Sebenarnya hanya sebuah kejadian "sepele", namun entah kenapa masih membekas di benak saya setelah berlalu beberapa tahun lamanya. Seorang rekan kerja saya melempar bungkus permen ke jalan melalui jendela mobil yang kami tumpangi.Â
Kami sedang dalam sebuah perjalanan dinas kala itu. Raut muka kolega saya itu biasa-biasa saja. Seakan memang demikian yang harus dilakukannya.
Rupanya bagi rekan saya ini, jalanan adalah tempat sampah. Ya tempat sampah terpanjang di dunia. Dan ternyata bukan hanya jalanan yang dijadikannya tempat membuang sampah. Pada kesempatan lain, halaman kantor beserta pot-pot tanaman juga dijadikannya bak sampah.Â
Kenyataannya bukan hanya rekan kerja saya yang berlaku demikian. Sering sekali saya menjumpai kulit pisang atau puntung dan bungkus rokok melayang di udara. Ia keluar dari kaca-kaca mobil dan terhempas di aspal jalanan.Â
Sampah-sampah itu pun terlindas ban-ban kendaraan yang lalu lalang. Bersama dengan debu dan asap kendaraan, mereka mewarnai hiruk pikuk suasana jalanan. Lengkap sudah berbagai jenis polusi mengisi  permukaan jalan dan udara di atasnya.
Rekan saya seorang yang berpendidikan. Hal itu terbukti dengan statusnya sebagai karyawan di instansi yang mempersyaratkan pendidikan minimal untuk level tertentu.Â
Saya pun meyakini, para pelempar sampah melalui kaca-kaca mobil itu juga orang terpelajar. Saya tidak menanyai pendidikan mereka. Namun melihat jenis dan kondisi kendaraan yang mereka kendarai, mestinya mereka tidak kesulitan mendapatkan jenjang pendidikan yang memadai.
Dengan rasa tanggung jawab, mereka akan menyimpannya hingga sampai mobil atau bahkan sampai rumah kami dan memasukkannya ke dalam tong sampah yang sebenarnya.