Mohon tunggu...
Liliek Purwanto
Liliek Purwanto Mohon Tunggu... Penulis - penulis

-

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Bulan Bahasa dan Kepedulian Berbahasa

21 Oktober 2018   21:46 Diperbarui: 22 Oktober 2018   15:01 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu berita yang ditulis oleh Republika.co.id hari ini berjudul "Jadi Tersangka, Polisi Segera Panggil Ahmad Dhani". Ini bisa jadi ajang bagi kita untuk main tebak-tebakan. Membaca judul tersebut, menurut Anda, yang menjadi tersangka itu polisi atau Ahmad Dhani?

Ini sih, tebakan yang terlalu gampang dijawab. Pasti Anda menduga Ahmad Dhani, bukan? Saya pun mengira demikian.

Ternyata keyakinan Anda dan saya memang benar adanya. Alinea pertama dalam berita itu telah menunjukkannya. "Ahmad Dhani akan dipanggil Kepolisian Daerah Jawa Timur kasus pencemaran nama baik pekan depan. Pemanggilan itu menyusul status Dhani yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut pada Kamis (18/10) lalu."

Saya mengira, seperti juga yang saya alami, keyakinan Anda berangkat dari dua kondisi, yakni kebiasaan yang berlaku umum dalam masyarakat dan adanya pengetahuan atau informasi awal yang berasal dari berita-berita sebelumnya.

Terkait kalimat di atas, kebiasaan yang kita pahami adalah polisi memanggil orang yang menjadi tersangka, bukan sebaliknya. Dengan bentuk atau model apa pun, kalimat tersebut akan menggiring kita untuk menduga bahwa yang menjadi tersangka adalah Ahmad Dhani.

Sebelum membaca berita itu, kita sudah mengikuti berita-berita sebelumnya tentang dugaan Ahmad Dhani melakukan pencemaran nama baik. Nah, begitu membaca berita dengan judul "Jadi Tersangka, Polisi Segera Panggil Ahmad Dhani", langsung saja kita meyakini bahwa Ahmad Dhani-lah yang menjadi tersangka dan dipanggil polisi.

Untungnya, dengan bantuan pengetahuan dan pengalaman kita, dugaan kita benar. Seandainya pengetahuan dan pengalaman kita akan hal itu nihil, dan kita hanya mengandalkan kalimat dalam judul berita dimaksud, apakah kita yakin tidak akan gagal paham?

Kita ambil satu contoh kabar lain dengan model judul yang mirip dengan judul berita di atas. Ada sebuah warta dari dunia olah raga yang ditayangkan Tribunwow.com tanggal 23 September 2018 berjudul "Jadi Juara China Open 2018, Anthony Ginting Sukses Kalahkan 4 Juara Dunia".

Anda pasti mengira bahwa yang menjadi juara China Open 2018 adalah Anthony Ginting, sama seperti dugaan saya.

Anda dan saya benar. Penjelasan mengenai hal itu terdapat dalam kalimat pertama berita itu. "Atlet bulutangkis tunggal putra Indonesia, Anthony Sinisuka Ginting berhasil keluar sebagai pemenang China Open 2018 usai mengalahkan wakil Jepang, Kento Momota di partai final, Minggu (23/9/2018)."

Dari judul kedua berita di atas, kita bisa  mengambil kesimpulan berdasarkan pengetahuan dan informasi yang telah kita miliki, bukan dari kalimat yang disampaikan oleh orang yang menyampaikan berita.

Sekali lagi, jika kita tidak memiliki pengetahuan sebelumnya tentang kedua berita itu, apakah kita bisa mengambil kesimpulan yang benar? Mari kita coba.

Kini, saya akan mengganti kalimat dalam kedua judul berita itu dengan informasi yang netral namun tetap menggunakan struktur kalimat yang sama.

Kalimat pertama, "Jadi Tersangka, Andi memeluk Amir".

Kalimat kedua, "Jadi juara China Open 2018, Budi menyalami Badu".

Bagaimana pendapat Anda? Menurut Anda, siapa yang jadi tersangka? Dan siapa yang jadi juara?

Kedua kalimat tersebut memiliki struktur yang sama. Lantas mengapa bisa menimbulkan kesimpulan yang berbeda? Menurut saya, hal ini terjadi karena ada ketidakkonsistenan dalam berbahasa. Penggunaan bahasa tidak berdasarkan pada hukum-hukum bahasa yang benar.

Kedua judul berita di atas menggunakan struktur kalimat majemuk, lebih tepatnya kalimat majemuk bertingkat. Dalam kalimat majemuk bertingkat, satu kalimat bertindak sebagai induk kalimat, sedangkan kalimat yang lain berperan selaku anak kalimat.

Pada judul pertama, induk kalimatnya adalah "Polisi segera memanggil Ahmad Dhani." Karena ia memiliki komponen yang lengkap. Sementara itu, anak kalimatnya adalah "jadi tersangka". Karena yang dimaksudkan sebagai tersangka adalah Ahmad Dhani, maka jika mau disempurnakan menjadi satu kalimat yang bisa berdiri sendiri, subyek Ahmad Dhani harus ditambahkan sehingga menjadi "Ahmad Dhani menjadi tersangka."

Untuk menjadi kalimat majemuk yang tepat dan tidak menimbulkan kebingungan, saya kira lebih baik kalimatnya diubah menjadi "Jadi tersangka, Ahmad Dhani akan dipanggil polisi."

Senyampang di bulan bahasa, alangkah eloknya bila kita lebih hirau akan penggunaan Bahasa Indonesia yang benar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun