Ilustrasi adalah bagian tak terpisahkan dari sebuah tulisan, entah itu artikel, fiksi atau jenis tulisan lain. Berbagai wujud penerbitan pun membutuhkan ilustrasi di dalamnya, apakah itu situs daring atau media cetak termasuk buku. Hampir semua tulisan di Kompasiana pun dilengkapi dengan ilustrasi.
KBBI memberikan penjelasan mengenai ilustrasi dan fungsinya dalam tiga deskripsi, yakni: 1. Gambar (foto, lukisan) untuk membantu memperjelas isi buku, karangan, dan sebagainya; 2. Gambar, desain, atau diagram untuk penghias (halaman sampul dan sebagainya); 3. (Penjelasan) tambahan berupa contoh, bandingan, dan sebagainya untuk lebih memperjelas paparan (tulisan dan sebagainya);
Sementara itu Wikipedia menyampaikan uraian mengenai ilustrasi sebagai hasil visualisasi dari suatu tulisan dengan teknik drawing, lukisan, fotografi, atau teknik seni rupa lainnya yang lebih menekankan hubungan subjek dengan tulisan yang dimaksud daripada bentuk.
Berkaitan dengan tujuannya, menurut Wikipedia tujuan dibuat ilustrasi adalah untuk menerangkan atau menghiasi suatu cerita, tulisan, puisi, atau informasi tertulis lainnya. Diharapkan dengan bantuan visual, tulisan tersebut lebih mudah dicerna.
Sesuai paparan di atas, saya berkesimpulan bahwa ilustrasi merupakan salah satu bagian penting dari sebuah karya tulis yang berfungsi untuk menghias, memperjelas dan/atau memberi contoh agar tulisan lebih menarik dan/atau lebih mudah dicerna. Bahkan ada pula ilustrasi yang lebih menarik ketimbang tulisannya. Bentuk ilustrasi bisa berupa foto, sketsa, lukisan atau bentuk karya seni rupa yang lain.
Pertimbangan dalam Penetapan Ilustrasi
Menilik peranan ilustrasi yang demikian, saya pun hampir selalu menyertakan ilustrasi dalam setiap tulisan saya. Ada beberapa pertimbangan yang senantiasa menjadi bahan kajian ketika saya akan menayangkan sebuah ilustrasi sebagai pelengkap tulisan saya.
Pertimbangan pertama terkait hak cipta. Saya sempat merasa khawatir ketika akan mengambil sebuah gambar atau foto pada sebuah situs daring. Apalagi dalam setiap gambar selalu ada kalimat peringatan, "Gambar mungkin memiliki hak cipta." Karena kebetulan saya "merasa" bisa menggambar, maka saya lebih banyak menampilkan ilustrasi hasil sketsa saya sendiri. Selain untuk menghindari pelanggaran hak cipta, gambar bikinan sendiri lebih bisa diatur dan disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan ilustrasi tersebut.
Pada awalnya, karena masih kurang pede, saya sempat minta tolong anak perempuan saya yang jago nggambar untuk membuatkan ilustrasi sebagai pelengkap tulisan pertama saya di Kompasiana, "Mengulang tidak Selalu Mudah". Setelah itu, saya sudah berani menampilkan ilustrasi dari sketsa buatan saya sendiri.
Yang kedua adalah tingkat kerumitan sebuah ilustrasi. Saya hanya berani menampilkan ilustrasi yang sederhana dengan sketsa hasil buatan saya sendiri. Untuk kategori ilustrasi yang rumit, saya masih sering mencomot karya orang lain, tentu dengan mencantumkan sumbernya.
Pertimbangan ketiga menyangkut deadline atau target penayangan sebuah tulisan. Kadang-kadang waktu yang tersedia tidak terlalu banyak. Saya ambil contoh ketika saya mengikuti kompetisi THR Kompasiana, tulisan harus sesuai dengan tema yang ditetapkan harian.
Meskipun hanya empat kali saya mengikuti perlombaan ini, saya merasakan tekanan waktu yang sangat ketat sehingga tidak sempat lagi memikirkan ilustrasi. Maka, dari empat tulisan saya di kompetisi ini hanya sekali saya membuat ilustrasi sendiri dan selebihnya saya mengambil gambar jadi yang bertebaran di situs daring. Hal yang sama saya lakukan untuk mengejar aktualitas tulisan terkait Piala Dunia.
Ilustrasi Konyol
Ini cerita lain menyangkut ilustrasi. Saya sempat mengalami beberapa peristiwa konyol dalam penetapan ilustrasi. Kekonyolan terjadi baik pada ilustrasi comotan maupun yang orisinal.
Saat berebut waktu dengan deadline tulisan bertema persiapan Lebaran, saya mengambil jalan praktis memungut sketsa di sebuah situs daring. Beberapa waktu kemudian, saya mendapati kenyataan bahwa ilustrasi yang saya munculkan sama persis dengan yang ditampilkan seorang rekan Kompasianer.
Pernah juga saya mengalami persoalan teknis terhadap akun Kompasiana saya. Salah satu upaya yang saya lakukan adalah dengan menuliskannya dalam tiga artikel yang saling terkait. Ketiganya adalah "Misteri yang Belum Terpecahkan", "Si Bug yang Masih Betah di Kompasiana" dan "Terima Kasih Kompasiana, si Bug Telah Pergi".
Kekonyolan terjadi pada artikel yang ketiga. Ketergesaan saya membuat si Bug menjadi amat menderita. Saya lupa "memasang" antena di kepalanya. Bayangkan saja, si Bug yang tengah terbirit-birit itu tak lagi punya antena. Padahal hampir setiap serangga menggantungkan keberlangsungan hidup pada antena mereka. Seandainya kondisi si Bug benar-benar tak berantena, barangkali Kompasiana tak perlu capek-capek mengusirnya, karena ia tak kan bisa mengganggu kita tanpa senjata andalannya. Bisa jadi ia akan mati dengan sendirinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H