Mohon tunggu...
Liliek Purwanto
Liliek Purwanto Mohon Tunggu... Penulis - penulis

-

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Sampah Tahun Baru

4 Januari 2019   12:43 Diperbarui: 4 Januari 2019   12:55 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seperti juga tahun-tahun sebelumnya, usai perayaan menyambut tahun baru, sampah menggunung di berbagai tempat. Sejumlah media pemberitaan mengabarkan bahwa sampah yang terkumpul dalam perayaan tahun baru di ibu kota mencapai 327 ton. Saya kira di kota-kota lainnya juga akan tersua banyak onggokan sampah pasca pesta yang sering kali digelar hingga menjelang fajar di tahun anyar.

Gunungan sampah bisa menggambarkan seberapa meriah pergelaran sebuah acara dengan mengira-ngira jumlah pengunjung yang meramaikannya. Dari serakan sampah, kita juga bisa memperkirakan seberapa tinggi  tingkat kesadaran orang memperlakukan barang-barang yang terbuang itu.

Saya tidak akan membahas persoalan sampah fisik yang jelas kelihatan wujudnya dan segera hilang dari pandangan setelah truk-truk Dinas Kebersihan menyingkirkannya. Saya hanya akan sedikit mengulas urusan sampah tahun baru dalam wujud yang berbeda. Jenis sampah yang sangat mungkin bakal meninggalkan jejak dalam kurun waktu yang lebih panjang.

Selain jenis sampah fisik berwujud bekas kembang api, kertas dan pernak-pernik aksesori pesta, bungkus makanan, kemasan minuman dan sampah lain yang semacam itu, kebanyakan acara yang diselenggarakan untuk menyongsong tahun baru juga meninggalkan berbagai macam sampah dalam bentuk lain.

Acara yang digelar hingga lewat tengah malam tentu akan memengaruhi kondisi fisik seseorang. Dampak yang langsung dirasakan adalah beratnya badan ketika diajak bangun pagi hari. Padahal, selain memang ada kewajiban yang harus ditunaikan pada pagi hari, kabarnya pagi juga merupakan waktu mulai beredarnya rezeki. Untuk urusan ini, sampai ada istilah "rezekinya akan dipatok ayam" bagi orang yang malas bangun pagi.

Mungkin kita bisa mengemukakan alasan bahwa hari pertama di tahun baru adalah hari libur, sehingga kita tidak mempunyai kewajiban untuk bekerja. Namun, yang saya pahami sebagai hakikat rezeki tidak selalu berhubungan dengan pekerjaan atau profesi yang melekat pada diri kita termasuk gaji dan pendapatan lain yang kita peroleh dari pekerjaan itu.

Rezeki bermakna sangat luas. Wujudnya bisa muncul dalam berbagai ragam. Satu di antaranya adalah tubuh yang sehat. Bagaimana mau memiliki badan sehat kalau waktu terbaik untuk beristirahat justru digunakan untuk melakukan aktivitas yang menguras tenaga?

Jika ada yang berpendapat bahwa kegiatan ini hanya dilakukan sekali dalam setahun sehingga tidak akan berpengaruh besar terhadap kesehatan dan urusan lainnya, ya monggo saja. Kalau saya sih memang kurang bisa menikmati acara-acara semacam ini.

Sampah lain yang kemungkinan terhambur dalam perayaan malam tahun baru adalah polusi suara yang merambah sekitar lokasi acara. Jika hanya bunyi terompet dan gemuruh sorak-sorai, mungkin masih bisa diterima. Namun, gelegar suara-suara kembang api yang meletup di malam buta sangat mungkin mengusik ketenteraman penduduk yang tak hendak berpesta. Belum lagi kalau dibarengi dengan pentas musik yang gegap gempita.

Tentu saja tidak semua perhelatan acara menyambut tahun baru berlangsung seperti itu. Banyak juga penyelenggara yang telah melakukan antisipasi yang baik terkait dengan kebisingan suara, pengelolaan sampah dan potensi gangguan lainnya. Misalnya saja pemilihan lokasi acara yang jauh dari permukiman warga serta pengelolaan sampah yang baik dan terencana.

Namun demikian, saat saya bersemayam di rumah pun, gelegar suara-suara kembang api tetap saja datang menghampiri. Bisa jadi kegiatan yang menimbulkan gangguan semacam ini digelar oleh individu-individu yang tidak terorganisir dengan rapi.

Itulah mengapa, di malam tahun baru, saya lebih suka mendekam di kandang. Kalau bisa dan sempat berkarya---misalnya menulis---ya berkarya. Bila tak sanggup menangkap ide yang bisa saya kembangkan menjadi sebentuk tulisan, cukuplah saya membaca. Jika membaca pun enggan, ya udah, tidur aja.

Mengutip kalimat orang bijak, kalau tak bisa memberikan manfaat bagi orang sekitar, setidaknya jangan mengganggu mereka. Karena level saya belum mampu memberikan faedah bagi lingkungan, saya hanya berusaha menahan diri untuk tidak mengusik ketenangan orang-orang di sekeliling saya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun