Katanya, saya bakal ketiban rezeki Ramadan. Eh, nggak bilang gitu, ding. Kalimat terakhir itu berasal dari imajinasi saya saja.
Yang jelas, demi segumpal cuan dari Infinite, saya bergegas melengkapi profil dengan data valid.
Para pengurus Kompasiana memang menyenangkan. Mereka bagai tukang ledeng. Ketika satu keran mampet, dibukakannya keran lain agar raut Kompasianer tak lagi sepet.
Benarlah kata orang-orang, rezeki tak akan lari ke mana-mana kecuali menghampiri insan yang berhak menerimanya.
Pelajaran keempat: jangan terlalu mengejar cuan dalam wujud Rupiah. Bukankah rezeki tak harus berbentuk kertas yang bisa dilipat dan mengeram sejenak di kantong celana? **
Catatan: ** Boleh juga dalam bentuk abstrak dan langsung masuk ke aplikasi yang bisa dipakai untuk membayar macam-macam itu, lho.
Wali Kelas Bayangan
Seperti anak-anak sekolah, Kompasianer perlu juga sekali-sekali dievaluasi. Namun, sayang sekali, Kompasiana tidak pernah menunjuk wali kelas untuk melakukan tugas mulia ini.
Nah, sebagai seorang murid yang berbakti, saya mencoba membantu meringankan beban para penggawa Kompasiana yang baik hati. Saya mengajukan diri sebagai Wali Kelas bagi diri saya sendiri.
Pelajaran kelima: kalau tidak ada yang mengawasimu, jadilah pengawas bagi dirimu sendiri. Namun, sebaik-baik pengawas adalah Allah yang Maha Melihat. ***
Catatan: *** Senyampang masih Ramadan.
Nah, saya sudah menjalankan tugas pertama membagi Rapor Triwulan I tahun ajaran 2024 kepada satu-satunya murid saya. Semoga kelak Ananda menjadi orang yang berguna bagi nusa dan bangsa.