Ketiga, trotoar sebagai tempat memasang papan reklame. Papan-papan reklame atau iklan liar terpasang di mana pun tempat yang diingini. Dan trotoar menjadi salah satu lokasi favorit untuk urusan yang satu ini. Syaratnya hanya dua, yakni mudah terlihat banyak orang dan tanpa biaya alias gratis. Trotoar memenuhi kedua syarat itu. Maka, bertebaranlah iklan-iklan, mulai iklan kos-kosan hingga obat peninggi badan.
Tak ketinggalan pula, pada musim pileg ini, trotoar mendapatkan satu lagi tambahan beban yang harus dipikulnya. Ia juga mesti menyisihkan sebagian permukaan tubuhnya untuk memberi kesempatan kepada para caleg memasang baliho atau sekadar secarik kertas bergambar dirinya dan visi misi atau semboyan pengabdiannya.
Dalam hal ini, para pejalan kaki kembali diuji. Bagi yang membawa anak-anak, mungkin sesekali mata anak mereka harus ditutupi. Tak jarang di trotoar iklan seronok tersaji. Misalnya, iklan program membesarkan sesuatu tanpa menggunakan obat dan operasi.
Baliho dan iklan caleg mungkin tidak menghambat pejalan kaki. Namun keberadaannya kadang-kadang menimbulkan rasa tak enak hati. Maksud hati ingin menikmati dedaunan hijau yang asri. Namun yang tampak di depan mata justru seperti ini.
Selain itu, tidak semua orang cocok dengan wajah caleg yang terpampang di baliho atau tertempel di pohon-pohon di kanan kiri. Warga yang telah menetapkan pilihan lain dan ingin memalingkan muka tetap harus berhati-hati. Jangan sampai kaki terperosok lubang galian pipa dan kabel yang belum ditutup lagi.
Referensi:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H