik saat dihadapkan masalah dilema etika, atau bujukan moral, saat menjalani perannya sebagai pemimpin pembelajaran, guru harus menerapkan 4 (empat) paradigma pengambilan keputusan, 3 (tiga) prinsip pengambilan keputusan, dan melakukan 9 (sembilan) langkah dalam mengambil keputusan.
- Modul 3.2 - Pemimpin dalam Mengeloa Aset
- Pemimpin sangat perlu untuk mengenali dan menggali dirinya sendiri serta mengembangkan semua aset yang ada di sekolah untuk mewujudkan kelas yang nyaman dan menyenangkan serta menjadi penyemangat dalam belajar murid. Selain itu, pemimpin juga harus bisa menemukan, memetakan, menghubungkan, dan memanfaatkan sumber daya yang ada di lingkungan sekitar sekolahnya. Sumber daya yang ada dibagi menjadi dua yaitu sumber daya alam dan sumber daya manusia, yang keduanya bisa disebut sebagai unsur biotik dan abiotik dalam sebuah ekosistem sekolah.
- Macam-macam modal aset yang bisa dioptimalkan penggunaannya dalam usaha mewujudkan kelas yang nyaman dan menyenangkan serta menjadi penyemangat dalam belajar murid ada 7 (tujuh), yaitu; modal manusia, modal politik, modal fisik, modal agama dan budaya, modal sosial. finansial, dan modal lingkungan alam.
- Pendekatan berbasis aset berfokus pada potensi sumber daya yang dimiliki sekolah dapat dijadikan modal dalam prakarsa perubahan berbasis Inkuiri Apresiatif dengan pendekatan BAGJA untuk membuat program sekolah yang berpusat dan berdampak pada murid. Dalam tahapan BAGJA ini, tidak hanya dilakukan bersama rekan sejawat (guru), tetapi juga bisa dilakukan bersama murid dalam membuat perubahan terhadap ruang kelas, atau taman sekolah, sehingga memunculkan 3 hal yaitu mendengarkan suara murid, memperhatikan pilihan murid dan rasa kepemilikan murid, yang dapat mendorong dan mempromosikan student agency (kepemimpinan murid), terciptanya wellbeing dalam kegiatan belajar murid dikelas atau di sekolah.
- Pendekatan berbasis aset juga mendukung terbangunnya koneksi dan kolaborasi antar warga sekolah, serta komunitas baik momunitas lingkungan sekolah, maupun komunitas yang lebih luas.
- Modul 3.3 - Pengelolaan Program Sekolah yang Berdampak pada Murid (sudah dijabarkan di atas)
Setelah menelaah materi dari modul 1 sampai modul 3, pembelajaran dan pendidikan yang diselenggarakan sekolah diupayakan agar berpusat, berpihak dan berdampak pada murid. Dimana guru sebagai pemimpin pembelajaran sebagai ujung tombak paradigma transformasi pendidikan mengupayakan terbentuknya ekosistem pendidikan yang mendukung tumbuh kembang murid secara menyeluruh yaitu pada aspek fisik-motorik (psikomotor), koknitif, dan afektif.
Disinilah peran guru penggerak menjadi penting untuk melakukan inovasi dan terobosan perubahan pendidikan dengan membangun ekosistem sekolah yang kondusif. Melihat dengan jeli, memetakan serta memanfaatkan aset yang dimiliki sekolah menjadi suatu hal yang sangat dibutuhkan dalam melihat daya dukung sekolah ketika guru merancang program sekolah yang berdampak pada murid. Bagaimanapun juga, perencanaan program yang terbaik adalah perencanaan program berdampak pada murid yang relevan dan berciri khas sekolah, dengan memperhatikan serta memanfatkan segala aset yang dimiliki sekolah untuk memudahkan dalam mewujudkannya.
Menurut penulis, Program Pendidikan Guru Penggerak ini adalah proses perjalanan menuju kemerdekaan belajar, memerdekakan murid dengan menerapkan strategi pembelajaran berdiferensiasi, pembelajaran yang berpusat dan benrdampak pada murid, menumbuhkembangkan kepemimpinan murid, serta menciptakan well being sehingga tumbuh menjadi manusia pemelajar sepanjang hayat, menjadi manusia yang merdeka dan bahagia sesuai dengan karakter dan budaya bangsa yang berazas pancasila.
Mengikuti serangkaian alur MERDEKA pada Program Pendidikan Guru Penggerak ini, merupakan bekal berharga bagi penulis. Selain mempelajari materi, secara tidak langsung penulis telah mempraktekkan ilmu yang ada pada setiap modul. Penulis merasakan bahwa pada modul 1.1 adalah rambu-rambu utama dan inti sari materi dari semua modul, modul selanjutnya (1.2 sampai 3.3) adalah implementasi dari ilmu yang ada, bagaimana penulis (CGP) menerapkan nilai dan perannya sebagai guru penggerak, kemudian membayangkan bagaimana murid impian dimasa mendatang, serta cara mewujudkan impian tersebut dengan metode Inkuiri apresiatif menggunakan pendekatan BAGJA. Memiliki murid yang berkarakter Profil Pancasila tentu menjadi impian semua orang, penanaman disiplin positif dengan menerapkan restitusi, menjadi jalan keluarnya. Guru juga dapat menerapkan pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajran sosial emosional dalam mencapai tujuan pendidikannya. Keterampilan tehnik coaching juga sangat diperlukan, walaupun sesekali juga berperan sebagai konseling, mentor, atau fasilitator.
Untuk dapat mempraktikkan pengelolaan program sekolah yang berdampak pada murid, menciptakan lingkungan yang menumbuhkembangkan kepemimpinan murid, guru harus mampu membaca peluang, melihat, memetakan, serta mengelola asset yang diliki secara optimal, serta dapat mengambil keputusan berbasis nilai kebajikan dan bertanggung jawab, sehingga program yang dibuat dan diputuskan semua berpihak pada murid, memberi dampak pada murid.
Materi-materi di atas, sangat bermanfaat bagi penulis sebagai Calon Guru Penggerak yang akan berperan sebagai agen transformasi dan merupakan bekal untuk melakukan aksi nyata perubahan dirinya, perubahan bagi ekosistem pendidikan di sekolah, dalam program merdeka belajar dan merdeka mengajar.
“Guru Penggerak, Tergerak, Bergerak, Menggerakkan”
“Merdeka Mengajar, Merdeka Belajar, Indonseia Maju”
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI