Mohon tunggu...
Liliek Purwanto
Liliek Purwanto Mohon Tunggu... Penulis - penulis

-

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Bukan Hanya Tak Berambisi, Bahkan Ali Menolak Kekuasaan

28 Mei 2019   06:05 Diperbarui: 28 Mei 2019   06:25 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber gambar: pixabay.com

Sebuah penggalan kisah hidup Ali bin Abi Thalib bisa menjadi contoh yang amat baik dalam kehidupan bernegara. Kecerdasan, keberanian dan perilaku baik Ali sangat menggoda orang-orang di sekitarnya untuk mencalonkan dan mendukungnya menjadi seorang pemimpin umat.

Dalam perjalanan hidupnya kemudian, Ali memang akhirnya menduduki posisi khalifah keempat semenjak ditinggalkan Rasulullah. Semasa beliau menjadi khalifah, cukup banyak pembenahan yang dilakukannya untuk memperbaiki sistem pemerintahan.

Beberapa upaya pembangunan yang dilaksanakan Ali di antaranya, menyita kembali tanah milik negara yang dikuasai perorangan; membangun kekuatan militer dan politik; mengembangkan kegiatan dalam bidang ilmu bahasa dan membangun Kota Kufah. Selain tentu saja usahanya membersihkan pemerintahan dari orang-orang yang terindikasi "tidak bersih". Jelas bahwa Ali memiliki kualitas seorang negarawan.

Namun sebenarnya, jika diberikan pilihan kepadanya, ia tak ingin menerima amanah sebagai kepala negara. Dan ia memang sempat menolak keras jabatan yang disodorkan kepada dirinya. Padahal yang ditawarkan kepadanya adalah sebuah jabatan puncak yang pada masa kini sangat diperebutkan orang.

Adakalanya cara-cara tak etis ditempuh orang atau sekelompok orang dalam upaya memuluskan jalan menuju posisi puncak di pemerintahan. Kualitas diri seorang Ali bin Abi Thalib memang berbeda dengan kebanyakan orang.

Abbas bin Abdul Muthalib, salah seorang paman Ali dan juga paman sekaligus sahabat Rasulullah, sangat gigih mendorong dirinya mengambil posisi khalifah sesaat setelah Rasulullah wafat. Namun dengan tegas Ali menolak.

Sang paman kembali membujuk Ali mencalonkan diri menggantikan Umar bin Khaththab ketika khalifah kedua itu wafat. Namun lagi-lagi Ali berkelit.

Abbas cukup heran mendapati sikap Ali. Keheranan Abbas dijawab Ali dengan sebuah kalimat pendek, "Saya tidak menghendaki adanya perselisihan."

Jika Ali hidup di zaman kini, ia akan mendapatkan predikat seorang manusia langka. Sikapnya dalam memaknai sebuah jabatan merupakan barang aneh dalam kehidupan manusia modern dewasa ini.

Bagi pribadi seagung Ali, jabatan adalah sebuah kesia-siaan bila keberadaannya hanya mendatangkan perselisihan. Ia pernah mengatakan bahwa dirinya lebih memilih mejadi seorang wazir daripada harus memegang kekuasaan negara sebagai seorang amir.

Dalam kisah lain, disebutkan pula banyak pihak lainnya yang juga mendesak agar Ali bersedia menjadi khalifah. Di antara mereka adalah Zubair bin Awwam dan Talhah bin Ubaidillah.

Atas dorongan mereka ini pun awalnya Ali tetap ngotot menolak. Salah satunya karena Rasulullah pernah mengajarkan untuk tidak meminta-minta jabatan.

Dalam suatu kesempatan Rasulullah bersabda, "Kami tidak menyerahkan kepeminpinan ini kepada orang yang memintanya dan tidak pula kepada orang yang berambisi untuk mendapatkannya. (HR Bukhari dan Muslim)

Selepas kepemimpinan Utsman bin Affan, akhirnya Ali harus naik tahta. Ali yang selalu ngotot menolak jabatan, dengan sangat terpaksa menerimanya. Ia tidak kuasa lagi mengelak oleh besarnya harapan dan kepercayaan orang-orang kepada dirinya.

Sepanjang pemerintahannya, Ali banyak mendapat cobaan. Cobaan-cobaan yang diterima oleh kejujuran dan sikap tegasnya. Meskipun mendapat banyak tentangan, ia teguh dengan cara memerintah  yang diyakini kebenarannya.

Sedikit pun Ali tak cemas bakal kehilangan kekuasaan karena tidak mau mengikuti orang-orang yang memaksakan kemauan mereka. Ali menolak mengikuti cara-cara yang tidak sesuai dengan hati nuraninya. Toh, ia memang sebenarnya tidak menghendaki jabatan itu.

Ia menerima jabatan semata-mata mengemban amanah. Dan ia menggenggam kepercayaan banyak orang dengan tetap berpegang pada kebenaran.

Barangkali begitulah kekuasaan harus dijalankan. Karena kekuasaan didapat bukan karena diminta, maka penguasa pun bisa menjalankan kekuasaan sesuai dengan nuraninya.

Referensi: 1, 2, 3, 4, 5.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun