Mohon tunggu...
Lilia Gandjar
Lilia Gandjar Mohon Tunggu... Tutor - Penikmat aksara dan pencinta kata-kata.

Penyuka dunia tulis menulis.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Membangun Mindful Homeschooling

24 Agustus 2023   09:50 Diperbarui: 24 Agustus 2023   19:32 802
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puteri Kecil yang naturalis di Scientia Squarepark bersama seekor husky. Dokumen pribadi

Setiap anak adalah bintang yang bersinar dengan talenta yang unik. 

Homeschooling dan Permasalahannya

Permendikbud 129 tahun 2014, tentang Sekolah Rumah, merupakan pondasi pembelajaran yang dinamis. Peraturan tersebut memberi ruang untuk homeschooling menjadi proses tumbuh kembang dan pembelajaran yang ajaib. Dimana orang tua, dengan penuh dedikasi, mengubah rumah menjadi tempat mengekplorasi pengetahuan, menggali bakat, dan menumbuhkan kreativitas anak.

Berdasarkan Permendikbud 129 tahun 2014, definisi dari homeschooling itu sendiri adalah proses layanan pendidikan, yang dilakukan oleh orangtua atau keluarga di rumah atau tempat-tempat lain dalam bentuk tunggal, majemuk, dan komunitas. Tujuan utamanya agar setiap potensi peserta didik yang unik dapat berkembang secara maksimal.

Selama 10 tahun ini, dari tiga bentuk homeschooling, kami sempat mencoba 2 cara hingga akhirnya puas dengan pilihan di Sekolah Rumah Tunggal. 

Awalnya, saya memilih Sekolah Rumah Komunitas untuk Puteri Kecil. Namun, setelah dikaji lebih lanjut, bentuk itu sama sekali tidak ada bedanya dengan pendidikan konvensional. Keunggulannya hanya kami berada dalam komunitas tersebut setiap hari. 

Dengan Sekolah Rumah Tunggal, kami menghemat banyak waktu dan dana. Potensi Puteri Kecil pun terpantau dengan jelas dari waktu ke waktu. Dimana pendidikan tersebut kami lakukan di rumah, dengan saya sebagai pengajar dan Puteri Kecil sebagai peserta didik.

Penghematan dana terlihat sebagai menu andalan dari homeschooling. Saya akui memang ini sangat ampuh untuk kondisi awal kami. Sebagai orang tua tunggal dan tekanan dari banyak pihak, saya benar-benar tidak berdaya menafkahi kami berdua. Tetapi karena pendidikan itu hal yang penting, maka saya mengambil inisiatif memanggul salib pendidikan.

Masalah homeschooling tidak berhenti di situ. Duri paling menyakitkan dari keputusan homeschooling adalah penilaian dari orang-orang di sekeliling.

“Lho, anaknya tidak sekolah? Ini kan jam sekolah.” Itu komentar yang paling sering terlontar dari orang-orang. Sekalipun saya menjelaskan tentang homeschooling dan keadaan ekonomi kami, tetap saja orang-orang ini tidak peduli. Prinsip sekolah di gedung itu tidak tergantikan dengan bentuk apapun, sehingga cap negatif terus melekat untuk kami berdua.

“Anak lo aja ngga sekolah, belagu amat lu mau ngelesin anak gue. Bisa apa sih lu, anak lu aja pasti b***.” Itu juga sering sekali saya terima ketika menawarkan diri untuk memberikan les privat. Kritik dan keraguan akhirnya mengikuti langkah saya.

Untuk orang tua yang tidak memahami pendekatan homeschooling, penilaian-penilaian mereka terhadap metode ini “agak liar”. Bahkan sering juga saya menerima tamparan dari para wanita karena mereka menganggap saya merendahkannya. “Kalau ada uang, ngapain lu ngajarin anak sendiri. Kebagusan banget. Gue jadi kalah, kelihatan b***.”

Terlepas dari itu, di dalam homeschooling itu sendiri pun ada saja masalah. Misalnya, motivasi dan disiplin. Saat pandemi di tahun 2021, kegiatan homeschooling kami agak tersendat. 

Di tahun yang sulit itu, peralatan pendukung homeschooling rusak dan tidak dapat diperbaiki, plus hal lain-lain. Tetapi karena kasih Tuhan, kami mendapatkan bantuan peralatan dan dukungan lainnya. Dengan modal itulah homeschooling kami dapat kembali berlayar.

Satu hal yang saya syukuri, disamping karakternya memang baik dan penurut, Puteri Kecil lebih memilih homeschooling daripada sekolah konvensional. Dengan demikian, saya tidak berat memelihara motivasi dan kedisiplin Puteri Kecil untuk belajar, mempertahankan rutinitas homeschooling, ataupun menjaga konsistensi kami berdua.

Kendala berikutnya adalah manajemen waktu. Ayo, siapa yang tidak memiliki masalah ini? Saya pikir, selama hidup semua orang pasti pernah menghadapi persoalan mengatur waktu. Apalagi orang tua tunggal yang harus menyeimbangkan waktunya untuk mengajar, mencari nafkah, melakukan tanggung jawab rumah tangga, dan dirinya sendiri.

Ada pula masalah isolasi atau tidak ada teman. Hal ini banyak diperdebatkan orang-orang, tetapi pada prakteknya Puteri Kecil justru dapat luwes bergaul dengan siapapun. 

Di cluster tempat tinggal kami, Puteri Kecil bergaul dengan anak-anak seusianya, anak-anak di bawah usianya, bahkan bergaul dengan orang-orang dewasa yang menjadi teman saya.

Awalnya pernah anak-anak seusianya memboikot Puteri Kecil. Dia dikucilkan dan dipermainkan karena tidak sekolah. Bahkan, saat kami tinggal di perumahan mewah Gading Serpong, sekelompok anak orang-orang kaya raya sengaja berteriak-teriak hingga melempari rumah kami. “Orang miskin, orang miskin, orang bodo, ngga sekolah.”

Puji Tuhan, di tempat baru, Puteri Kecil memiliki beberapa teman. Sekalipun tidak banyak, tetapi setiap hari dia dapat berinteraksi dengan anak-anak lain. Bahkan saya memasukkan agenda sosialisasi sebagai kegiatan wajib bagi dia.

Lalu, kita masuk pada permasalahan inti homeschooling. Sebuah proses pembelajaran tidak akan berjalan mulus tanpa kurikulum yang tepat. 

Awalnya saya juga agak limbung, tetapi teknologi internet menjadi pahlawan. Tepatnya, karena kemurahan pengelola www.k5learning.com, saya mendapatkan standar kurikulum. Sedangkan untuk suplemen materi, ada www.teacherspayteachers.com yang memberikan pilihan materi-materi segar.

Gaya belajar dan kebutuhan setiap anak berbeda-beda. Karena itulah saya berpendapat jika Sekolah Rumah Tunggal adalah yang terbaik. Dimana setiap anak mendapatkan perhatian khusus untuk menjawab keunikannya. Disamping ada alasan-alasan lain yang juga mendukung keputusan saya ini.

Lebih lanjut, dengan homeschooling saya dapat mengajarkan Entrepreneur, Writing, Healthy Life Style, dan Money Management, mata pelajaran yang tidak ada di jenjang Sekolah Dasar. Padahal di luar negeri, sejak Taman Kanak-Kanak sudah diajarkan.

Jika membandingkan kurikulum Indonesia dengan luar negeri, saya begitu takjub. Mereka mampu mengajarkan Writing pada anak TK yang di Indonesia baru dipelajari di kelas 5, 6 hingga SMP. Saya jadi benar-benar penasaran bagaimana cara mengajarnya. Bahkan materi writing anak SD luar negeri, jauh mengalahkan kemampuan saya yang menulis di Kompasiana. Wow.

Belum lagi dengan Money Management. Kelas 4 SD sudah mempelajari Investasi: Reksadana, Saham, Obligasi, Pasar Uang, dan lainnya. Wow, wow, tidak heran mereka jadi negara makmur.

Jadi, masalah inti kedua adalah sumber daya pengajar. Jika orang tua malas untuk belajar, homeschooling tamat. Air dari dalam gelas tidak akan luber jika gelas itu tidak diisi terus menerus.

Tetapi, apakah kurikulum tersebut harus benar-benar diikuti? Tentu saja tidak. Roh homeschooling adalah memenuhi kebutuhan anak, bukan mengajarkan banyak hal yang kurang penting, apalagi belum waktunya.

Saya mengajarkan Writing, Money Management, dan Entrepreneur sesuai dengan kebutuhan dan minat Puteri Kecil. Contoh tulisan Puteri Kecil saya tampilkan di bawah ini. Sedangkan untuk Money Management, Puteri Kecil baru mempelajari 5 hal prinsip: Earning, Saving, Budgeting, Spending, dan Donation. Lalu, kami terus membahas aplikasi hal tersebut di kehidupan sehari-hari.


Puteri Kecil memiliki bakat naturalis yang tinggi. Dia menyayangi binatang dan menyukai lingkungan yang hijau. Jadi, saya mendukung dia untuk menjalankan bisnis Pet Walk untuk memenuhi tuntutan mata pelajaran Entrepreneur. Sedangkan untuk Healthy Life Style, kami aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dan sesekali teori tentang makanan dan chemical di dalamnya, sex education, bahaya rokok dan obat-obatan terlarang, efek minuman keras, dll.

Puteri Kecil yang naturalis di Scientia Squarepark bersama seekor husky. Dokumen pribadi
Puteri Kecil yang naturalis di Scientia Squarepark bersama seekor husky. Dokumen pribadi

Sistem penilaian dan evaluasi di homeschooling tidak pernah saya terapkan. Tetapi, untuk materi yang sudah dia pelajari, setiap hari Puteri Kecil menerima worksheet yang perlu dia kerjakan secara mandiri. Kemudian saya akan memeriksa, memberitahu kesalahannya, dan Puteri Kecil akan memperbaikinya. Jika ada masalah, saya akan membahas kembali, dan esoknya Puteri Kecil perlu mengerjakan jenis soal yang sama.

Sistem penilaian seperti ini hanya dapat berlaku dalam homeschooling tunggal, dimana pengajar menerapkan mode lambat. Dari statistik sehari-hari, tingkat kesalahan Puteri Kecil sudah terprediksi. Inti letak kesalahan dan bagaimana memperbaiki hal ini pun dapat tergambar jelas.

Permasalah terbesar akan saya hadapi saat mempersiapkan Puteri Kecil untuk Ujian Penyetaraan Kejar Paket A. Dan ini akan menjadi agenda kami di akhir-akhir tahun homeschooling. Saya meletakkannya di akhir sebab materi kelas 6 SD, di kurikulum K5 Learning, setara dengan SMP di Indonesia.

Kemudian masih ada tuntutan untuk mengajar beberapa mata pelajaran. Untuk homeschooling SD, hal ini tentu bukan masalah besar. Tingkat melek huruf dan angka di Indonesia, apalagi di perkotaan, sudah tinggi. Tetapi, kendala akan ada ketika mengajarkan beberapa mata pelaran yang komplek saat anak di jenjang yang lebih tinggi.

Mindful Homeschooling

Mindfulness merupakan alat ampuh dalam pembelajaran. Ia merupakani katalisator pertumbuhan dan penemuan diri siswa. Sedangkan inti dari homeschooling yaitu penekanan pada penyelarasan pendidikan dengan kebutuhan dan bakat siswa. Kombinasi keduanya akan menghasilkan mindful hoomeschooling.

Mindful homeschooling akan memperkaya proses pendekatan siswa dengan materi pelajaran. Siswa yang belajar dengan kesadaran penuh akan mendapatkan pengalaman belajar yang holistik.

Mindfulness berkaitan dengan ketenangan dan meditasi. Dalam kondisi tenang, siswa akan memiliki banyak kesempatan untuk mengembangkan kecerdasan emosional, empati, dan kesadaran diri. Dimana tiga kualitas tersebut akan membantu seorang individu menjadi seimbang, dan siap untuk memasuki dunia yang kompleks.

Saya memanfaatkan kreativitas sebagai terapi mindfulness untuk siswa. Dimana warna dan bangun 2 atau 3 dimensi dapat menjadi alat untuk siswa mengekspresikan diri, berpikir kreatif, mencari solusi, dan belajar mengambil keputusan. Selain meningkatkan keterampilan akademis, aktivitas kreatif akan membantu anak menyeimbangkan emosi dan fleksibilitas kognitif. Yang hasilnya, anak akan lebih tangguh mengarungi kompleksitas hidup.

Salah satu karya kreatif Puteri Kecil. Dokumen pribadi.
Salah satu karya kreatif Puteri Kecil. Dokumen pribadi.
Untuk mempertahankan ketenangan siswa, kegiatan homeschooling kami berlangsung dalam irama yang lambat dan tingkat mobilisasi yang minim. Namun, kegiatan seperti olah raga, mengembangkan bakat yang bukan bidang saya, berinteraksi dengan orang lain tetap harus dilakukan di luar rumah. Selain itu, saya mengatur jadwal agar siswa mendapatkan istirahat yang cukup.

Dokumen pribadi.
Dokumen pribadi.

Dokumen pribadi.
Dokumen pribadi.

Dokumen pribadi.
Dokumen pribadi.

Dokumen pribadi.
Dokumen pribadi.

Dengan demikian, Mindful Homeschooling bukan sekadar metode pembelajaran. Ini adalah filosofi tentang eksplorasi dan pertumbuhan diri, dimana ia menggabungkan dua elemen penting: mindfulness dan homeschooling. Hasil yang ingin dituju adalah siswa mahir dalam pengetahuan akademis, pengelolaan emosi, pemahaman diri, dan pengembangan kreativitas. (*)

Bersambung …

Dengan metode konvensional, sejarah merupakan subjek yang kering dan membosankan. Untuk membuat pelajaran ini jadi lebih menarik, saya memilih pendekatan Study Tour. Harapannya, melalui perjalanan kami ke Yogyakarta, yang kaya dengan sejarah dan budaya, siswa semakin kaya pengetahuan, bertambah pengalamannya, dan mencintai Indonesia.

Di artikel berikutnya, Mendesain Pelajaran Sejarah dan Budaya dengan Cara yang Menyenangkan, saya akan menceritakan bagaimana bentuk dan persiapan Study Tour kami ke DIY Yogyakarta.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun