Suasana pagi itu begitu cerah. Kicauan burung menyapa pagi dengan merdunya. Bisikan angin mengalun merdu menyingkap pepohonan. Jalanan desa masih cukup lenggang, hanya sedikit kendaraan yang melaju kencang. Para petani desa sudah bersiap di ladang, menilik sawah yang mulai menguning.
Deru motor melaju cukup pelan, menapaki jalan desa yang membelah area persawahan yang hijau membentang. Laju motor berhenti seketika, membiarkan sang pengemudi menarik nafas dan menikmati pemandangan sekitar.
Pemandangan yang anggun, sangat disayangkan apabila tidak diabadikan. Burung-burung terbang hinggap di tanaman padi yang berisi. Langkah petani yang memasuki area sawah, menjaga agar tanaman padinya tumbuh sempurna.
Senyum yang ramah itu hadir dari seorang pejuang pangan, merekalah para petani yang tak kenal lelah dan tak menyerah di tengah pandemi. Sapaannya menggetarkan hati menunjukan kerendahan hatinya yang dihiasi senyuman hangat.
Balasan senyum yang ramah, menyambut pagi dengan begitu hangat. Ada kebahagiaan tersendiri meskipun hanya sekadar senyuman. Beban yang dipikulnya hilang seketika ketika melihat raut wajahnya yang tersenyum. Balasan senyum yang pun menjadi hadiah luar biasa baginya, memberikan semangat dan kepercayaan untuk bekerja di sawah.
Dari sinilah, awal mula sedekah pagi tanpa materi. Sedekah atau menyisihkan sebagian rejeki untuk dibagikan kepada orang lain ternyata tidak melulu soal materi. Sedekah bisa dalam bentuk non materi. Senyuman yang tulus akan memberikan kebahagiaan tersendiri bagi orang yang menerimanya. Seperti istilah 'Connecting Happiness' senyuman menjadi penghubung kebahagiaan antar sesama. Kebahagiaan yang muncul dari lubuk hati yang terdalam.
Sedekah pagi itu, tidak tentang senyum saja. Setelah puas mengabadikan sawah yang membentang dan petani yang meladang, kembali pulang adalah pilihan. Ramadan memang selalu menyisahkan cerita di setiap perjalanannya. Di perjalanan pulang tak sengaja melewati seorang petani bersama istrinya berjalan sambil mendorong motornya yang bocor.
Tak tega rasanya, apalagi ketika istri petani itu menyapa dengan hangatnya. Mata ini segera tertuju pada kakinya yang tanpa alas kaki, berjalan di tengah terik matahari dan jalan aspal yang panas pasti sungguh menyakitkan. Suaminya sesekali bisa mengendarai motornya, namun harus berjalan lagi mendorong motornya. Ada rasa lelah yang muncul dari raut wajahnya namun tidak mereka perlihatkan.
Sungguh perjuangan yang luar biasa, pelajaran hidup yang berharga dari seorang petani dan istrinya yang mendorong motornya jauh melintasi persawahan. Di sinilah sedekah pagi kembali dilakukan, meskipun tidak dapat menolong keduanya, namun istri petani ini sangat membutuhkan pertolongan. Memang bukan materi yang bisa diberikan, hanya sekadar tumpangan untuk mengantarnya ke rumahnya.