Mohon tunggu...
Liliek Purwanto
Liliek Purwanto Mohon Tunggu... Penulis - penulis

-

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Rencana Menpora Mengkhawatirkan Saya

3 Februari 2019   09:56 Diperbarui: 3 Februari 2019   15:54 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Niat Menteri Pemuda dan Olahraga memasukkan e-sport ke dalam kurikulum sekolah cukup mengkhawatirkan sebagian orangtua (sumber: kompas.com).

Niat Menteri Pemuda dan Olahraga memasukkan e-sport ke dalam kurikulum sekolah cukup mengkhawatirkan saya. Bayangan tentang anak-anak remaja yang lebih sering menunduk, yang selama ini sudah sangat lazim terlihat, akan semakin merebak. Baik dari segi kuantitas anak-anak yang melakukannya maupun frekuensi mereka menjalaninya bisa jadi makin menggila.

Kendaraan umum akan dipenuhi anak-anak yang kurang peduli dengan dunia di sekelilingnya karena terus menundukkan kepala. Di ruang-ruang publik akan semakin banyak kita jumpai remaja-remaja dengan kepala yang tak sempat tegak. 

Meja-meja makan di restoran dan di rumah tangga semakin sepi karena makin sedikit anak-anak yang berceloteh dan bersuara.

Dan para orangtua akan semakin keras menekan-nekan jidat mereka.

Kajian tentang dampak buruk akibat kecanduan gawai telah banyak dilakukan. Ulasan terkait dengan susahnya mengerem ketergantungan anak terhadap gim sudah banyak disajikan. Pun ilustrasi-ilustrasi yang menggambarkan "budaya menunduk" yang semakin meluas terpampang di banyak lapak berita dan media sosial.

Akankah program baru e-sport masuk kurikulum sekolah menambah lagi daftar anak-anak korban teknologi semacam ini?

Saat ini telah banyak orangtua kehilangan akal. Berbagai cara digunakan untuk mencegah anak-anak mereka kebablasan dalam pergaulan dengan dunia digital. Banyak di antara orang-orang yang penuh rasa cemas akan masa depan anak-anak mereka merasa gagal. 

Kira-kira kalimat apa lagi yang bisa dikatakan orag tua bila Pak Menteri jadi memasukkan aktivitas ini ke dalam lingkungan sekolah secara legal?

E-sport banyak manfaatnya, begitu alasan yang dikemukakannya. Misalnya seperti yang dikatakan oleh seorang Psikolog Anak dan Pendidikan. Katanya, olahraga elektronik memberikan beberapa manfaat bagi pemainnya, yakni melatih kemampuan keruangan atau yang lebih dikenal dengan visual-spatial ability dan melatih kemampuan para pemain dalam membuat keputusan yang strategis atau strategic problem solving dalam waktu singkat (tribunnews.com).

Sangat mungkin manfaat seperti itu akan diperoleh para pelaku aktif permainan e-sport. Namun sejauh yang saya ketahui, lebih banyak kajian yang mengungkapkan bahaya keranjingan gim dibandingkan yang mengedepankan manfaatnya.

Seorang psikolog keluarga menjelaskan, bahaya gawai terletak pada konten dan waktu penggunaannya. Ia mengungkapkan bahwa kebanyakan anak menghabiskan waktu bermain gawai berjam-jam sehingga mengorbankan waktu untuk melakukan eksplorasi khas anak-anak, misalnya bergerak, berlari, dan berinteraksi dengan orang sekitar. 

Kerugian lain dengan bermain gawai tanpa terkontrol adalah waktu istirahat anak berkurang yang berdampak untuk perkembangan fisik, dan menurunkan kesempatan anak mengembangkan kemampuan berpikir (republika.co.id).

Jadi, selain melihat adanya beberapa manfaat dari kegiatan e-sport, alangkah baiknya juga memerhatikan dampak-dampak buruk yang diakibatkan oleh kecenderungan anak-anak yang semakin lekat dengan gawai. Jangan sampai manfaat yang didapat tak sebanding dengan pengorbanan yang harus dirasakan.

Kalau cita-cita untuk menghasilkan segelintir prestasi boleh mengorbankan sekian banyak kehidupan remaja, betapa sedih hati kita. Dengan program yang dicanangkan Menpora ini, bisa jadi suatu saat nanti satu atau dua remaja akan menghasilkan medali. 

Namun, bagaimana dengan satu atau dua juta remaja lainnya yang mungkin akan semakin terpapar oleh sekian banyak macam dampak buruk gawai-gawai mereka? Bagaimana pula perasaan para orangtua yang telah mengupayakan segala cara untuk menjaga anak-anak mereka?

Bisa jadi juga bilik-bilik game online semakin menjamur untuk menampung hasrat para remaja mengejar prestasi salah satu bidang studi atau kegiatan ekstra kurikuler resmi sekolah mereka. 

Lalu, anak-anak remaja yang sedang dalam masa kelabilan mental akan semakin gampang menemukan tempat bermain dan bersenag-senang. Yang saya takutkan, kata "kegiatan sekolah" akan digunakan sebagai "password" baru bagi anak-anak yang sejatinya ingin berlama-lama di dunia hiburan.

Kira-kira berapa lagi jumlah otot leher yang akan kaku dan kejang-kejang dengan gelontoran lima puluh milyar rupiah?

Referensi:

  1. Menpora Harap 'E-Sport' Masuk Kurikulum Sekolah
  2. eSports Disebut Miliki Banyak Manfaat untuk Remaja oleh Pakar Kejiawaan Universitas Indonesia
  3. Psikolog Ungkap Daftar Bahaya Anak Bermain Gawai

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun