Mohon tunggu...
Liliek Purwanto
Liliek Purwanto Mohon Tunggu... Penulis - penulis

-

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Puisi | Mangkir

5 Oktober 2019   05:32 Diperbarui: 5 Oktober 2019   06:00 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terlintas peristiwa yang terlewat sekian lama. Semasa aku belajar di sekolah dasar. Tiba di gerbang besi ketika pagar telah rapat terkunci. Membalik badan kembali ke rumah menatap raut ibu yang marah.

Perasaan jeri membawaku mengumbar janji. Bahwa kemalasan ini tak kan terulang untuk kedua kali.

Memasuki masa sekolah menengah kelakuan tak banyak berubah. Bujukan seorang teman berhasil menjebakku termakan umpan. Tinggalkan pelajaran berkeliling kota kelayapan. Menggiring wajah murka ayah menghadap kepala sekolah.

Perasaan jengah memaksaku mengangkat sumpah. Bahwa kebodohanku yang parah bakal segera enyah.

Kini aku menyaksikan gelagat orang-orang terhormat. Yang kabarnya terikat kepada kehendak rakyat. Gemar mangkir enggan berpikir. Tanpa rasa bersalah melenggang tinggalkan amanah.

Apakah di balik peci dan jas yang padu tak lagi tersimpan rasa malu? Dan di antara kebaya dan sanggul yang menawan tak lagi tersisa rasa sungkan? Kapan kalian akan membuka hati dan bergegas memperbaiki diri? Adakah tebersit sedikit niat untuk menggenggam tanggung jawab?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun