Pada masa itu, tanaman jambu bangkok sedang digandrungi, dan menyantap buahnya menimbulkan sensasi tersendiri.
Namun, malang tak dapat ditolak. Sekonyong-konyong, di tengah upaya teman saya yang belum membuahkan hasil, dari balik dinding muncul seraut wajah meradang. Dan, kisah selanjutnya terekam dengan sempurna dan terus mengeram dalam ingatan entah sampai kapan.
Dua Kesan Berlawanan tentang Kepramukaan
Kini, saya mengenang peristiwa terkait kegiatan ekstrakurikuler yang kini menjadi polemik itu dalam dua perasaan yang berlawanan.
Pertama, kejadian itu meninggalkan rasa malu yang nggak ketulungan. Sebabnya, selain malu sebagai pribadi, saya merasa telah "mencederai" nama baik gerakan Pramuka yang tentu saja mengajarkan nilai-nilai mulia.
Kedua, setelah saya renungkan, peristiwa itu justru mengindikasikan adanya kesan bagus dari masyarakat terhadap gerakan kepanduan.
Lho, Pramuka nyolong, kok dibilang bagus itu dari mana rumusnya?
Saya menangkap ucapan sang ibu sebagai wujud pemahamannya yang positif tentang gerakan Pramuka. Kesan baik terhadap gerakan yang tengah menjadi sorotan masyarakat itu jelas terasa dari kalimat yang diucapkannya.
Secara tidak langsung, ia menyatakan bahwa gerakan Pramuka itu baik. Dengan mengikuti gerakan Pramuka yang baik, (seharusnya) orang berperilaku baik.
Dengan gambaran semacam itu, ia sangat heran menyaksikan seorang anggota Pramuka melakukan perbuatan tidak terpuji.
"Seharusnya anggota Pramuka berperilaku baik, bukan malah mencuri." Saya membayangkan hati sang ibu melanjutkan ucapannya dengan kalimat itu.
Seandainya si pencuri jambu Bangkok miliknya bukan seorang anggota Pramuka, barangkali reaksi sang ibu tidak segarang itu. Reaksinya menunjukkan bahwa bagi dirinya gerakan Pramuka terlalu "suci" untuk dinodai anggotanya dengan tindakan melawan hati nurani.