Mohon tunggu...
Liliek Purwanto
Liliek Purwanto Mohon Tunggu... Penulis - penulis

-

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Rapor Kompasianer: Performa 3 Bulan Usai Bangkit dari Kuburan

1 April 2024   16:30 Diperbarui: 1 April 2024   16:32 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi guru. Sumber gambar: Tumisu dari Pixabay.

Bagaimana rapor Triwulan ini? Banyak merahnya, nggak? Menghasilkan cuan atau zonk aja?

Sekian lama tertidur pulas telah menyadarkan saya akan satu hal: tidur (terlampau lama) menghilangkan asa beroleh kesenangan bersama Kompasiana.

Nah, setelah tiga tahun lelap di pembaringan, awal 2024 ini menjadi momen saya kembali mulai menyumbangkan tulisan ala kadarnya. Dan, sebagai "anak baru", saya cukup gembira dengan pencapaian yang (bagi Kompasianer lain) tak seberapa.

Grafik 1. Jumlah artikel dan rata-rata frekuensi
Grafik 1. Jumlah artikel dan rata-rata frekuensi "dibaca" per artikel Jan-Mar 2024. Sumber gambar: Dok. pribadi berdasarkan data dari Kompasiana.

Menayangkan rata-rata 10 artikel saban bulan merupakan hasil maksimal yang mampu saya torehkan. Saya cukup gembira meskipun kemampuan minimalis yang saya miliki tak memungkinkan saya mengikuti program seru "Ramadan Bercerita" secara konsisten tak berjeda.

Tingkat keterbacaan setiap artikel (berdasarkan views di setiap artikel yang diambil tiap akhir bulan) rata-rata 276. Angka yang terlalu memprihatinkan, ya? Namun, bagi seorang pemula, angka ini tergolong lumayan.

Dalam urusan ini, saya tak berani menyandingkan angka-angka semenjana ini dengan perolehan Kompasianer lainnya. Jelas nggak apple to apple. Barangkali apple to semangka itu namanya.

Grafik 2. Frekuensi
Grafik 2. Frekuensi "dibaca" per artikel periode Jan-Mar 2024. Sumber gambar: Dok. pribadi berdasarkan data dari Kompasiana.

Sepanjang triwulan awal 2024, tak satu pun tulisan saya menyentuh minat seribu pembaca. Sebuah artikel yang tayang di bulan Maret menjadi satu-satunya tulisan yang mendekat ke arah sana. Mendekat saja, tak sampai menyentuh dasarnya.

Bahkan, angka itu semu belaka. Deretan angka yang bakal didiskon besar-besaran ketika ditimpa pageviews dari Google Analytics yang sebenarnya.

Pelajaran pertama: syukuri pageviews yang ada, semoga bertambah pada periode berikutnya.

Kualitas (Sedikit) Meningkat

Bagaimana dengan kualitas? Untuk urusan yang satu ini, saya menggunakan pendekatan predikat artikel yang disematkan pemangku kepentingan Kompasiana.

Redaksi Kompasiana menganugerahkan dua jenis predikat bagi seluruh artikel yang masuk ke dapur mereka. Pertama, "Artikel Pilihan", dan yang kedua adalah "Artikel Utama". Ada satu jenis artikel yang luput dari tangan Redaksi hingga tidak mendapatkan predikat apa-apa (saya menyebutnya "Artikel Biasa").

Sebagai warga Kompasiana yang patuh, saya mengikuti saja kemauan para "penguasa" di sana.

Grafik 3. Porsi jumlah dan frekuensi
Grafik 3. Porsi jumlah dan frekuensi "dibaca" Artikel Utama dan Artikel Pilihan Jan-Mar 2024. Sumber gambar: Dok. pribadi berdasarkan data Kompasiana.

Secara keseluruhan, setidaknya dalam tiga bulan terakhir, saya telah meninggalkan "zona merah". Tiada satu pun tulisan saya yang tak dilirik admin Kompasiana, alhamdulillah.

Porsi "AU" sebesar 41% cukup memberi keyakinan bahwa penulis pemula ini tidak buruk-buruk amat, setidaknya di mata Redaksi Kompasiana. Sesuatu yang menggembirakan dan menggugah semangat untuk terus berkarya.

Ketika dilihat dari bulan ke bulan pun, perolehan ini lumayan menyenangkan. Selalu ada penambahan warna hijau di sana, menunjukkan jumlah Headline yang semakin banyak.

Lantas, apa pengaruhnya terhadap tingkat keterbacaan?

Grafik 4. Jumlah artikel berdasarkan predikat Jan-Mar 2024. Sumber gambar: Dok. pribadi berdasarkan data Kompasiana.
Grafik 4. Jumlah artikel berdasarkan predikat Jan-Mar 2024. Sumber gambar: Dok. pribadi berdasarkan data Kompasiana.

Ternyata, kualitas tulisan berdampak cukup besar terhadap tingkat keterbacaan. Setidaknya, "aturan" itu berlaku bagi tulisan-tulisan saya. Secara umum, Artikel Utama lebih sering "dibaca" ketimbang tulisan lainnya.

Barangkali ini semacam "semipareto", 41% artikel "mendatangkan" 69% pembaca.

Grafik 5. Rata-rata frekuensi
Grafik 5. Rata-rata frekuensi "dibaca" berdasarkan predikat artikel Jan-Mar 2024. Sumber gambar: Dok. pribadi berdasarkan data Kompasiana.

Di bulan Januari selisih rata-rata frekuensi "dibaca" antara Artikel Utama dan Artikel Pilihan relatif kecil. Namun, dalam dua bulan sisanya, tampak jelas bahwa para pembaca memang lebih mengincar Artikel Utama.

Memang, kondisi ini belum terbukti sebagai wujud kecenderungan orang-orang mengejar kualitas tulisan. Barangkali, hanya lantaran lebih lama mejeng di halaman pertama, Artikel Utama mempunyai kesempatan lebih besar menjaring pembaca.

Grafik 6. Porsi artikel per kategori dan porsi frekuensi
Grafik 6. Porsi artikel per kategori dan porsi frekuensi "dibaca" per kategori jan-Mar 2024. Sumber gambar: Dok. pribadi berdasarkan data Kompasiana.

Tidak semua kategori mampu mengundang pembaca selaras dengan jumlah artikelnya. Jumlah artikel Humor sebanyak 14% hanya mendatangkan 9% pembaca. Humornya garing, ya?

"Pelajaran kedua: terus berlatih meningkatkan kualitas tulisan apa pun jenisnya, untuk menambah peluang disayang Kompasiana dan dilirik pembaca."

Pilih Mana: Spesialis atau Generalis?

Umumnya, penulis terbagi menjadi dua macam, spesialis dan generalis. Setiap jenis tentu memiliki kelebihan dan kekurangan.

Grafik 7. Jumlah artikel berdasarkan kategori Jan-Mar 2024. Sumber gambar: Dok. pribadi berdasarkan data Kompasiana.
Grafik 7. Jumlah artikel berdasarkan kategori Jan-Mar 2024. Sumber gambar: Dok. pribadi berdasarkan data Kompasiana.

Sepanjang tiga bulan, saya merambah tak kurang dari sepuluh Subkategori. Penyumbang produktivitas terbanyak adalah Worklife, Bola, Humor, dan Ramadan. Selebihnya penggembira belaka.

Apakah ini menunjukkan bahwa saya cenderung menjadi generalis ketimbang spesialis? Entahlah, jangan-jangan karena kemaruk saja. Lagipula, saya tak memiliki keahlian yang bisa diandalkan.

Worklife barangkali menjadi "pilar" lantaran saya pernah berkecimpung di dunia kerja hingga mampu menabung pengetahuan yang lumayan. Atau, jangan-jangan, karena diiming-imingi penghitungan ganda dalam program K-Rewards Kompasiana?

Cukup banyaknya artikel-artikel bertema Bola mengindikasikan kesukaan saya terhadap cabang olahraga yang kerap menimbulkan huru-hara ini. Namun, bukan lantaran bertabur keributan lantas saya suka, ya.

Selanjutnya, bagaimana dengan Humor? Apakah spesies manusia pendiam ini merasa diri cukup gecul hingga berani-beraninya menulis genre lelucon?

Nggak tahu juga. Saya, sih, nekat aja. Kalaupun nggak lucu, kan nggak kelihatan juga muka saya.

Nah, di ujung kanan mencuat "menara" Ramadan yang menunjukkan topik terbanyak dari tulisan-tulisan yang saya hasilkan. Kalau untuk kategori ini rasanya tidak perlu penjelasan. Sebagian Kompasianer melakukannya juga, bukan?

Pelajaran ketiga: tidak harus menjadi seorang ahli dalam suatu bidang tertentu untuk bisa menulis. Satu saja modal yang dibutuhkan: nekat! *

Catatan: * Tetap pakai perhitungan juga, sih.

Omon-Omon, Cuan Kagak?

Wah, akhirnya tiba juga di terminal sensitif ini. Pembahasan soal cuan selalu bikin warna merah sedikit menggurat wajah. Mau, tapi (pura-pura) malu.

Karya-karya saya jelas menghasilkan cuan, meskipun tidak menjangkau UMR Kecamatan.

Dashboard K-Rewards di akun saya menunjukkan angka terakhir tertera di periode Juni 2020. Sepertinya itu masa pungkasan sebelum saya beranjak ke peraduan hingga tergagap-gagap bangun lebih dari tiga tahun kemudian.

Selama dua bulan pertama di awal tahun ini, aplikasi Gopay saya belum berdering lagi. Entah untuk periode Maret ini.

Namun, sebuah kabar gembira sempat menghampiri saya. Beberapa waktu lalu, seorang administrator meminta saya melengkapi data profil akun Kompasiana.

Katanya, saya bakal ketiban rezeki Ramadan. Eh, nggak bilang gitu, ding. Kalimat terakhir itu berasal dari imajinasi saya saja.

Yang jelas, demi segumpal cuan dari Infinite, saya bergegas melengkapi profil dengan data valid.

Para pengurus Kompasiana memang menyenangkan. Mereka bagai tukang ledeng. Ketika satu keran mampet, dibukakannya keran lain agar raut Kompasianer tak lagi sepet.

Benarlah kata orang-orang, rezeki tak akan lari ke mana-mana kecuali menghampiri insan yang berhak menerimanya.

Pelajaran keempat: jangan terlalu mengejar cuan dalam wujud Rupiah. Bukankah rezeki tak harus berbentuk kertas yang bisa dilipat dan mengeram sejenak di kantong celana? **

Catatan: ** Boleh juga dalam bentuk abstrak dan langsung masuk ke aplikasi yang bisa dipakai untuk membayar macam-macam itu, lho.

Wali Kelas Bayangan

Seperti anak-anak sekolah, Kompasianer perlu juga sekali-sekali dievaluasi. Namun, sayang sekali, Kompasiana tidak pernah menunjuk wali kelas untuk melakukan tugas mulia ini.

Nah, sebagai seorang murid yang berbakti, saya mencoba membantu meringankan beban para penggawa Kompasiana yang baik hati. Saya mengajukan diri sebagai Wali Kelas bagi diri saya sendiri.

Pelajaran kelima: kalau tidak ada yang mengawasimu, jadilah pengawas bagi dirimu sendiri. Namun, sebaik-baik pengawas adalah Allah yang Maha Melihat. ***

Catatan: *** Senyampang masih Ramadan.

Nah, saya sudah menjalankan tugas pertama membagi Rapor Triwulan I tahun ajaran 2024 kepada satu-satunya murid saya. Semoga kelak Ananda menjadi orang yang berguna bagi nusa dan bangsa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun