Dan lagi, bercerita tentang Puncak Sendaren yang sebelumnya sempat tertoreh Puncak Sendaren, Keselarasan Alam yang Memikat Hati. Kembali lagi menyusuri Puncak Sendaren dengan irama dan aroma yang berbeda.
Beberapa waktu lalu, Puncak Sendaren yang berada di Desa Panusupan, Kecamatan Rembang, Kabupaten Purbalingga begitu ramai dan dipadati penduduk sekitar. Mereka sudah beramai-ramai berjalan menuju Puncak Sendaren sejak pagi bahkan sejak semalam sudah mempersiapkan penyambutan untuk orang yang istimewa.
Pagi itu riuh penduduk berjalan beriringan menapaki jalanan berbatu dan basah sisa hujan semalam. Bolak-balik mobil bak terbuka naik turun menuruni jalanan yang tak rata dan jurang di kiri jalannya.
Mobil bak terbuka ini membawa pemuda-pemuda hebat Purbalingga yang tergabung dalam Jong Purbalingga dan Kakang Mbekayu Purbalingga. Kemudian menyusul rombongan media dan jajaran Pemerintah Kabupaten Purbalingga dan diakhiri dengan kehadiran Bupati Purbalingga, Dyah Hayuning Pratiwi bersama suami menggunakan jeep hingga mencapai titik akhir pemberhentian kendaraan.
Bunyi kenong, kentong, gong dan alat tradisional lainnya bersatu padu memberikan irama khas. Ditambah sinden yang menyanyi dengan begitu merdunya menyambut kehadiran orang-orang di Puncak Sendaren.
Ada yang khas dari penyambutan kali ini, ada yang spesial dan memikat hati. Tari Dayakan, begitulah orang setempat menyebutnya. Dayakan ini nampak pada para penari yang menggunakan dedaunan sebagai pakaian dan properti mereka.
Seni dayakan ini sudah ada sejak puluhan tahun silam bahkan sebelum kemerdekaan. Sebuah cerita lampau yang mengisahkan perjuangan warga dalam menghadapi para penjajah.
Mereka yang harus masuk ke dalam hutan yang begitu lebat tertutup pepohonan yang begitu tinggi dan rindang. Penuh dengan lumut dan tanaman liar yang tumbuh subur memenuhi area hutan.
Kekayaan alam inilah yang kemudian digunakan oleh warga untuk menghalau musuh dengan memakaikannya hingga menutupi tubuh yang dibaluri lumpur. Lama mereka bersembunyi dari para penjajah hingga penjajah yang mulai lengah mereka melakukan penyerangan dengan tetap menggunakan dedaunan sebagai penutup diri mereka.