media sosial? Apakah Anda pernah merasa takut dan cemas jika tertinggal tren, berita, serta hal-hal viral yang ada di media sosial? Jika iya, Anda mungkin sudah terkena salah satu dampak dari penggunaan media sosial, yaitu Fear of Missing Out atau biasa dikenal dengan istilah FoMO.
Apakah Anda pernah merasakan keinginan kuat untuk mengikuti, mencoba, merasakan hal-hal yang Anda temui diSalah satu upaya yang dapat Anda lakukan untuk mendapatkan "peace" dan keluar dari lingkup FoMO adalah dengan menerapkan Joy of Missing Out atau JoMO.
Lantas, Apa itu  FoMO dan JoMO?Â
Fear of Missing Out atau FOMO adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan seorang yang memiliki ketakutan akan ketertinggalan dirinya akan kejadian atau tren yang ada di media sosial. Perilaku FOMO dapat diidentifikasi sebagai seseorang yang terus menerus melihat media sosial, merasa cemas saat melihat hingar-bingar yang ditampilkan media sosial, dan mereka merasa harus selalu mengikuti hal-hal yang ada di media sosial. Contoh, ketika Anda melihat postingan yang menunjukkan teman-teman Anda berada pada festival musik, kemudian Anda merasa gelisah dan cemas karena tidak ikut dalam acara tersebut.
Sedangkan Joy Of Missing Out atau JoMO adalah lawan kata dari FoMO, istilah JoMO ini diperkenalkan oleh CEO Glitch, Anil Dash melalui blognya pada tahun 2012 silam. Istilah JoMo digunakan untuk menggambarkan seseorang yang senang dan tidak takut tertinggal hal-hal yang ramai atau viral di media sosial. Ia menikmati waktunya sendiri tanpa peduli dengan apa yang dilakukan orang lain.
Dampak FoMO dan JoMO
Dalam masyarakat modern saat ini, banyak orang-orang yang mengalami fenomena fear of missing out (FoMO). Penyebabnya tak lain adalah karena di era sekarang ini manusia tak bisa lepas dengan media sosial, baik itu Instagram, Tik-Tok, Facebook, dan platform lain yang menampilkan kehidupan yang ideal. Hal ini membuat orang-orang menjadikannya sebagai acuan untuk hidup yang bahagia atau "dream life". Orang-orang dengan kecenderungan FoMO akan memaksakan dirinya untuk selalu terlihat up to date. Mereka berusaha keras untuk memiliki citra yang bagus di media sosialnya. Dampak yang bisa ditimbulkan dari FoMO antara lain seperti kecemasan, stress, serta ketidakpuasan dengan apa yang sudah dimiliki sehingga sulit menghargai hal-hal kecil yang berharga di sekitarnya. Sementara itu, istilah Joy of Missing Out (JoMO) ini meskipun bermakna positif, kepopulerannya masih jauh tertinggal dengan FoMO, begitu pula dengan penerapannya pada kehidupan sehari-hari. Padahal, di era dengan tingkat penggunaan media digital yang tinggi ini, penting sekali bagi kita untuk menerapkan yang namanya JoMO. Mengapa sikap JoMO itu penting? Karena dengan menerapkan JoMO memungkinkan kita untuk sejenak beristirahat dari pengaruh media sosial dan fokus pada masa kini dan diri kita sendiri. Dengan membatasi diri dari media sosial dan menerapkan sikap JoMO dapat menghindari kita dari dampak negatif yang ditimbulkan oleh FoMO. Selain itu, kita dapat menciptakan kehidupan yang lebih damai dan seimbang. JoMO memungkinkan kita untuk lebih menikmati waktu sendiri, menghargai pengalaman secara langsung tanpa gangguan digital, dan memperkuat hubungan kita dengan hal-hal yang benar-benar penting dalam hidup. Di dunia yang semakin sibuk ini, menerapkan JoMO bukan hanya sebuah pilihan, tetapi suatu kebutuhan untuk menjaga kesehatan mental dan emosional.
Mengatasi FoMO dengan JoMO
1] Membatasi Penggunaan Media Sosial
Dengan membatasi akses kita pada media sosial dapat memulihkan kita dari kecemasan berlebih yang ditimbulkan oleh penggunaan media sosial. 30 menit per hari cukup untuk merefresh otak kita dari penatnya belajar dan bekerja dengan berbagai hiburan yang ditawarkan oleh media sosial.
2] Melakukan Aktivitas Yang Positif