Mohon tunggu...
Liliek Purwanto
Liliek Purwanto Mohon Tunggu... Penulis - penulis

-

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Di Teras Rumah Kami, Persija Bisa Mempecundangi Chelsea

16 Januari 2019   19:08 Diperbarui: 30 Juni 2023   15:50 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sepak bola tak hanya populer di kalangan orang dewasa. Anak-anak pun banyak yang menggandrungi permainan asal Britania ini. Tak jauh beda yang terjadi di rumah kami, sepak bola mengalir di urat nadi setiap laki-laki.

Berbagai jenis permainan yang berbau bola akrab di keluarga kami. Dari sepak bola beneran di lapangan, baik lapangan gede maupun jenis permainan bola di lapangan ukuran kecil yang dikenal dengan sebutan futsal hingga sepak bola kertas yang bisa dimainkan di atas dua bidang ubin ukuran 40 x 40.

Sepak bola menjadi salah satu ajang silaturahmi saya dengan anak-anak. Anak remaja kami rutin mengikuti ekstra kurikuler sepak bola dan futsal di sekolahnya. Topik tentang aktivitasnya di dunia sepak bola menjadi bagian bahan pembicaraan yang bisa mencairkan suasana. Sekali-sekali, saya harus menyingkirkan urusan lain, menyempatkan diri hadir langsung menyaksikan dan menyemangati dari pinggir lapangan.

Sementara itu, dengan anak bungsu kami yang masih usia sekolah dasar,sepak bola kertas menjadi sarana yang menyatukan kami. Kami biasa memainkannya di ruang keluarga atau di teras rumah. Jika terpaksa, tak ada salahnya mempergelarkan atraksi ini di kamar tidur atau ruang makan.

Permainan ini tak hanya seru kala digelar di atas "lapangan". Proses perancangan dan pembuatannya pun menimbulkan keceriaan tersendiri, meskipun keluhan pegal-pegal di pinggang tak ayal terucap dari mulut kami.

Kreasi Sepak Bola Kertas

Bersama si bungsu, minggu lalu kami berkreasi dengan kertas karton mencipta model para pemain bola. Bentuknya amat sederhana, hanya sepotong kertas karton digunting persegi panjang, ditambah sedikit lekukan. Lalu gambarlah bentuk dan warna sesuai selera. Bisa mencontoh motif kostum tim-tim dunia, bisa juga kreatif dengan corak karangan kita.

Kami berbagi tugas. Saya mendapat bagian mengukur dan menggunting pola. Setelah itu, giliran si kecil berkreasi dengan pensil warna dan spidolnya. Jadilah pemain-pemain bola dengan kostum dasar warna biru tua.

Kami bisa memainkannya sebagai tim PSIS Semarang, Persib Bandung, timnas Italia atau Perancis. Kalau mau memainkannya sebagai kesebelasan Brasil, bisa juga. Katakan saja, Brasil sedang melawat ke kandang lawan. Atau mau memaksakan timnas Garuda berkostum biru pun mudah-mudahan tak ada yang melarangnya.

Sebelumnya, kami telah memiliki dua tim sepak bola dengan corak dan warna yang berbeda. Namun mereka hilang entah ke mana. Yang membikin kami heran, ketika kami sudah menyelesaikan sepuluh pemain berkostum biru ini, tanpa sengaja kami menemukan kedua tim yang telah kami buat beberapa minggu sebelumnya. Rupanya mereka ngumpet di antara tumpukan lego dan buku-buku cerita.

Kini kami punya tiga tim bola kertas, yang bisa kami namai tim mana saja. Pun para pemainnya bisa menjelma menjadi pemain tanpa nama, pemain kelas kampung, pemain level nasional maupun legenda sepak bola kaliber dunia.

Langkah berikutnya, kami membangun infrastruktur: sebuah lapangan di atas tegel dengan dua unit gawang kertas di atasnya. Tak lupa sebuah bola gulungan kertas kecil sebagai obyek yang akan terus diikuti pandangan mata. Maka, "peluit kick-off" pun bisa segera dibunyikan.

dokpri
dokpri
Cara memainkannya amat sederhana. Pemain menendang bola melalui jemari yang kita tekan pada bagian atas pemain yang berbentuk prisma segitiga. Ketukan pada bagian "kepala" akan menggerakkan "kaki" sang pemain menyentuh bola, dan si gulungan kertas pun melayang di udara berusaha mengarah ke gawang lawan sebagai tujuan akhirnya.

Tim lawan bisa menghadang laju bola dengan menjajarkan para pemain bertahannya di depan penjaga gawang. Jika masih kurang meyakinkan, bisa mencontoh cara bertahan sang manajer yang baru terdepak karena pola parkir busnya.

Hal-hal yang nyaris mustahil bisa tersaji dalam perhelatan kami. Sangat mungkin terjadi, tim lokal Persija meluluhlantakkan Chelsea, tim perkasa asal negeri bola yang didanai miliarder Rusia. Bahkan kita bisa berharap timnas Indonesia mengalahkan tim Tango Argentina, bukan hanya tim sekelas Kamboja.

Nah, kami telah bersiap dengan keseruan yang akan terjadi. Kali ini kami memilih teras rumah dengan semilir anginnya sebagai ajang pertarungan. Saya persilakan si bungsu memilih tim yang disukainya.

Barang baru memang selalu menarik hati. Maka, pilihannya jatuh kepada tim anyar denga kostum biru yang baru saja kami luncurkan dalam sebuah acara sangat bersahaja, tanpa kehadiran awak media.

Pelajaran Hidup dari Permainan Bola Kertas

Karena tidak ada aturan baku dalam permainan ini, beberapa kali kami berdebat menentukan aturan mana yang akan diberlakukan.  Dari soal jumlah pemain inti dan pengganti, posisi pemain yang statis atau dinamis, sampai aturan handball dan hukumannya.

Kadang-kadang saya membiarkan anak saya menetapkan aturan untuk merangsang kreativitasnya. Keyakinan saya, kreativitas bisa menjadi modal berarti dalam kehidupannya nanti.

Namun sesekali saya turut campur memberi saran dan masukan agar ia pun belajar tentang keragaman dan toleransi. Semoga kelak ia tumbuh menjadi manusia dewasa yang punya empati dan tak mau menang sendiri.

Seperti juga dalam kehidupan yang sesungguhnya, permainan ini pun bisa mendatangkan rasa sedih dan kecewa, dan pada waktu yang berbeda kerap pula mengundang tawa dan gembira. Dari sini, anak-anak bisa belajar cara menyikapinya.

Jadi, kami bukan hanya mendapatkan keseruan permainan yang bisa mendekatkan kami, ayah dan anak, tetapi banyak juga pelajaran hidup yang kami petik bersama-sama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun