Bandung, menjadi saksi kisah perantauan mahasiswi yang jauh dari keluarga. Tepatnya pada tahun 2012 - 2016, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) menjadi tempat menimba ilmu pendidikan tinggi. Selama itu pula, kurang lebih 4 tahun melewatkan Ramadan di tanah rantau.
Berhubung tidak ada peralatan memasak hanya magic com untuk menanak nasi, untuk lauk hampir setiap hari beli. Untuk membeli pun mencari lauk atau makanan dengan harga yang murah meriah. Puasa tahun pertama, tidak terlalu kesulitan karena beberapa waktu sempat ikut menumpang di tempat saudara.
Tahun-tahun berikutnya sudah mulai mandiri mencari makanan untuk berbuka. Kadang ada teman kost sebelah yang berbaik hati menawarkan makanan. Tapi kadang karena kesibukan di organisasi akhirnya sering beli makanan di luar.
Namanya kampus tidak pernah sepi dengan penjual makanan apalagi saat Ramadan. Jelang buka puasa di seputaran kampus banyak dijumpai pedagang-pedagang makanan yang beraneka ragam. Bandung memang terkenal dengan surganya makanan. Tinggal pilih dan beli, bsa dimakan di tempat atau di kostan.
Tahun-tahun awal pengeluaran cukup banyak, ada banyak keinginan untuk mencoba berbagai makanan yang ditawarkan. Saat itu, tertujulah pandangan saya pada satu pedagang ayam yang cukup ramai dikerubungi mahasiswa/I. Yaps, dikenal dengan sebutan Ayam Cibarengkok. Serupa dengan fried chiken dan ada juga nasinya.
Pada saat itu, harganya cukup miring nasi dengan ayam hanya di kisaran Rp 6000 sampai Rp 8000. Lumayan kan apalagi buat anak kost. Ternyata ayam cibarengkok ini juga menjadi favorit banyak mahasiswa dan menu yang sangat praktis dan irit di kantong.
Dulu bisa dikatakan hampir sering membeli ayam cibarengkok ini, karena mau beli makanan yang lainnya takut mahal dan keuangan tidak bisa dihemat. Apalagi ayam yang ditawarkan ini cukup besar, dagingnya banyak, dan ayamnya juga gurih. Ditambah dengan nasi yang dibungkus dengan daun pisang.
Tapi, lama kelamaan bosen juga kalau setiap hari harus makan ayam cibarengkok. Sesekali, tak masalah membeli makanan lainnya sekaligus untuk mencicipi cita rasa yang ditawarkan dari setiap penjual. Kadang, ada pula kelompok-kelompok mahasiswa yang berbaik hati memberikan takjil dan buka puasa gratis. Ini yang selalu diburu mahasiswa pencari menu berbuka.
Kadang bersama dengan teman-teman sengaja mendatangi masjid kampus Al Furqon namanya untuk bisa mendapatkan takjil dan makan gratis. Karena biasanya disiapkan takjil dan menu berbuka di sana. Lumayan kan apalagi untuk anak kost yang keuangannya pas-pasan.
Biar tidak bosan dengan makanan yang itu-itu saja, sesekali mencoba makan di resto enak dengan uang patungan dan mencari menu hemat. Beruntung kalau ada yang berbaik hati mentraktir untuk berbuka puasa di luar. Menu makanan yang diberikan beragam dan cita rasa yang ada pun lebih nikmat.
Menjadi mahasiswa itu memang banyak lika-likunya terutama dalam berburu makanan saat Ramadan. Alhamdulillah, selama Ramadan di tanah rantauan tidak kekurangan sedikit pun. Ketika sedang tidak ada kegiatan lebih memilih masak nasi di kost dan tinggal beli lauk pendampingnya. Bersyukurnya, Ramadan di dua tahun terakhir sudah aktif di salah satu organisasi kampus.
Di organisasi inilah, Ramadan terasa lebih hangat, berbuka bersama mahasiswa lain dari berbagai jurusan. Kadang memilih membeli bahan makanan untuk dimasak sendiri dan dimakan bersama-sama saat waktu berbuka puasa tiba. Tak jarang pula keluar bersama untuk mencari makanan di luar bersama-sama.
Bulan Ramadan di perantauan seorang diri memang cukup menyulitkan. Tapi dari waktu yang sudah terlewati ini saya banyak belajar untuk mensyukuri apa yang kita miliki saat ini. Apalagi ketika bisa berkumpul dengan keluarga, menikmati masakan ibu yang luar biasa nikmat tak ada yang menandingi. Karena menjadi anak kost akan kehilangan momen hangat makan bersama di meja makan dengan keluarga.
Dan menjadi anak kost mengajarkan saya untuk mensyukuri semua makanan yang ada. Dari anak kost saya pribadi belajar untuk tidak memilih makanan dan menghargai apa yang saya bisa makan pada saat itu. Hingga Ramadan terakhir saya diperantauan, sudah menjadi kebiasaan dan ritme selama Ramadan sudah berjalan dengan lancar tanpa keluhan. Ketika mendapatkan makanan enak, cuma-cuma rasanya luar biasa bahagia dan juga hemat di kantong. (Lilian Kiki Triwulan)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H