Mohon tunggu...
Liliek Purwanto
Liliek Purwanto Mohon Tunggu... Penulis - penulis

-

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Kejujuran Estetik dalam Menulis ala Zawawi Imron

25 Desember 2019   11:19 Diperbarui: 26 Desember 2019   09:10 415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: pixabay.com

Tersentuh hati saya membaca sikap D. Zawawi Imron dalam berkarya. Dalam sebuah tulisannya yang mengangkat tema proses kreatif penciptaan karya-karya tulisnya, ia menyebut soal kejujuran estetik.

D. Zawawi Imron, selanjutnya saya sebut DZI, adalah seorang penyair yang lahir di Pulau Garam, Madura. Salah satu buah karyanya yang terkenal berjudul "Bulan Tertusuk Lalang" yang kemudian dilayarperakkan oleh Garin Nugroho dengan judul "Bulan Tertusuk Ilalang".

Semestinya saya merasakan sentuhan frasa "kejujuran estetik" ini setidaknya sepuluh tahun yang lalu, sesuai tahun diterbitkannya buku yang memuat tulisan dimaksud. Namun apa boleh buat, sentakan DZI baru saya rasakan setelah saya mendapatkan buku yang memuat pernyataannya ini.

Buku "Proses Kreatif, Mengapa dan Bagaimana Saya Mengarang Jilid 4" ini, bersamaan dengan buku-buku serupa jilid-jilid yang lain, saya temukan dalam sebuah pameran buku beberapa waktu yang lalu. 

Total ada empat jilid buku berisikan sekian banyak uraian para penulis jempolan dalam proses mereka menemukan ide hingga menjelma karya-karya berkualitas.

Buku-buku bagus ini saya peroleh dengan harga tak wajar. Ya, tak wajar karena harganya di bawah standar khas harga pameran. Meskipun sangat terlambat, saya merasa masih tetap beruntung sempat melahapnya ketimbang tidak merasakannya sama sekali.

Getaran Hati

Sang penulis mengungkapkan perlunya kejujuran estetik dalam menulis. Ia menggambarkan kondisi kejujuran estetik dengan sebuah ungkapan "tidak menulis sesuatu yang bukan getaran batin".

Selanjutnya ia menuliskan keyakinannya berkenaan dengan kejujuran estetik ini. "Saya yakin, puisi yang saya tulis tanpa kejujuran nurani tidak akan mampu mengarungi samudra waktu dan tidak akan punya nilai abadi."

Karena DZI sedikit sekali menguraikan makna kejujuran estetik, saya akan mencoba menafsirkan makna frase itu sendiri. Saya akan menggunakan dua kalimat yang dilontarkannya dan telah saya tampilkan di atas.

Pertama, terkait dengan penggalan kalimatnya yang berbunyi, "... tidak menulis sesuatu yang bukan getaran batin".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun