“Many people are unaware of the unique conditions and preferences that lead them to a flow state. - Elaine Houston”
Saya selalu senang menyambut akhir pekan. Sayangnya, Sabtu dan Minggu berlalu begitu cepat. Rasanya seperti saya baru saja terbangun di Sabtu pagi dan di detik berikutnya saya berada di Senin pagi. Berkali-kali fenomena ini saya bahas dengan Puteri Kecil dan kami menyimpulkan jika ini adalah demam akhir pekan.
Dua hari lalu, sebuah email bertajuk “Habits, Flow, and Belief: The Keys to High Performance” mendarat di inbox. Judul itu begitu memikat hati, apalagi datangnya dari sebuah situs profesional. Mata saya langsung tertarik dengan kalimat pembukaannya: “This week, we examine the power of overcoming limiting beliefs to achieve peak performance.”
Yes! Ini yang saya nantikan.
“Share a story of when you felt most motivated or performed at your best. What factors most influenced you?” Saran itu memotivasi saya untuk menulis artikel, dan semoga siapapun yang membaca ini dapat mengambil manfaat positif.
Minggu lalu saya mulai mengajar kembali. Rasanya seperti memakan sepiring nasi uduk yang luar biasa lengkap toping-nya. Semua sensasi bercampur aduk dan saya merasakan jika berkat TUHAN itu begitu melimpah, apapun DIA sediakan di piring kehidupan.
Tiga hari berlalu dengan menyenangkan. Puteri Kecil belajar untuk tidak terlalu terikat dengan saya, dan kami berdua belajar menyesuaikan diri dengan jadwal baru. Tidak ada hal yang terlalu sulit ataupun terlalu mudah saat mengajar, namun semua dalam kendali.
Rasanya menyenangkan dapat mengenal dan mengobservasi anak-anak lain. Mengajar, belajar, dan mengerjakan soal-soal matematika pun mengalirkan sensasi menyenangkan ke dalam hati. Sama halnya ketika saya mengerjakan puzzle, membuat materi-materi pelajaran untuk Puteri Kecil, menyusun buku-buku misteri matematika, menulis konten-konten parenting, dan membagikan hasil perenungan Firman TUHAN.
Apa yang saya alami disebut dengan “flow (mengalir)”. Elaine Houston dalam “Your Personal Flow Profile” mendeskripsikan “mengalir” sebagai keadaan dimana seseorang melakukan suatu aktivitas dengan tujuan yang jelas, fokus, merasakan bahagia, menganggap aktivitas tersebut mudah dikerjakan, mampu mengendalikan aktivitasnya, beradaptasi dengan gangguan, dan waktu menjadi lebih cepat atau lebih lambat.
Saya menjadwalkan aktivitas-aktivitas menyenangkan tersebut di akhir pekan. Jadi tidak heran jika waktu bagaikan berlalu dalam sekejap. Seph Fontane menulis jika “mengalir” erat kaitannya dengan kinerja yang tinggi. Dengan memahami diri kita sendiri: di kondisi seperti apa dan aktivitas apa saja yang membuat saya mengalir, maka seseorang dapat menciptakan momen “mengalir” berulang-ulang.
"We are what we repeatedly do. Excellence, then, is not an act, but a habit." — Aristotle
Sama halnya ketika saya memutuskan untuk homeschooling Puteri Kecil. Ada banyak tantangan saat saya mengambil keputusan , seperti: “Autis apa bisa mengajar?”, “Apa autis bisa hidup sendiri?”, dan sederet keraguan orang-orang di sekeliling. Namun, saat ini usia Puteri Kecil hampir 11 tahun dan telah 8 tahun dia menjalani homeschooling.
Waktu delapan tahun ini tidak terasa. Dengan dukungan orang tua, adik, dan keluarga besar, saya dapat belajar dan melalui banyak hal. Bahkan, tak terasa jika hampir 2 tahun saya menjadi yatim piatu.
Satu hal yang saya pelajari dari hidup ini: penghalang sukses, tantangan mencapai impian, ataupun penghambat untuk menjadi versi terbaik dari diri kita adalah apa yang kita percayai.
Saya percaya TUHAN memberi talenta mengajar. Saya percaya saya mampu mengajar, sekalipun autis. Saya percaya mampu membesarkan Puteri Kecil. Maka, hari ini saya ada sebagaimana saya ada dan saya bersyukur untuk semua pengalaman hidup yang TUHAN telah ijinkan terjadi.
Apa cerita Anda?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H