Eh, jangan salah. Sebaik-baik teman duduk adalah buku. Setidaknya, hal itu dikemukakan oleh DR. 'Aidh al-Qarni dalam buku karyanya, La Tahzan (2006).
Dalam bukunya yang sempat meledak beberapa tahun silam, al-Qarni mengungkap pandangan Al-Jahizh tentang sejilid buku yang demikian berkesan.
"Buku adalah teman duduk yang tidak akan memujimu dengan berlebihan, sahabat yang tidak akan menipumu, dan teman yang tidak membuatmu bosan. Dia adalah teman yang toleran dan tidak akan mengusirmu. Dia adalah tetangga yang tidak akan menyakitimu."
Begitulah sebagian ungkapannya mengenai buku. Masih banyak lagi kalimat-kalimat sanjungan bagi sang sumber ilmu.
Bahkan, ketika buku tidak menyajikan informasi yang bermanfaat, ia tetap memberi faedah sebagai penghalang perbuatan sia-sia. Kalimat lain dalam buku fenomenal itu mengungkapkan faedah semacam itu.
"Seandainya yang Anda dapatkan darinya tak lebih dari kegiatan yang menghalangi niat Anda dari keinginan murahan, dari keinginan untuk bersenang-senang saja, dan dari main-main yang tidak berarti, maka itu sudah merupakan nikmat yang besar dan karunia yang agung."
Tak Selamanya Buku Bersahabat dengan Kita
Buku bukanlah benda sempurna yang tidak memiliki cela. Sebagaimana benda-benda lainnya, manfaat buku bergantung pada bagaimana kita memperlakukannya.
Kini tak sedikit buku (dan jenis-jenis media lainnya) tak lagi berperan sebagai jendela dunia yang baik "perangai"-nya. Ada buku yang ditulis untuk menyebarkan isu tak benar, ada pula yang dibuat dengan bahasa angkuh dan kasar.
Buku-buku semacam itu tentu saja bukan jenis buku yang dipuja-puji oleh al-Jahizh dan al-Qarni. Sebab, buku-buku itu tak memberikan sumbangan positif untuk mengangkat literasi, melainkan hanya untuk memuluskan ambisi segolongan orang atau ambisi pribadi.
Kita bisa menemukan buku-buku yang tidak toleran dan menyakitkan semacam itu. Dan, banyak pula buku yang membikin kita bosan.
Nah, kita mesti sedia payung sebelum hujan. Ya, sebaiknya kita menyediakan payung beneran karena memang sedang musim hujan betulan.