Ketidakyakinan akan terpenuhinya beberapa hal mendasar itu bisa menjadi penyebab ciutnya hati dan surutnya nyali untuk menerbitkan tulisan. Maka, hingga kini dalam folder draft saya masih tersimpan rapi beberapa tulisan setengah jadi. Mereka masuk daftar tunggu pemeriksaan kelengkapan dasar atau menanti tataran kenekatan saya meningkat.
Saya meyakini, senekat-nekatnya Pak Andrias, beliau tetap memberikan pertimbangan mendasar atas tulisan-tulisannya. Begitu pula Pak Fauzil. Meskipun apa adanya, saya menduga beliau tetap menerapkan standar minimal yang harus terpenuhi.
Saya terus mencoba menerapkan resep Pak Andrias Harefa. Saya juga berikhtiar mengikuti kalimat Pak Fauzil. Buktinya, beberapa tulisan saya yang bermodal nekat dan apa adanya turut menghiasi beberapa halaman Kompasiana.
Nekat dengan Bekal Minimal
Meskipun nekat dan apa adanya, saya tetap membekali diri dengan beberapa kebiasaan yang meyakinkan saya bahwa setidaknya tulisan saya tidak terlalu jauh keluar dari kaidah paling dasar.Â
Kebiasaan yang saya lakukan antara lain menambah porsi membaca karya orang lain, menggunakan beberapa perangkat penunjang, yaitu Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Kamus Sinonim atau Tesaurus Bahasa Indonesia dan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan (EYD), serta pengecekan menyeluruh sebelum tulisan tayang.
Saya coba bahas masing-masing bekal minimal yang saya maksudkan tersebut di bawah ini:
Bekal pertama, kebiasaan memperbanyak membaca karya orang lain mendatangkan beberapa keuntungan. Pertama, menambah wawasan, memunculkan ide dan memperbanyak kosa kata.Â
Kedua, meningkatkan keyakinan diri karena menurut pengamatan yang saya lakukan, saya mendapati kenyataan bahwa tidak semua tulisan yang tampil di media berkualitas tinggi. Jadi tulisan yang saya hasilkan moga-moga bukan yang terburuk. Tidak ada maksud lain dari pernyataan ini selain untuk menaikkan kepercayaan diri saja.
Bekal kedua, saya menggunakan beberapa perangkat penunjang, yakni:
1. KBBI