"Untuk mencapai sesuatu, harus diperjuangkan dulu. Seperti mengambil buah kelapa, dan tidak menunggu saja seperti jatuh durian yang telah masak."
Sungguh tepat ucapan Mohammad Natsir itu dimunculkan kembali dalam suasana peringatan hari kemerdekaan negeri ini.
Di zaman sebelum kita, orang-orang berjuang untuk merdeka. Kini, pada era kita hidup di tanah merdeka ini, tak berarti perjuangan lantas berhenti.
Gelora dalam kalimat inspiratif yang diucapkan Natsir itu selayaknya terus digaungkan. Seruan semacam itu bukan hanya bertuah di masa lampau, melainkan juga bakal menyulut semangat untuk hari ini dan masa depan Indonesia.
Seakan-akan mengikuti nasihat sang mantan Perdana Menteri, sejumlah orang muda tak ingin hanya berdiam diri.
Mereka tidak larut dalam lamunan, menanti jatuhnya buah durian. Namun, anak-anak muda itu mengerahkan pikiran, tenaga, dan waktu yang mereka miliki untuk "memanjat pohon dan memetik buah yang menggelantung di tangkainya".
Sebenarnya, mereka itu siapa, sih? Mereka adalah segelintir orang-orang kreatif yang mau bekerja keras hingga memperoleh penghargaan SATU Indonesia Awards 2022.
Jadi, siapa saja mereka, dan apa yang telah mereka kerjakan? Yuk, kita ulik satu per satu.
Upaya Justitia Mengobati Luka
Kejadian buruk yang dialami Justitia Avila Veda pada masa lalu menyadarkan dirinya akan pentingnya bantuan bagi korban kekerasan seksual. Lantaran itu, ia ingin para korban tak larut dalam kesedihan. Ia pun berharap orang lain tak tertimpa kejadian serupa.
Pengalaman tak mengenakkan itu pula yang mengantar Justitia menggelar aksi nyata. Melalui media sosial, ia menghimpun rekan-rekannya sesama advokat seperti dirinya.
Sekelompok anak muda itu sepakat menginisiasi program konsultasi dan pendampingan bagi para penderita kekerasan seksual. Mereka mewadahi kegiatan mereka dalam Kelompok Advokat untuk Keadilan Gender (KAKG).
KAKG dibentuk dengan tujuan untuk membantu korban kekerasan seksual mendapatkan bantuan hukum. Dukungan semacam ini sungguh merupakan anugrah bagi para penderita mengingat demikian berat dan kompleksnya dampak buruk yang mereka terima.
Korban tidak hanya terluka fisik seperti terkena penyakit menular seksual, tetapi juga derita-derita lainnya. Psikis mereka pun bakal mengalami gangguan dalam wujud ketakutan, depresi, dan bahkan ada kemungkinan melakukan bunuh diri.
Justitia dan rekan-rekannya menyadari bahwa perlindungan kepada para korban kekerasan seksual tidak akan datang dengan sendirinya. Oleh sebab itu, ia bersama rekan-rekannya berinisiatif menjemputnya.
Upaya Justitia tak sia-sia. Selain banyak anggota masyarakat terbantu oleh aksinya, ia sendiri berhak menyabet penghargaan ini dalam bidang Kesehatan.
Ketika Bhrisco Beraksi untuk Mengangkat Literasi
Jika Bhrisco Jordy Dudi Padatu hanya menunggu "buah literasi" bersemai sendiri di daerah-daerah tertinggal di Papua Barat, mungkin literasi di sana tak akan menggeliat. Dengan begitu, ketimpangan pengetahuan antara anak-anak di pelosok dengan mereka yang bermukim di kota akan berlarut-larut.
Untung saja, peraih penghargaan bidang Pendidikan itu sigap menghimpun daya. Melalui komunitas Papua Future Project (PFP), ia menggelar karya. Komunitas yang terbentuk tahun 2020 ini memang hendak mengangkat literasi warga daerah tertinggal di Papua Barat ke tingkat yang lebih tinggi.
Dengan mengusung slogan "Every Child Matters", komunitas pemuda yang memulai kiprahnya di pulau Mansinam itu memberikan perhatian besar kepada anak-anak yang bermukim di daerah tertinggal. Daerah-daerah yang menjadi sasaran kerja umumnya ditandai dengan banyaknya warga yang masih buta aksara.
Bhrisco dan rekan-rekannya berupaya membuka akses pendidikan yang inklusif bagi anak-anak di sana. Selain itu, mereka juga giat mengembangkan program bimbingan belajar literasi serta menyalurkan donasi berupa buku-buku bacaan.
David Hadir Menjaga Ekosistem Pesisir
Lingkungan buruk sangat berpotensi menyumbang dampak yang sama buruknya terhadap kehidupan manusia yang berdiam di sekelilingnya. Selain merusak keindahan alam, lingkungan yang cemar juga berdampak pada sisi ekonomi masyarakat sekitar.
David Hidayat melihat potensi pendapatan masyarakat berkurang lantaran perilaku buruk mereka terhadap lingkungan. Salah satu bentuk kerugian yang muncul adalah terganggunya kehidupan biota laut yang menjadi sumber penghidupan di daerah pesisir tak jauh dari tempat tinggalnya.
Maka, anak muda yang bermukim di Nagari Sungai Pinang, Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatra Barat ini segera menyingsingkan lengan baju. Tanpa menunggu "durian runtuh", ia berinisiatif membikin program Pemuda Anak Desa Sungai Pinang (Andespin).
Melalui program Andespin, Sarjana Perikanan dan Kelautan lulusan Universitas Bung Hatta ini bersama teman-teman di Nagari Sungai Pinang bergiat menjalankan konservasi ekosistem di wilayah mereka. Para pemuda itu mengajak warga setempat menanam terumbu karang dan mangrove, menangkar penyu serta membudidayakan rumput laut.
Selain menyelamatkan sejumlah biota, segenap upaya yang mereka lakukan juga membantu
ekonomi masyarakat sekitarnya. Warga memperoleh pendapatan dari pelbagai flora dan fauna yang hidup di sana.
Nah, kerja kreatifnya menjaga kelestarian lingkungan itu telah mengantarnya beroleh award dalam bidang Lingkungan.
Alfira Hasilkan Produk Nyaman dengan Teknik Ramah Lingkungan
Produk-produk ramah lingkungan semakin menemukan peminatnya. Alfira Oktaviani pun menyambut positif dan hadir sebagai pelaku dalam industri ini melalui usaha yang dinamainya Semilir Ecoprint.
Dengan tujuan ingin mengenalkan budaya mode berkelanjutan yang ramah lingkungan di Indonesia, Semilir Ecoprint bergerak membangun usaha fesyen yang mengandalkan teknik ecoprint.
Bermula dengan memproduksi tas wanita, usaha ini terus berkembang. Seiring permintaan masyarakat yang meningkat, produk yang dihasilkan makin beragam. Kini, mereka juga memproduksi kain, baju, dan dekorasi rumah, semuanya menggunakan teknik dan bahan yang ramah.
Tak sekadar memikirkan sisi ekonomi, usaha ibu rumah tangga yang dikenal sebagai mompreneur itu turut mengangkat budaya bangsa. Produk-produk unggulan yang dihasilkannya mengandung paduan warisan budaya, salah satunya berwujud kain lantung dari Bengkulu.
Tentu saja usaha ini tak muncul begitu saja bak buah mangga tiba-tiba jatuh ke pangkuan Alfira. Apoteker alumnus Universitas Ahmad Dahlan ini harus bekerja keras mengerahkan kreativitas. Berbekal modal awal Rp 500 ribu, dengan semangat tinggi ia membangun dan mengembangkan usahanya.
Maka, tak heran jika kemudian Alfira diganjar penghargaan dalam bidang Kewirausahaan.
Formula Paundra Bikin Petani Udang Gembira
Gagal panen adalah bayangan buruk yang selalu mengintai para petani udang. Begitu pula yang dialami sebagian warga pesisir Pacitan, Jawa Timur yang menjadikan udang sebagai penopang ekonomi keluarga.
Seorang pemuda setempat merasa iba menyaksikan kenyataan pahit di depan matanya. Keprihatinan warga masyarakat di daerah asalnya itu pun mampu menggerakkan hatinya untuk berbuat sesuatu.
Maka, berbekal ilmu yang dihimpunnya selama menempuh pendidikan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya, Paundra Noorbaskoro, sang pemuda, melakukan serangkaian penelitian. Setelah beberapa kali gagal, upayanya yang tak kenal menyerah akhirnya berbuah.
Tahun 2021, ia menghasilkan suatu formula berwujud racikan serbuk, yang digunakan untuk memonitor dan menjaga kualitas air. Kualitas air yang terjaga telah membantu para petani udang mengurangi potensi kerugian akibat gagal panen.
Nah, para petani memang patut berterima kasih kepada Paundra. Pemegang penghargaan bidang Teknologi itu telah bersusah payah "mengaduk-aduk" suatu formula, sebab ia tak akan pernah terbentuk dengan sendirinya.
Saat Orang Bingung, Ratih dan Alvinia Datang Mendukung
Sebetulnya, anak-anak autis bisa berkembang jika orang-orang di sekitarnya, utamanya orang tua mereka, memberikan dukungan. Namun, stempel buruk yang kerap disematkan kepada penderita autisme membuat sebagian orang tua "menyembunyikan" anak-anak penderita gangguan mental ini.
Jika dibiarkan, keadaan ini akan semakin mengerdilkan anak-anak autis. Maka, harus ada pihak yang menyediakan diri menyadarkan para orang tua.
Nah, Teman Autis hadir untuk mengerek keyakinan para orang tua. Organisasi nonprofit yang didirikan pada 2018 ini menyediakan pelbagai informasi seputar autisme, mulai dasar hingga urusan-urusan spesifik.
Dengan semangat membantu sesama, program yang digagas Ratih Hadiwinoto dan Alvinia Chistiany itu telah merangkul lebih dari 100 klinik, tempat terapi, dan sekolah untuk bekerja sama membantu keluarga dan masyarakat memahami autisme secara benar.
Inisiatif "jemput bola" seperti yang dilakukan Ratih dan Alvinia patut dihargai. Di tengah masyarakat yang tidak peduli atau hanya menunggu, mereka aktif bergerak untuk membantu.
Tak pelak, SATU Indonesia Awards bidang Kelompok menjadi sebentuk penghargaan yang layak mereka sandang.
Nah, itulah sejumlah inspirasi yang bisa kita petik dari anak-anak muda yang mengilap dengan karya-karya mereka.
Jadi, jangan pernah berharap prestasi bakal datang sendiri. Siapa pun yang menginginkannya, harus siaga mengerahkan daya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H