Adi dan ibunya saling bertatap muka. Mata mereka penuh tanda tanya, kenapa bukan ayahnya yang meneleponnya.
"Iya betul, saya istrinya pak. Ada apa ya pak? Tumben suami saya tidak menelepon langsung pak? Suami saya baik-baik saja kan pak?" jawab ibu Adi sambil bertanya penasaran.
"Syukurlah saya bisa berbicara langsung dengan ibu. Begini saya mau mengabarkan kalau?" jelasnya terhenti.
"Kalau apa ya, pak?" tanya ibu Adi.
"Maaf bu, suami ibu mengalami kecelakaan saat bekerja kemarin malam, maaf saya baru memberitahukannya. Kebetulan gudang penyimpanan barang kami terbakar habis karena kebakaran. Dan pada saat itu, Pak Adi masih di dalam gudang bersama 3 orang pekerja saya," terangnya terbata-bata.
Adi kaget dan mata ibunya sudah berkaca-kaca.
"Ibu itu bohong kan bu? Ayah baik-baik aja kan bu?" rengek Adi sambil memegang lengan ibunya.
"Gak mungkin pak, suami saya pasti baik-baik saja kan pak? Suami saya pasti selamat kan pak?" tanya ibu Adi tidak percaya.
"Maaf bu, suami ibu tidak dapat diselamatkan karena tubuhnya tertimpa reruntuhan bangunan. Sya minta maaf yang sebesar-besarnya atas meninggalnya suami ibu," ungkap Dedi.
"Gak mungkin, ini gak mungkin. Suami saya pasti selamat, suami saya masih sehat kan, pak. Jangan berusaha membohongi saya dan anak saya pak," pinta ibu Adi tidak percaya sambil merangkul tubuh Adi.
"Saya akan mengganti rugi semua, saya juga yang akan mengurus pemakaman suami ibu di sini. Sekali lagi saya minta maaf bu. Suami ibu orang yang giat, pekerja keras dan tekun. Apapun dilakukannya. Saya pamit, nanti saya hubungi lagi," Â tutup Dedi.