Di saat kita jungkir balik memikirkan dan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang seakan-akan tiada habis-habisnya, orang lain bisa ngobrol dan ngopi nyaris sepanjang hari.
Mendapati pembagian kerja dan tanggung jawab yang tak seimbang tersebut, tak jarang timbul rasa iri kita pada sang kawan. "Mengapa Pak Bos tidak memberikan tekanan yang sama kepada setiap anak buahnya?" Barangkali begitu kata hati kita. Jika kita terseret pada pikiran negatif, bisa saja kita mengikuti jejak sang kawan yang berkinerja kurang baik.
Iri hati pada hal-hal yang demikian sungguh berdampak buruk pada kehidupan pribadi kita sendiri. Baik di lingkungan keluarga, lingkungan kerja atau lingkungan mana pun, sikap iri hati ini akan menghambat kemajuan. Iri hati pada kemalasan mendorong kita untuk malas dan cenderung tak peduli.Â
Iri hati pada kebodohan pun mendorong kita mengikuti tabiat orang yang kita anggap tidak memiliki kemampuan yang memadai untuk menyelesaikan tugas-tugasnya.
Dampak yang ditimbulkan oleh rasa iri hati semacam itu biasanya bersifat negatif. Dalam contoh di atas, rasa iri pada saudara yang malas bisa menimbulkan kemalasan pada diri kita. "Enak aja dia kerjaannya dikit banget, sementara kerjaanku sudah beres malah ditambahin terus!" Begitulah salah satu ucapan bernada iri.
Pada contoh yang kedua, ketidakmampuan rekan kerja yang menyebabkan beban pekerjaannya dilimpahkan kepada kita, bisa memunculkan rasa jengkel. Selanjutnya perasaan negatif itu bisa mendorong kita ikut-ikutan mengerjakan pekerjaan secara asal-asalan.
Begitu besarnya pengaruh rasa iri yang pada akhirnya hanya akan menyiksa diri. Seorang penyair mengatakan:
"Siapa senang mempedulikan perilaku orang, ia akan mati gelisah
Sedang orang yang gagah berani akan meraih kenikmatan"
(La Tahzan)
Kesulitan sebagai Pelajaran
Pada sisi yang berbeda, banyak orang menyampaikan bahwa sebenarnya kesulitan bisa menjadi bahan pelajaran yang berharga dibandingkan kenikmatan.Â
Perasaan iri hati yang bertumpu pada adanya kesulitan pada diri kita dan kemudahan pada diri orang lain bisa di balik menjadi sebuah pelajaran. Jika kita bisa menata perasaan dan mengambil hikmah dari kondisi orang lain yang menurut perasaan kita menyulitkan kita, itulah kondisi yang bisa menjadikan kemenangan beralih ke pihak kita.
Dalam buku "La Tahzan", seorang filsuf yang sangat kita kenal, Plato, pernah mengatakan ungkapan seperti ini, "Ketenangan itu laksana malam, karena Anda tidak pernah berpikir panjang tentang apa yang Anda berikan atau apa yang Anda dapatkan. Dan kesulitan itu laksana siang, karena Anda melihat dengan jelas apa yang Anda usahakan dan apa yang diusahakan oleh orang lain."