Sepeninggal Mak Ijah. Tari tidak tidur, dia duduk termenung menatap sebuah kotak yang tadi Azmi berikan.
"Apakah Abang sungguh-sungguh." Tari tersenyum, dengan perlahan dia membuka kotak itu dan alangkah terkejutnya tari karena isi dari kotak itu bukan cincin ataupun perhiasan lainnya, pun bukan uang.
Namun, secarik kertas yang di lipat. Tari mengerutkan kening, "ini apa? Apa Bang Azmi menulis surat!" Tari tersenyum karena membayangkan kekonyolan Azmi.
Dengan perlahan Tari membuka kertas tersebut, "Ini!"
Tari menutup mulut, air mata yang sudah menggenang diujung mata membuat penglihatannya kabur dan akhirnya membasahi pipi.
"Sebenarnya, apa yang kamu inginkan, Bang. Apa kamu sengaja dengan semua ini," Tari menutup mulut supaya isaknya tidak terdengar Mak Ijah.
"Kalau dia seperti itu, kenapa kamu tidak bisakah melepaskanku dan membuat aku tenang, Bang" Tari meremas kertas itu dan terisak di atas bantal. Dia sungguh sakit hati dan itu kembali seperti dulu.
Di tempat lain Azmi tengah menunggu seorang wanita yang tengah terbaring. Dia ingin segera melihat wanita itu bangun dan minta penjelasan dengan barang yang dia temukan di tas miliknya.
Tidak lama, wanita itu membuka mata perlahan dan menatap sekeliling.
"Kamu sudah sadar, Sa?" terdengar kawatir dari Ibu Pranoto.
"Ibuuu, ini di mana?"