Mohon tunggu...
Lilian Kiki Triwulan
Lilian Kiki Triwulan Mohon Tunggu... Penulis - Always be happy

La vie est une aventure

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Seni Dayakan, Penyambutan di Puncak Sendaren

23 Juli 2020   09:15 Diperbarui: 26 Juli 2020   04:41 416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dan lagi, bercerita tentang Puncak Sendaren yang sebelumnya sempat tertoreh Puncak Sendaren, Keselarasan Alam yang Memikat Hati. Kembali lagi menyusuri Puncak Sendaren dengan irama dan aroma yang berbeda.

Beberapa waktu lalu, Puncak Sendaren yang berada di Desa Panusupan, Kecamatan Rembang, Kabupaten Purbalingga begitu ramai dan dipadati penduduk sekitar. Mereka sudah beramai-ramai berjalan menuju Puncak Sendaren sejak pagi bahkan sejak semalam sudah mempersiapkan penyambutan untuk orang yang istimewa.

Pagi itu riuh penduduk berjalan beriringan menapaki jalanan berbatu dan basah sisa hujan semalam. Bolak-balik mobil bak terbuka naik turun menuruni jalanan yang tak rata dan jurang di kiri jalannya.

Mobil bak terbuka ini membawa pemuda-pemuda hebat Purbalingga yang tergabung dalam Jong Purbalingga dan Kakang Mbekayu Purbalingga. Kemudian menyusul rombongan media dan jajaran Pemerintah Kabupaten Purbalingga dan diakhiri dengan kehadiran Bupati Purbalingga, Dyah Hayuning Pratiwi bersama suami menggunakan jeep hingga mencapai titik akhir pemberhentian kendaraan.

Para penari Seni Dayakan di Puncak Sendaren/Foto: Lilian Kiki Triwulan
Para penari Seni Dayakan di Puncak Sendaren/Foto: Lilian Kiki Triwulan

Bunyi kenong, kentong, gong dan alat tradisional lainnya bersatu padu memberikan irama khas. Ditambah sinden yang menyanyi dengan begitu merdunya menyambut kehadiran orang-orang di Puncak Sendaren.

Ada yang khas dari penyambutan kali ini, ada yang spesial dan memikat hati. Tari Dayakan, begitulah orang setempat menyebutnya. Dayakan ini nampak pada para penari yang menggunakan dedaunan sebagai pakaian dan properti mereka.

Seni dayakan ini sudah ada sejak puluhan tahun silam bahkan sebelum kemerdekaan. Sebuah cerita lampau yang mengisahkan perjuangan warga dalam menghadapi para penjajah.

Mereka yang harus masuk ke dalam hutan yang begitu lebat tertutup pepohonan yang begitu tinggi dan rindang. Penuh dengan lumut dan tanaman liar yang tumbuh subur memenuhi area hutan.

Kekayaan alam inilah yang kemudian digunakan oleh warga untuk menghalau musuh dengan memakaikannya hingga menutupi tubuh yang dibaluri lumpur. Lama mereka bersembunyi dari para penjajah hingga penjajah yang mulai lengah mereka melakukan penyerangan dengan tetap menggunakan dedaunan sebagai penutup diri mereka.

Salah satu penari Seni Dayakan menyambut Bupati Purbalingga dengan tarian khasnya/Foto: Lilian Kiki Triwulan
Salah satu penari Seni Dayakan menyambut Bupati Purbalingga dengan tarian khasnya/Foto: Lilian Kiki Triwulan

Inilah yang kemudian terus dikenang dan dijadikan satu kesenian untuk mengenang perlawanan di masa penjajahan yakni tari dayakan. Namun, sayangnya tarian ini tidak rutin dipentaskan, hanya sebatas hiburan atau acara penyambutan dan untuk meramaikan kemerdekaan yang diikutkan dalam karnaval.

Ada yang khas dari Tari Dayakan yakni dari penari yang menggunakan dedaunan sebagai pakaiannya. Daun yang digunakannya pun khas, yaitu Daun Kapulata yang hanya tumbuh di dalam hutan.

Para pemain Seni Dayakan ini akan mencari rumput dan dedaunan di hutan terlebih dahulu pada hari sebelum pementasan, agar daun yang digunakan masih segar dan tidak layu. Beruntungnya hutan di sekitar Puncak Sendaren masih terjaga keasriannya sehingga daun kapulata masih mudah dicari.

Daun kapulata yang sudah terkumpul diikatkan pada seutas tali dan dilingkarkan ke tubuh penari. Begitupun dengan dedaunan lainnya seperti pakis dan rumput-rumput liar.

Salah satu pemain seni Dayakan yang menggunakan Daun Kapulata untuk menutupi kepalanya/Foto: Lilian Kiki Triwulan
Salah satu pemain seni Dayakan yang menggunakan Daun Kapulata untuk menutupi kepalanya/Foto: Lilian Kiki Triwulan

"Dung, tong, nong, dung, tong, nong" begitu irama musik tradisional mengalun sinden bersiap untuk menyanyi dan penari bersiap untuk menari dengan tarian khasnya. Seni dayakan ini menjadi penyambutan yang istimewa dan mempesona banyak mata.

Tak jarang, anak-anak hingga orang dewasa pengunjung Puncak Sendaren ini ingin berfoto bersama para penari. Begitupun dengan Ibu Tiwi yang menyempatkan waktunya untuk menari bersama penari dayakan.

Terlihat raut wajah bahagia Ibu Tiwi dan sang penari begitupun dengan masyarakat yang antusias menikmatinya. Seni dayakan ini tentunya diharapkan bisa tetap lestari dan budayanya dikenal hingga anak cucu nanti. Dari Puncak Sendaren, Desa Wisata Panusupan, Satu Desa Sejuta Pesona. 

Meskipun terhalau covid 19 yang belum kunjung usai, tetapi semangat para pemain seni dayakan tetap bergelora. Mereka tetap menggunakan masker saat memainkan seni dayakan. Kasus positif covid 19 di Purbalingga yang masuk dalam kategori zona kuning menuju hijau diharapkan tidak menyurutkan semangat para seniman dan budayawan.

Bupati Tiwi berharap nantinya covid 19 bisa segera berakhir dan masyarakat bisa kembali beraktivitas dengan tenang. Satgas covid-19 yang dibentuk di setiap desa dan kecamatan diharapkan mampu bergerak bersama mengingatkan warga untuk tetap mematuhi protokol kesehatan pencegahan covid 19 agar masyarakat tetap sehat. 

Begitupun dengan dibukanya kembali Puncak Sendaren diharapkan mampu memulihkan ekonomi masyarakat secara bertahap. (Lilian Kiki Triwulan)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun