Mohon tunggu...
Lilia Gandjar
Lilia Gandjar Mohon Tunggu... Tutor - Penikmat aksara dan pencinta kata-kata.

Penyuka dunia tulis menulis.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Demam Produk Cina dan Dampaknya bagi Indonesia

4 Mei 2023   13:46 Diperbarui: 4 Mei 2023   16:58 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: gsimagenstudio, www.freepik.com

"Cina itu pasti terkenal banget ya, Ma," ujar Puteri Kecil di sela-sela homeschooling-nya, "Semua barang-barang saya pasti ada tulisan Made in China."

"Pensil, bolpen, penggaris, mainan, pokoknya semua ada label Made in China," lanjut Puteri Kecil sambil menunjukkan barangnya.

Indonesia merupakan salah satu importir terbesar produk-produk China. Di tahun 2020, volume impor dari China berkisar 14% atau sebesar 21.770 ribu ton, yang nilainya sebesar $39,635. Jadi tidak heran jika kita menemukan kata "Made in China" dimana-mana.

Produk China begitu populer jika dibandingkan dengan produk lokal. Penyebab utama popularitas tersebut karena harga produk-produk China lebih murah. Selain itu, barang-barang dari China memiliki kualitas yang baik dan variasinya beragam. 

Di satu sisi, demam produk China menguntungkan untuk sebagian orang Indonesia. Dengan membeli barang-barang dari China, seorang importir dapat membuka lowongan pekerjaan. Konsumen Indonesia jadi memiliki beragam pilihan dan alternatif harga. Akibatnya, ekonomi Indonesia dapat bergerak dan kelompok ini senang.

Di sisi lain, banjirnya produk China melesukan industri lokal. Para pelaku usaha di Indonesia harus bersaing dengan barang impor dari China. Sayangnya, dalam suatu pertandingan hanya ada 1 pemenang, dan pemenang itu pihak yang mampu menarik konsumen. Hal inilah yang mengakibatkan banyak industri dalam negeri gugur, buruh kehilangan pekerjaan, dan pertumbuhan ekonomi negatif.

Di sektor teknologi, ketergantungan pada produk China mengurangi motivasi Indonesia untuk berinovasi. Industri lokal gagal untuk berinvestasi di penelitian dan pengembangan produk. Ditambah kurangnya dukungan terhadap lembaga-lembaga penelitian di Indonesia. Akibatnya, Indonesia jadi tergantung pada China untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya.

***

Setelah mendengar komentar Puteri Kecil tentang "Made in China", saya jadi tertarik menggali data BPS. Ternyata, sejak tahun 2021 impor barang konsumsi dari China berkurang jauh. Bukan hanya itu, di tahun 2022 nilai ekspor Indonesia jauh lebih besar dari nilai impor. 

Sumber: Statistik Indonesia 2023, hal. 595, www.bps.go.id
Sumber: Statistik Indonesia 2023, hal. 595, www.bps.go.id

Sumber: Statistik Indonesia 2023, hal. 635, www.bps.go.id
Sumber: Statistik Indonesia 2023, hal. 635, www.bps.go.id

Melihat data tersebut dan kenyataan di dalam rumah kami, saya jadi memahami betapa terpukulnya industri Indonesia sebelum Covid-19. Bayangkan, di tahun 2021 volume impor Indonesia ke China berkurang sekitar seperlima kali dari tahun 2020. Tetapi hingga saat ini, 2023, Puteri Kecil masih dapat mengeluarkan pernyataan yang menakjubkan. Artinya, betapa bergantung dan bertumpuknya barang-barang produk China di Indonesia ini. 

Apakah demam produk China salah? Seandainya Indonesia harus memproduksi semua kebutuhan warganya, alam Indonesia pasti akan sangat berduka.

Apa yang dapat kita lakukan adalah menjadi konsumen yang baik. Artinya, bijak dan seimbang memilih antara mengkonsumsi barang-barang impor dari China atau produksi dalam negeri. 

Bijak berarti memilih dengan cermat barang-barang China yang berkualitas. Jika hanya memilih dari harga yang murah, mungkin kita hanya memindahkan sampah dari China ke Indonesia.

Sedangkan seimbang dapat diungkapkan dengan memilih barang brand luar negeri, tetapi sudah diproduksi di Indonesia. 

Dengan demikian, kita dapat membantu pertumbuhan ekonomi dalam negeri dan mengurangi ketergantungan terhadap produk impor. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun