Jika Seorang Penulis Tak Bisa Menyelesaikan Tulisannya
Kata seorang psikolog, suatu kegiatan yang dilakukan secara berulang dalam waktu lama bisa menjadi sebuah kebiasaan baru. Saya cukup meyakini pernyataan itu karena sepertinya saya mengalami juga.
Frekuensi yang cukup banyak mengetik dengan huruf-huruf "aneh" tampaknya telah menjadi "habit" baru bagi saya. Ketika saya beralih menulis artikel menggunakan laptop yang lain, termasuk juga ketika mengetik di smartphone, seringkali saya memencet tombol huruf "x" saat bermaksud memunculkan huruf "a". Demikian pula yang terjadi pada empat karakter lainnya.
Ada satu hal yang menjadi kegelisahan saya kini. Jika pandemi Corona berlanjut dalam waktu yang sangat lama, bisa-bisa saya tak mengenali lagi huruf-huruf "q", "w", "a" serta tanda baca "?" dan ".". Masak sih saya harus mengulang belajar membaca dengan mengikuti Kejar Paket A?
Dan di antara kelima karakter yang mungkin akan terhapus dari memori saya, tanda "titik" bisa menimbulkan dampak yang sangat serius terhadap karier saya. Bayangkan saja, ada seorang (yang merasa diri sebagai) penulis tak mengenal tanda titik. Akibatnya, seumur hidup ia tak akan pernah bisa menyelesaikan tulisannya!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H