Mohon tunggu...
Lilik Rosida Irmawati
Lilik Rosida Irmawati Mohon Tunggu... profesional -

penulis dan guru; http://lidawati.blogspot.com; http://lontarmadura.com; http://publiksastra.net

Selanjutnya

Tutup

Edukasi

Ibu, Wanita yang Dicari

22 Desember 2011   19:11 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:53 490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menjadi ibu adalah amanah. Ibu ditakdirkan untuk mengandung, melahirkan lalu membesarkan dan membimbing manusia menjadi insan pewaris dan penerus kehidupan mendatang. Seorang penyair tentang ibu menyebut :

kalau aku ikut ujian lalu ditanya tentang pahlawan namamu ibu, yang kan kusebut paling dahulu lantaran aku tahu engkau ibu dan aku anakmu (dikutip puisi “Ibu”, D. Zawawi Imron)

Ibu sebagai sosok wanita, mempunyai peran utuh dan multidimensional, selaras kebutuhan jaman. Totalitas yang telah menjadi kodrat pada diri wanita tersimpan potensi yang sangat besar dan inovatif. Dari jaman ke jaman, ibu (baca, wanita) termasuk golongan yang unik. Pada jaman jahilliyah, wanita tak lebih dari seonggok daging yang tak berguna, bahkan harus dibasmi. Selanjutnya peran wanita mulai terasa manfaat dan fungsinya. Lambat laun, derajat wanita semakin terangkat. Bahkan di Indonesia sendiri, doktrin mengenai hak, martabat dan derajat kaum wanita mulai diangkat dan diselaraskan serta dikemas secara utuh dalam pondasi kuat, sehingga hak-hak wanita semakin ditegakkan.

Dalam percaturan politik dunia, wanita menempati sektor penting serta memegang peranan ganda. Dari tokoh-tokoh dunia, muncullah Indira Gandhi, Margaret Teacher, Golda Meiyer, Corazon Aquino, Benazir Butto dan lainnya. Sedangkan di Indonesia, telah dikenal nama RA Kartini, Cut Nyak Dien, Cut Muetia, Nyi Ageng Serang, Dewi Sartika, Ranua Said dan banyak lagi yang merupakan perwujudan kebangkitan wanita dalam proses pembangunan. Namun demikian dibalik layar penegakan hak dan derajat kaum  wanita, khususnya pada tahun terakhir ini, sosok wanita masih mendapat ancaman bagi kepentingan politik, sebagaimana terjadi pada tragedi Bosnia, Somalia serta dunia Utopis lainnya.

Dalam sejarah kebangkitan Islam, kita mengenal tokoh-tokoh dan pejuang wanita Islam. Siti Aisyah dikenal sebagai ahli hadist, fiqih, faraid, asbabun nuzul qur’an, selain sebagai pejuang dalam peperangan membantu perjuangan agama Islam. Siti Hapsah Binti Umar dikenal sebagai guru para muslimat dalam membaca dan menulis Qur’an pada awal sejarah Islam.

Dalam percaturan politik, kita mengenal Fatimah binti Rasullullah, Aisyah binti Abubakar, Atikah binti Yasid, Ummu Amarah, Nusaibah, Shofiq binti Abu Tholib dan Hatumah. Dan masih banyak lagi tokoh-tokoh wanita Islam lainnya yang bergerak dalam bidang sastra, kedokteran dan para hafidhah Al Qur’an.

Ukiran sejarah kaum wanita diawali oleh kongres Perempoean, 22 Desember 1928. peristiwa ini merupakan tonggak peristiwa sejarah  pergerakan  wanita Indonesia. Dalam proses selanjutnya, perjuangan kaum wanita tidak lagi terbatas pada sekedar menuntut hak, tapi bagaimana menciptakan iklim perubahan yang sama kepada setiap warga negara, yaitu dapat berperan serta dalam pembangunan nasional. Dari iklim yang demikian itu lahirlah sosok dan profesinya.

Secara kodrati dalam beberapa hal, wanita memang masih terjadi perbedaan pada kaum pria. Dari perbedaan itulah justru banyak menyimpan kelebihan-kelebihan yang mungkin sulit ditemukan pada kaum pria. Substansi wanita sebagai totalitas, mampu memberikan nilai lebih pada kepentingan diri  maupun masyarakat, yaitu  terbentuknya dimensi dari sifat-sifat kodrat kewanitaan lengkap dengan atribut, sehingga tak jarang mengarah pada jenjang karier yang profesionalisme.

Dalam pertumbuhan emansipasi wanita pada dekade sekarang ini, sudah hampir disebut tidak ada kesenjangan, bahkan jarak  antara peran pria dan wanita telah menjadi ujud kesatuan  dalam perannya menentukan kelayakan sama dalam struktur masyarakat modern. Pelecehan dalam pameo, wanita sebagai “wong wingking” atau “swargo nunut, neraka katut”, lambat laun makin menipis dan tidak tertutup kemungkinan pelecehan tersebut terbalik diarahkan pada kaum pria.

Namun demikian, sinyalemen di atas tergantung sejauh mana pemahaman wanita tentang emansipasinya. Paling tidak wanita bukan lagi menjadi bagian terpenting urusan belakang, baik sebagai ibu rumah tangga maupun  sebagai penentu sikap dan perubahan masalah ekonomi, sosial masyarakat  maupun dunia luar. Dengan kata lain, wanita cenderung ingin menguasai.

Dari Kodrat, Emansipasi ke Profesi

Dalam kodratnya, wanita adalah bagian terpenting sebagai pendamping kaum pria, dalam arti luas, yakni berperan sebagai jembatan sektor  kehidupan, keseimbangan antara tugas dan kebutuhan.

Dalam pengertian klasik, dalam menunjang lingkungan tidak terlepas dari 2 peran, yaitu pertama, dalam peran keluarga, wanita memiliki andil besar. Disamping menjaga keutuhan rumah tangga, erat hubungannya dengan pembinaan generasi penerus, sesuai dengan kedudukan, tugas, kewajiban dan fungsinya. Sebagai anggota keluarga wanita sebagai subyek sekaligus obyek. Wanita mempunyai kemampuan dan tanggung jawab untuk menciptakan suasana  keluarga yang mengarah pada rumah tangga yang sakinah.

Yang kedua, sebagai anggota masyarakat peran wanita menempati posisi sentral dan strategis dalam pengembangan lingkungan. Untuk itu kaum wanita memiliki beban dan peran multi dimensi, aktif dinamis dan kreatif dalam mengembangkan nilai-nilai positif, sekaligus mengeliminasi (mengikis) nilai-nilai negatif di lingkungan masyarakat sekitarnya. Disinilah, wanita punya peran kuat dan luas mendukung terciptanya pengertian emansipasi.

Emansipasi sendiri, menurut garis sejarah awalnya ditiupkan wanita Barat, yaitu suatu usaha kaum  wanita memerdekakan diri dari cengkeraman kekuasaan kaum laki-laki dengan tujuan untuk mendapatkan haknya sebagai makhluk sosial. Dalam sejarah kaum wanita pada jaman jahilliyah, baik di Timur maupun di Barat, wanita dijadikan budak, dipermainkan bahkan diperjualbelikan. Namun dalam satu sisi, pengertian emansipasi  yang dirujukkan wanita sering diartikan tuntutan  kaum wanita untuk mendapatkan hak dan kedudukan  yang sama dengan kaum pria dalam setiap aspek kehidupan. Penafsiran yang keliru inilah  memungkinkan akan menjatuhkan nilai dan martabat wanita itu sendiri.

Dalam Islam, kedudukan wanita dengan jelas ditegaskan dalam Al Qur’an: bahwa orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. (Buka At-Taubat 71). Dengan demikian, jelaslah bila dikatakan wanita Islam  sebenarnya lebih awal mengenal emansipasi. Sebab Islam sendiri memandang, bahwa esensi kemanusiaan wanita adalah sama dan setaraf dengan pria. Islam telah menentukan aturan-aturan  kehidupan bagi pria dan wanita secara jelas sesuai dengan tabiat, naluri ataupun kodratnya. Demikian juga hak-hak wanita setara dengan pria, kecuali dalam prinsip tertentu, yaitu dalam alasan yang cukup yang cukup diterima oleh syara’.

Keterlanjuran kesalahan penafsiran pemahanan emansipasi  dalam pertumbuhan pola hidup dan kehidupan wanita selama ini, justru akan menghilangkan makna peran wanita itu sendiri. Sebagaimana diketahui dengan gencarnya “teriakan emansipasi” yang ditiupkan negara Barat amat besar pengaruhnya terhadap perilaku kaum wanita, khususnya dengan masuknya arus globalisasi sekarang ini.

Di dalam era industrialisasi yang digencarkan saat ini peran wanita tidak terbatas lagi dalam wilayah birokrasi, akademisi, sosial, politik, bahkan keterlibatannya mulai merambah  ke bidang lain yang lebih dinamis, menentang dan sensetif-ekonomi bisnis. Motif “profil oriented” wanita cenderung  melepaskan dimensi kewanitaannya, yang konon, sebagai identitas dan citra diri. Bahkan pengertian “wanita karier” atau “wanita profesi” hampir melebihi ambang batas dan rancu.

Dari sinilah kondisi dan peran  wanita kerap keluar dari ril dan tapal batas kawasannya, sehingga kerap menjadi sumber lahirnya berasumsi negatif, konsumtif dan destruktif. Bila hal ini terus dibiarkan, maka tidak menutup kemungkinan, akan lahir sebuah generasi yang mengarah pada dekadensi moral.

Selamat Hari  Ibu, 22 Desember 2011

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Edukasi Selengkapnya
Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun