Hari Kebangkitan Nasional, yang kita peringati hari ini, selalu terkait erat dengan istilah "nasionalisme". Jika merujuk kepada KBBI, kata ini memiliki dua makna, yakni:
1. paham (ajaran) untuk mencintai bangsa dan negara sendiri;Â
2. kesadaran keanggotaan dalam suatu bangsa yang secara potensial atau aktual bersama-sama mencapai, mempertahankan, dan mengabadikan identitas, integritas, kemakmuran, dan kekuatan bangsa itu;
Saya menyimpulkan bahwa kedua pengertian "nasionalisme" di atas berkaitan dengan frasa "mencintai bangsa" dan "kesadaran keanggotaan suatu bangsa untuk mencapai tujuan secara bersama-sama".
Banyak referensi yang menyebut Boedi Utomo sebagai sebuah organisasi pengusung paham nasionalisme jauh sebelum kemerdekaan negara kita. Organisasi yang didirikan pada tanggal 20 Mei 1908 itu, pada awal terbentuknya tidak secara tegas menyebut nasionalisme sebagai tujuannya. Mereka lebih mengarahkan tujuan organisasi untuk memajukan pengajaran, pertanian, peternakan, perdagangan, teknik dan industri, ilmu pengetahuan dan seni budaya.
Perubahan orientasi organisasi mulai terjadi sejak Boedi Utomo menempatkan dua orang anggotanya, Mas Ngabehi Dwidjosewojo dan Raden Sastrowidjono, sebagai perwakilan dalam Volksraad alias Dewan Rakyat bentukan pemerintah Hindia Belanda. Tujuan pengiriman perwakilan tersebut tiada lain untuk menjalin kerja sama kooperatif guna mencapai kemerdekaan Indonesia.
Sejak saat itu telah menjadi semakin jelas, apa yang sebenarnya diinginkan Boedi Utomo. Maka tak heran jika Boedi Utomo kemudian dikenal sebagai salah satu organisasi yang memperjuangkan kemerdekaan. Usaha memerdekakan bangsa tentu saja merupakan bentuk nyata sikap mencintai bangsa. Dan mereka akan menggalang upaya mencapai tujuan yang telah mereka tetapkan secara bersama-sama.
Ada sebuah ungkapan yang sangat menarik pernah disampaikan oleh salah seorang pendiri negeri ini, Bung Hatta. Menurut Mohammad Hatta dalam tulisannya di majalah Star Weekly  pada 17 Mei 1958, Boedi Oetomo kala itu sudah mengandung "kecambah semangat nasional".
Membayangkan waktu yang telah berjalan sekian lama, seharusnya si kecambah sudah tumbuh membesar serta memberikan banyak buah yang bisa kita panen hari ini. Alangkah indah membayangkan suasana Hari Kebangkitan Nasional 2020 ini diliputi kegembiraan, atau setidaknya optimisme, karena kita bisa merasakan manisnya hasil "kecambah nasionalisme" yang disemai para bapak bangsa masa itu.
Namun, sepertinya si "kecambah" belum benar-benar tumbuh baik. Padahal tanah kita dikenal amat gembur. Kalau kayu dan batu saja bisa menjadi tanaman, bagaimana pula dengan tanaman sendiri? Pun para warga negaranya masyhur ke seantero dunia sebagai penjunjung semangat gotong royong. Jadi, seharusnya tidak ada alasan sama sekali buat si kecambah untuk tidak tumbuh subur dan memberikan hasil yang melimpah.