Bukannya diam dan mengambil salah satu benda di antara tiga alternatif yang disodorkan bundanya, tangis Adek malah semakin keras. Aku menduga ia merasa cukup terhina dengan sodoran barang-barang yang tak elegan itu. Ia menginginkan dompet yang layak untuk menyimpan hartanya.
"Dompet apaan ini? Emangnya Adek mau pergi ke pasar?!"
Bagaimanapun bundanya membujuk dengan dalil-dalil tentang kesederhanaan hidup, Adek bergeming. Ia tetap tak hendak mengambil dompet-dompet kualitas pasar itu. Ia membandingkan dompet-dompet itu dengan tempat-tempat penyimpanan uang kepunyaan ayah, bunda dan kakaknya.
Persoalan yang berkaitan dengan tempat penyimpanan harta kekayaan Adek baru terselesaikan setelah kakak perempuannya berbaik hati meminjamkan sebiji dompetnya untuk dipakai sang adik. Rupanya Kakak masih menyimpan beberapa dompet cadangan. Entah karena rasa sayang atau akibat sakit kupingnya mendengar rengekan adiknya, tanpa syarat apa pun ia menyodorkan salah satu aset miliknya.
***
Baru usai dengan persoalan pertama, masalah kedua segera menghampiri kami. Lagi-lagi Adek tampak kebingungan. Kali ini ia bimbang hendak dipakai untuk apa uang sebanyak itu? Ia mulai mendata kebutuhan-kebutuhannya.
Layaknya seorang ibu yang bijaksana, Bunda menyarankan Adek untuk menyimpan saja uangnya sebagai tabungan. Nanti Bunda akan membelikannya sebuah celengan. Atau bisa juga Adek menitipkan uangnya di tabungan Bunda.
"Kelak akan berguna untuk memenuhi kebutuhan Adek," ucap Bunda.
Saran yang sangat tidak menarik bagi Adek.
Kini adek telah menuliskan sebuah daftar panjang kebutuhan-kebutuhannya, atau sebenarnya lebih tepat disebut sebagai keinginan-keinginannya. Daftar itu berisi nama-nama barang yang ia ingin memilikinya. Daftar itu juga memuat nama-nama tempat yang ia ingin mengunjunginya. Tak ketinggalan pula ia sebutkan dalam daftar itu kegiatan-kegiatan yang ia ingin mengikutinya.
Meskipun tidak diberi nomor, tapi aku bisa memperkirakan banyaknya keinginan Adek dari panjangnya daftar yang ditulisnya di kertas HVS ukuran kuarto. Barisan data yang dibuatnya dimulai dari ujung atas kertas hingga hampir menyentuh dasar. Dan ia masih terus berpikir keras membayangkan keinginan-keinginan lainnya yang belum tercatat di sana.