Mohon tunggu...
Lilih Wilda
Lilih Wilda Mohon Tunggu... lainnya -

Ho ho ho

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sebungkus Nasi Buat Mamak

24 Desember 2012   12:47 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:06 621
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

***

Di sudut ruang kelas, aku duduk dan menikmati semua pelajaran. Tidak ada kejadian yang aneh, sama seperti kemarin kelasku masih saja kelas dengan tembok yang hampir ambrol, guruku tetap saja kak Idrus, seorang mahasiswa yang merasa kasihan dengan nasib kami dan memberikan sedikit waktunya untuk mengajari baca tulis pada kami anak-anak pemulung di bawah jembatan ini.

Tapi aneh mengapa perasaanku tidak tenang. Pikiranku tak lepas dari mamak. Ya mamak yang terbaring,,, mamak yang selalu menyayangiku. Mamak lah yang selama ini menguatkan aku. Mamak pula yang membuat aku selalu bekerja keras dan mengumpulkan uang untuk berobat supaya mamak cepat sembuh.

Pukul sebelas siang aku keluar kelas, tanpa aba-aba, segera aku berhambur. Aku ingin segera menemui mamak. Tapi bukankah aku harus memberi mamak makan siang? Langkah mantapku berbelok menuju rumah Bu Hj Rodiah pemilik warung di pinggir jalan. Bu Haji selalu membutuhkan tenagaku untuk mengangkat belanjaan dari rumahnya ke warung yang berada kurang lebih 100 meter jaraknya.

Setelah sampai di rumah Bu Haji, tanpa diberi perintah aku segera menjinjing belanjaannya ke dalam warung. Bu Haji hanya tersenyum melihat tingkahku. Beginilah setiap hari pekerjaanku di warung ini.

"Eh ujang, hari ini Bu Haji punya sedikit rejeki untuk ujang," "Oh, apa rejeki apa Bu Haji?" Tanyaku. "Semalam ada tahlil, ini Bu Haji sisakan satu kotak untuk ujang bawa pulang,"

Sambil tersenyum Bu Haji memberikan bungkusan kresek. Mungkin isinya nasi, syukurlah akhirnya siang ini mamak bisa makan nasi. Mamak pasti senang, nasi ini pasti dilahapnya. Sudah dua hari kami tidak makan nasi, aku pun tersenyum bahagia mendapat bungkusan dari Bu Haji.

Setelah membantu bu Haji merapikan dagangan di warung, aku segera pamit. Bahagia rasanya hati ini karena akan memberikan sesuatu untuk mamak. Di luar dugaan ternyata Bu Haji pun memberikan aku selembar uang lima puluh ribu, menurutnya ini upah selama sebulan kerjaku. Ingin rasanya aku melompat karena kegirangan. Setelah pamit pulang, aku berlari kencang menuju rumah. Bahagia hatiku, hari ini bukan saja akan makan nasi, tapi mamak juga bisa berobat ke puskesmas. Uang ini pasti cukup untuk mengobati penyakit mamak.

Setelah sampai di depan rumah, aku kaget, mengapa banyak sekali orang di rumahku? Aku penasaran segera saja aku masuk ke rumah. Terlihat seseorang yang sedang dikerumuni tetanggaku. Seseorang yang telah terbujur kaku dengan ditutup kain. Di tempat itulah mamakku berbaring. Apa yang terjadi dengan mamakku Tuhan? Segera aku memeluk tubuh mamak yang sudah tidak bergerak. Aku mengguncang-guncangkan tubuhnya. Tapi tak terlihat lagi senyumannya.

"Mamaaaaaaaaak... Jangan tinggalkan Ujaaaaaaaaang! Aku berteriak histeris. "Ini ada nasi buat kita makan. Ini ada uang buat berobat. Ayoooo mak banguuuuun!!"

Teriakan dan guncanganku tak membuat mamak bangun. Melihat mamak seperti itu aku semakin histeris. Aku merasakan takut yang luar biasa, takut untuk menghadapi dunia ini sendiri. Tanpa mamak apa yang akan terjadi padaku? Selama ini mamaklah yang membuat aku kuat. Tapi Tuhan berkata lain, mungkin Tuhan percaya bila aku akan kuat menghadapi ini sendiri tampa mamak di sampingku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun