Dalam masa belasan tahun yang lalu, aku pernah menikmati zaman keemasan kreatifku. Kala itu aku mampu menghasilkan karya, beberapa tulisan fiksi dan humor ringan. Karya-karyaku termuat dalam beberapa penerbitan tabloid dan majalah.
Aku pun bisa dengan cukup bangga menyampaikan kepada ayahku bahwa beliau bisa mengalokasikan jatah uang SPP-ku untuk belanja ibu. Aku telah melunasinya dari kemampuan menulis yang kumiliki.
Itulah kenangan indah yang kembali membayang. Ketika itu, kesulitan yang aku hadapi bukan hanya saat mencari ide dan mengalirkannya dalam bentuk tulisan. Namun aku juga mesti "berjuang" mencari senjata yang tak kumiliki.
Biasanya dengan dalih mengerjakan tugas kuliah, aku bisa mendapatkan pinjaman mesin ketik dari kawan yang cukup "kaya". Saat itu memang masih jaman sangat old di masa mesin pintar bernama komputer belum merajalela.
Namun sungguh sayang. Periode kreatif yang kujalani tidaklah lama, hanya sebatas beberapa tahun masa kuliah. Sekeluar dari kampus, aku segera mendapatkan predikat "mewah" sebagai pegawai pada sebuah institusi milik negara. Dengan penghasilan yang bisa menghidupi diriku, dan kelak juga dengan keluargaku, aku pun segera bisa mengistirahatkan otak kananku dalam tidur panjang.
Setelah periode yang demikian lama vakum tanpa menghasilkan sebuah karya pun, tiba-tiba otak kananku menggeliat bangun. Ia meronta memintaku untuk kembali mengaryakannya.
Rupanya ia sudah tak tahan menjadi pengangguran dan barangkali sudah teramat penat terus-terusan tidur. Aku pun menurut dan mencoba mengajaknya kembali berkarya bersama. Beberapa minggu bahkan telah terhitung bulan, upaya kami belum berhasil. Belum satu jua karya tulis lahir dari kolaborasi kami. Padahal dahulu kami bisa melakukannya.
Usai jam kerja di malam hari, tidak berhasil. Bangun tidur di tengah-tengah dunia yang amat gelap, tak juga muncul inspirasi. Awal pagi setelah subuh pun aku telah mencoba, masih idem juga.
Sama pula macetnya pikiranku saat aku mencobanya di tengah terangnya sinar matahari. Mungkinkah imajinasiku telah punah? Apakah gerusan rutinitas demikian dahsyatnya hingga meneggelamkan salah satu potensi dalam diriku?
 Namun, dorongan untuk berkarya sudah semakin sulit dibendung. Banyak pakar dan praktisi menyatakan agar menulis terus dilakukan. Tuliskan apa saja yang terlintas. Dalam kondisi good mood ataupun bad mood.  Ada atau tanpa ide. Maka, jadilah tulisan ini sebagai salam pembuka.