Mohon tunggu...
Lilia Gandjar
Lilia Gandjar Mohon Tunggu... Tutor - Penikmat aksara dan pencinta kata-kata.

Penyuka dunia tulis menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jeritan Tengah Malam

14 Januari 2024   14:40 Diperbarui: 14 Januari 2024   14:46 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jeritan Tengah Malam. Sumber: www.freepik.com

... aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, ...

Kalimat Pedro mengingatkanku pada sebuah film sederhana tetapi sarat pesan moral. Hingga sesi Zoom selesai, pikiranku berkelana ke dalam film yang tak kuingat lagi tajuknya. Malam minggu ini, Pedro berhasil menggoyak tabir memori. Menggoncangkan bongkahan es memori yang tertimbun oleh waktu.

Tugas terakhir di hari Sabtu baru kelar di 12:07, Minggu dini hari. Lembur hingga larut malam bahkan dini hari jadi menu pekerjaan sehari-hari sebagai ibu. Sebelumnya, aku tak pernah membayangkan jika kewajiban seorang ibu sedemikian besar.

Mata begitu mengantuk, tetapi hati yang telah terusik tak mau mengalah. Setelah selesai memeriksa Puteri Kecil, aku melanjutkan mencari film dengan genre internasional di Netflix. Sayangnya, sekalipun daftar riwayat film telah diunduh, tetap saja film itu tak kutemukan.

Satu kali cukup, itu mottoku saat menonton film. Tetapi, aku biasa mencari ulang film yang pesannya seirama dengan artikel atau renungan yang akan kutulis.

Seingatku, ada begitu banyak informasi dalam film tersebut. Misalnya, nama-nama tempat, rambu-rambu petunjuk jalan, nama-nama sponsor marathon di spanduk atau papan iklan, nama wilayah kepolisian, nama gunung, dll. Anehnya, semua itu tidak mampu kupanggil ulang.

Untuk selanjutnya aku akan menyebut film yang hilang itu Marathon. Cover film Marathon sama sekali tidak menarik, hanya saja dia mendapat label "Leaving Soon". Berbekal rasa penasaran dan waktu lenggang saat lembur sebagai ibu, aku akhirnya memilih Marathon.

Opening Marathon membosankan, hanya cerita drama umum dari daratan Eropa. Seorang wanita dengan kepribadian introvert bercerai dan mendapatkan hak mengasuh seorang anak perempuan. Aku akan menamai wanita ini dengan Rika dan anak perempuannya Rosa.

Seperti umumnya introvert, Rika yang mengalami depresi kerap kali "clumsy". Dia lupa menjemput Rosa di sekolah, isi rumah terserak dimana-mana, kencan dengan sembarang laki-laki, belum mendapatkan pekerjaan tetap, tidak mampu membayar sewa rumah, dsb.

Suatu hari, Rika lupa mematikan pasokan air ke mesin cuci. Hasilnya, terjadi banjir lokal di dalam rumahnya dan kasur Rosa basah. Kejadian ini membuat Rika kehilangan hak asuh Rosa. 

Untuk sementara waktu, Rika mengungsi ke rumah adik laki-lakinya, aku menyebutnya Riki. Kehidupan Riki berbeda 180 derajat dari Rika. Dia mapan, memiliki isteri yang cantik, memiliki pekerjaan dengan posisi yang tinggi, memiliki rumah yang megah, memiliki Mobil, dan kehidupannya begitu teratur. 

Tetapi, rumah tangga Riki pun tidak luput dari masalah. Dia dan isterinya pontang-panting berusaha mendapatkan anak. Bahkan, dokter kandungan sudah memberi pilihan terakhir, adopsi. Hanya saja, untuk terakhir kalinya, mereka berdua masih ingin mencoba metode bayi tabung.

Awalnya, sekalipun Rika dan Riki hidup di bawah satu atap, mereka sibuk dengan masalah masing-masing. Riki yang exhausted dengan perkara bayi tabung menenggelamkan dirinya ke olah raga lari, dan mempersiapkan diri mengikuti satu turnamen lari terkenal. Sedangkan Rika sibuk berjuang melalui wawancara di Dinas Sosial untuk mendapatkan kembali hak asuh Rosa.

Suatu hari, hati Riki tergugah melihat Rika yang terpuruk dan hanya berbaring di ranjang. Dia mengajak Rika untuk berolah raga. Dari situ, Rika mengetahui tentang turnamen lari bergengsi. Ternyata, petugas Dinas Sosial yang mewawancarai Rika pun turut ambil bagian di turnamen ini.

Untuk mendapatkan simpati petugas Dinas Sosial, Rika menyombongkan diri mengikuti lomba lari marathon terjauh. Petugas yang telah mengetahui belangnya, menantang Rika untuk membuktikan dirinya.

Merasa tertantang, Rika meminta Riki mendaftarkannya dalam turnamen lari bergengsi. Lalu, setiap hari mereka berdua tenggelam dalam rutinitas latihan lari.

Tanpa Rika sadari, rutinitas dan punya tujuan yang ingin dicapai membuatnya menjadi pribadi yang lebih baik. Rika menjadi lebih teratur dan terorganisasi. Kebiasaan buruk mabuk harus dia tinggalkan agar tetap fit saat latihan lari.

Sebaliknya, mendekati hari perlombaan, ketegangan Riki justru memuncak. Dia dan isterinya sepakat untuk bercerai di hari Riki harus berangkat ke tempat lomba.

Di akhir cerita, Riki dan isterinya rukun kembali. Bahkan, tanpa metode bayi tabung, mereka berhasil membuat anak.

Happy ending pun terjadi pada Rika. Dia mendapatkan julukan "orang yang pantang menyerah" dan menjadi terkenal karena menjadi orang terakhir yang mencapai garis Finish.

Film Marathon membuatku berkaca. Kerapkali kondisi Rika menyerupai situasi yang kuhadapi. Jatuh bangun, patah semangat, lelah, berantakan, hancur, tenggelam, remuk, dll. Tapi, ada 1 pribadi yang selalu kupegang, kupanggil, dan kuandalkan saat berada di masa-masa gelap.

Belum laku lu, yah. Kaga ada cowo yang mau sama lo.

Suara khas itu datang dari 30 dan tidak ada duanya di kompleks ini. Nyaring, pitch-nya tinggi, dan belum pernah kudengar lagu merdu keluar dari mulut itu. Nada yang keluar selalu sumbang, pahit, dan getir.

Kulihat jam di gawai. Angka yang tertera di layar menunjukkan pukul 12: 52 am! Di depanku ada sebuah artikel tentang ciri-ciri perempuan yang tidak bahagia hidupnya. Ternyata, deskripsinya menggambarkan sosok perempuan 30.

Mungkin 30 sedang mengalami masa-masa seperti Rika. Mungkin dia menghadapi masalah yang lebih berat. Entahlah, yang pasti semua orang memiliki pergumulan hidup masing-masing.

Suatu kali, di kisaran waktu yang sama seperti saat ini, tiba-tiba sebuah jeritan merobek keheningan, "ITU UANG GUA, LO PAKE UANG GUA ..."

Jeritan tengah malam itu datang dari 30. Warga baru yang tertutup dan mengisolasi diri dari tetangga. 

Sekali waktu pernah kulihat Berto dan Meni, kawan-kawanku, bertandang ke 30 membawa sembako. Tetapi, aku tak mau ikut campur urusan mereka ketika Berto dan Meni tidak angkat suara apapun.

Dari kehidupannya sehari-hari, 30 memang terlihat hidup dalam ketegangan. Dini hari ini, rasanya ingin kuputarkan sebuah lagu untuknya, I Give You Jesus. Semoga, apapun masalah mereka di 30, mereka tahu jika ada Yesus yang dapat menolong.


Satu pelajaran hidup di dini hari ini datang dari Pedro. Benang merah dari semua permasalahan yang ada di dalam hidup yaitu bumbu penyedap. Yang perlu kulakukan hanya terus berlari hingga garis akhir. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun