"Menjaga kepercayaan orang itu pekerjaan amat berat, maka peliharalah ia sebelum orang tak lagi memercayai kita."
Yang namanya anak IPS itu ya kebanyakan seperti saya ini. Jangankan membongkar komputer atau alat elektronik lainnya, melihat lilitan kabel warna-warni aja sudah pening kepala. Bagaimana pula jika harus mengutak-atik berbagai komponen elektronik yang bentuknya aneh-aneh itu?
Namun kondisi kepepet seringkali mendatangkan kreativitas, atau setidaknya menambah keberanian, atau bahkan mewujudkan kenekatan. Ketika pandemi virus Corona dan pelbagai pembatasan dan kewaspadaan memenjarakan badan, tinggal di rumah adalah pilihan yang paling aman. Persoalan-persoalan yang timbul sedapat mungkin diselesaikan di rumah saja.
Dipepet oleh Kebutuhan dan Keadaan
Mulanya, sejak diberlakukannya social distancing, kebutuhan laptop meningkat di rumah kami hingga membuat alat pintar itu menjadi barang langka. Kemudian muncul semacam gagasan untuk mencoba menggunakan netbook bulukan yang akhirnya bisa saya fungsikan kembali meskipun dengan banyak keterbatasan. Kisahnya telah saya tuturkan dalam "Bila Seorang Penulis Tak Bisa Menyelesaikan Tulisannya".
Memang tidak semua permasalahan si laptop kecil nan butut itu teratasi meskipun sudah coba direparasi beberapa kali, seperti kondisi papan ketik (keyboard) yang tetap tak membaik. Namun "kisah keberanian" saya mencongkel-congkel komputer mini itu mendatangkan rasa percaya diri yang lumayan tinggi. Setidaknya kini saya bisa mengatakan kepada dunia, "Ini lho saya, berani membongkar laptop."
Namun mohon tetap diingat, saya hanya sedikit paham cara membongkar. Kalau soal mbalikin-nya ya jelas nggak ada jaminan.
Ternyata, kisah utak-atik laptop itu berlanjut. Beberapa waktu berikutnya, sejumlah "pasien" mendadak mengantre di depan saya, seseorang yang pura-pura menjadi montir yang sangat amatir. Bukan datang dari mana-mana, sih. Cuma pasien dalam negeri, yakni peralatan milik anggota keluarga sendiri.
Pasien pertama, sebuah laptop yang biasa digunakan anak perempuan saya menyalurkan hobinya menulis cerita dan membikin komik. Mungkin si laptop sudah terlalu penat karena makin jarang beristirahat. Maka, layarnya enggan memunculkan gambar atau tulisan apa pun selain kalimat dalam bahasa Inggris yang menyatakan bahwa dirinya dalam kondisi sakit.
Jika dalam situasi normal, saya tak kan berani menyentuh laptop ini. Bukannya si laptop menjadi baik, bisa jadi malah komplikasi. Biasanya saya hanya akan menawarkan satu solusi, "Nanti kita bawa ke tukang service ya, Nak."
Namun berbagai pembatasan dalam masa pandemi memunculkan keengganan untuk beranjak keluar rumah. Maka, kondisi kepepet ini ternyata menimbulkan sebuah power tersendiri. Seusai menonton beberapa tayangan video di Youtube,--meskipun masih diselimuti rasa pesimis yang tinggi-- saya mulai memencet-mencet tombol ini dan itu mencoba mengusir penyakit si laptop.
Upaya pertama adalah penyelamatan data, terutama sekian banyak konsep cerita dan gambar-gambar komik yang begitu berharga. Tak terbayangkan jika hasil keringat dan pikiran sekian lama anak gadis saya itu sampai hilang entah ke mana rimbanya.
Saya harus berterima kasih kepada Youtube. Meskipun banyak tayangan yang menjengkelkan bertebaran di sana, tetapi ia juga menyajikan konten-konten yang sangat berfaedah. Sebuah di antaranya telah memandu saya menyelamatkan salah satu harta paling berharga milik anak saya. Dengan sarana Notepad, saya berhasil mengangkat semua data dan menjauhkannya dari jurang bencana.
Video-video di Youtube pula yang telah memberikan panduan kepada saya untuk meng-install ulang sistem yang rusak. Sepertinya pekerjaan enteng, ya. Bagi yang terbiasa berkecimpung dalam urusan perangkat lunak komputer, tentu saja bisa melakukan pekerjaan ecek-ecek ini sembari menutup mata. Lha saya kan tidak seperti mereka. Masih ingat kan, saya ini anak IPS yang hingga kini masih suka nggak percaya ada alat bernama komputer yang nyaris bisa mengerjakan apa saja.
Pasien kedua masih orang yang sama, anak perempuan saya. Kali ini, ia melaporkan bahwa sebuah asesoris laptopnya, yakni adaptor alias charger, mendadak ngambek dan tak berfungsi. Waduh, makin sulit aja ini anak ngasih PR ke bapaknya.
Sempat Berprasangka Ada Hoaks
Pekerjaan ini sudah terasa sangat berat sejak awal saya menerima "order". Baru melihat barangnya saja saya sudah bingung, bagaimana cara membuka case adaptor ini, ya? Lha, sekrupnya aja nggak ada. Saya sempat berpikir untuk membongkar paksa dengan pisau atau palu, sebelum terlintas keinginan untuk mencari tahu dari kanal video andalan bernama Youtube.
Pada awal tayangan sebuah video panduan memperbaiki adaptor laptop, saya sempat berprasangka adanya hoaks di dalamnya. Bagaimana tidak, si pemandu menyebut minyak kayu putih sebagai salah satu bahan yang dibutuhkan untuk melakukan gaweyan ini. Sebetulnya ini video panduan memperbaiki adaptor atau video tutorial merawat bayi, ya?
Rasa penasaran mencegah saya beranjak dari depan layar. Ternyata si pembuat video tidak sedang menyebar hoaks. Minyak kayu putih berfungsi untuk melelehkan lem yang merekatkan kedua sisi case adaptor. Untung istri saya punya persediaan minyak telon yang berkhasiat sama dengan minyak kayu putih dalam urusan melelehkan lem.
Itu baru kesulitan awal, sebab memperbaiki adaptor juga membutuhkan sekian banyak perlengkapan yang sebagian besar tidak saya miliki. Sebut saja Multimeter atau entah apa namanya. Juga alat patri bernama solder. Yah, namanya juga anak IPS. Ngukur arus listrik pakai perasaan saja. Dan untuk menyambung kabel, dililit-lilit atau dikaretin juga bisa.
Ya sudahlah, daripada pecah kepala, kali ini saya menyerah saja. Seusai pembongkaran rumah adaptor, saya hanya menarik-narik kabel yang tampak terlipat. Kemudian segera memasang kembali penutupnya dan merekatkannya dengan seutas lakban. Sungguh ajaib, anak saya memberi kabar bahwa charger laptopnya telah berfungsi kembali.
Alih Profesi?
Sekitar dua atau tiga hari setelah saya merayakan keberhasilan "memperbaiki" adaptor, eh pasien yang sama datang lagi. Wah, saya cuma punya satu pelanggan, dong. Dengan mimik rada sedih, anak gadis itu kembali menyorongkan laptop andalannya sambil berkata, "Ayah, keyboard-nya rusak. Tombol-tombol bagian atas nggak bisa dipakai."
We lhadalah, Nduk! Apa kamu pikir bapakmu ini sudah beralih profesi? Yang kemarin itu kan kebetulan saja bisa.
Namun untuk membesarkan hati si buah hati, saya mengiyakan saja. Saya minta waktu kepadanya untuk mengecek kondisi papan ketik laptopnya. Dan ketika saya menuliskan artikel ini, sudah sekitar tiga hari saya berutang janji. Moga-moga saya bisa segera memeriksa laptop anak perempuan saya.
Bukan karena saya memiliki keyakinan bakal mampu memperbaikinya, tetapi semata-mata agar tak luntur kepercayaannya. Menjaga kepercayaan orang itu tidak mudah. Apalagi bila seseorang telanjur hilang kepercayaannya kepada kita. Dalam keadaan seperti ini, memulihkan kepercayaan orang bisa menjadi sesulit menegakkan benang basah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H