Mohon tunggu...
Liliek Purwanto
Liliek Purwanto Mohon Tunggu... Penulis - penulis

-

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Sedikit Lelucon di Bulan Bahasa

29 Oktober 2018   12:05 Diperbarui: 29 Oktober 2018   13:12 779
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cukup sering saya mendapati cara memperkenalkan diri yang aneh. Model perkenalan ajaib itu marak dalam forum tatap muka maupun grup obrolan daring semacam whatsapp. Kalimat perkenalan diri yang ganjil itu kira-kira begini bunyinya, "Bapak-bapak dan Ibu-ibu, mohon ijin memperkenalkan diri. Saya dengan ...." Titik-titik berisi nama orang yang memperkenalkan diri.

Kala saya berada dalam sebuah forum dan ada orang yang memperkenalkan diri dengan kalimat seperti itu, biasanya perhatian saya terpecah antara topik yang sedang menjadi bahasan dalam forum dan cara memperkenalkan diri yang aneh itu. Kadang-kadang porsi waktu untuk memikirkan kalimat perkenalan semacam itu lebih besar daripada untuk memperhatikan acara utamanya.

Sesekali saya membayangkan diri saya yang memperkenalkan diri dengan perkataan seperti itu. Untuk bisa memperkenalkan diri dengan cara itu, saya harus menggandeng seseorang dengan nama yang sama dengan saya. Dengan adanya orang bernama Liliek bersama saya, maka saya akan leluasa memperkenalkan diri saya dengan cara demikian.

"Bapak, Ibu, Saudara, saya akan memperkenalkan diri. Saya dengan Liliek. Nama saya Liliek dan yang berada di sebelah saya ini juga Liliek. Jadi, saya dengan Liliek." Perkiraan saya, perkenalan diri semacam ini mestinya tidak menimbulkan pertanyaan bagi khalayak.

Namun kenyataannya, amat jarang saya menemukan seseorang bernama Liliek di sekeliling saya saat saya membutuhkannya. Dalam situasi demikian, saya tidak akan bisa memperkenalkan diri saya dengan ucapan seperti itu. Saya harus memikirkan kalimat lain.

Bagi saya, hal itu tidak menjadi masalah, sebab saya bisa menggunakan cara yang berbeda. Misalnya begini, "Selamat pagi Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak. Mohon ijin, saya hendak memperkenalkan diri. Saya Liliek. Saya datang ke sini sendirian, tidak dengan siapa-siapa."

Saya berharap, perkenalan diri saya berjalan lancar dan tidak menimbulkan perdebatan yang tak berguna. Dengan begitu, acara bisa dilanjutkan dengan kegiatan lain yang bermanfaat.

Masalahnya, cukup banyak orang yang tampak kesulitan memperkenalkan diri jika tidak didampingi oleh rekan atau kolega atau siapa pun yang memiliki nama---atau setidaknya panggilan---yang sama dengan dirinya. Adakalanya orang tetap nekat berkenalan dalam kondisi seakan-akan ada orang bernama serupa dengan dirinya berada di forum yang sama.

Saya akan memberikan sebuah contoh perkenalan diri seorang rekan saya yang bernama Bambang (bukan nama sebenarnya). Suatu ketika Bambang mengikuti sebuah pertemuan di Jakarta. Sebagai anggota baru dalam komunitas itu, dia memperkenalkan diri dengan mengucap, "Selamat pagi. Perkenalkan, saya dengan Bambang."

Tidak ada jaminan bahwa semua orang akan diam saja mendengar ungkapan seperti itu. Ada kemungkinan orang yang belum mengenal si Bambang akan bertanya, "Lha, Anda sendiri siapa?"

Karena merasa tak bersalah, Bambang menjawab dengan tingkat keyakinan diri yang tinggi, "Saya dengan Bambang!"

Bisa saja si penanya menjadi emosi dan berucap, "Saya nggak nanya Anda dengan siapa. Tapi yang saya tanyakan, Anda siapa?!"

Waduh. Nggak enak kan bikin orang jadi emosi. Maksud hati mau berkenalan agar menjadi akrab dengan seisi ruangan, eh malah bikin orang marah.

Atau dalam kasus lain, orang yang telah mengenal Bambang  akan mengajukan pertanyaan begini, "Mana Bambang yang satu lagi?"

Bambang menjawab, "Saya tidak mengerti maksud Anda. Tidak ada Bambang yang lain. Bambang yang ada di sini ya cuma saya."

Celakanya, orang itu tak hendak berhenti sampai di sini. "Tadi Anda bilang Anda dengan Bambang!", ujarnya dengan tensi meninggi, "Berarti Anda telah berbohong, dong! Anda menyebarkan hoax!"

Wah, makin gawat aja, nih. Kok jadi dikait-kaitkan dengan hoax segala, ya. Apa karena urusan itu lagi ngetrend?

Saya yakin tidak ada unsur kebohongan dalam hal ini. Mungkin hanya karena mau praktis saja. Tapi kalau alasannya praktis, nggak pas juga. Kalimat "Saya Bambang." jelas lebih ringkas ketimbang "Saya dengan Bambang." Lebih hemat satu kata, lho.

Maksud saya, praktis karena tinggal mengikuti orang lain yang juga berucap seperti itu. Semacam terjangkit budaya latah dengan rumus favorit copy -- paste. Mungkin terinspirasi oleh anjuran untuk melestarikan budaya. Padahal, maksud anjuran itu bukan begitu.

Adakalanya saya bertanya-tanya pada diri saya sendiri. Kenapa ya orang lain bisa tenang-tenang saja menyaksikan kejanggalan semacam itu, sementara saya kok selalu merasa tidak nyaman? Sungguh saya tidak habis pikir.

Ya sudah. Daripada pusing-pusing, ambil hikmahnya saja. Kegelisahan saya akhirnya bisa menelurkan artikel ini. Gelisah pangkal produktif.

Sebagai  penutup, saya sampaikan bahwa tulisan ini bukan artikel yang terlalu serius. Saya hanya ingin berkiprah di bulan bahasa dan ikut "mendjoendjoeng bahasa persatoean". Semoga ulasan tentang sedikit kelucuan berbahasa ini bisa turut memeriahkan bulan bahasa yang akan usai beberapa hari ke depan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun