Mohon tunggu...
Lilia Gandjar
Lilia Gandjar Mohon Tunggu... Tutor - Penikmat aksara dan pencinta kata-kata.

Penyuka dunia tulis menulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jejak Peninggalan Kolonial di Kota Tangerang

19 Agustus 2022   18:45 Diperbarui: 25 Agustus 2022   12:19 1106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kelenteng Boen Tek Bio. (Sumber: www.kebudayaan.kemdikbud.go.id)

In history lies all the secrets of statecraft.

Confucius, filsuf Cina (551-479 BC)

Sejarah Tangerang

Kata Tangerang bermula dari nama untuk tugu yang didirikan oleh Pangeran Soegiri, putra Sultan Ageng Tirtayasa dari Kesultanan Banten. 

Tugu tersebut terletak di Barat Sungai Cisadane. Masyarakat sekitar menyebutnya Tetengger atau Tanggeran, yang berarti tanda atau penanda.

Fungsi tugu itu sebagai penanda wilayah Kesultanan Banten dengan VOC Belanda. Di sebelah barat tugu menjadi wilayah Kesultanan Banten. VOC menguasai sebelah timur sungai Cisadane.

Tanggal 17 April 1684, Kesultanan Banten yang diwakili Sultan Abunnashri Abdulkahar menandatangani perjanjian dengan VOC. Isinya menyatakan bahwa VOC sepenuhnya menguasai wilayah Tanggeran.

Pasca penandatanganan perjanjian tersebut, nama Tanggeran berubah menjadi Tangerang. Penyebabnya karena kesalahan ejaan dan dialek yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Kota Tangerang juga terkenal dengan sebutan Kota Benteng. Istilah 'Benteng' berasal dari benteng pertahanan dan pusat pemerintahan kemaulanaan.

Tiga maulana yang membangun benteng-benteng itu yaitu Aria Santika, Aria Yudhanegara, dan Aria Wangsakara. Mereka adalah kerabat jauh Sultan Banten.

Benteng-benteng tersebut menjadi pusat perlawanan Sultan terhadap Belanda. Untuk membantu perekonomian Kesultanan Banten, yang semakin rugi karena sistem monopoli dagang VOC.

Nama Tangerang menjadi resmi pada masa kolonial Jepang. Dimana pada tahun 1943-1944, berdasarkan keputusan Gunseikanbu, Pemerintah Jepang memindahkan Pusat Pemerintahan Jakarta Ken ke Tangerang.

Saat ini, Kota Tangerang menjadi pusat kegiatan ekonomi, industri, perdagangan, politik, hingga sosial budaya. Perkembangan dan pertumbuhan di segala bidang sangat pesat.

4 Jejak Peninggalan Kolonial

1. Stasiun Tangerang

Kereta api di Batavia, Jakarta, dikelola oleh tiga buah perusahaan, yaitu Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NISM), Batavia Ooster Spoorweg Maatschappij (BOS), dan Staatssporwegen (SS).

NISM mengoperasikan lintas tengah, Batavia-Buitenzorg. BOS menyelenggarakan lintas timur, Batavia-Bekasi-Karawang. Dan SS menggarap lintas barat, Batavia-Anyer.

Pada tanggal 5 Juli 1896, SS membangun jalur persimpangan dari Duri ke Tangerang melalui Staatblad No. 180. Jalur sepanjang 19 km itu diresmikan pada tanggal 2 Januari 1899.

Stasiun Tangerang. (Sumber: www.heritage.kai.id)
Stasiun Tangerang. (Sumber: www.heritage.kai.id)

Stasiun Tangerang merupakan tempat pemberhentian akhir dari lintas Duri-Tangerang. Selain untuk mengangkut penumpang, kereta api Tangerang dipakai untuk membawa barang.

Barang-barang yang diangkut berupa hasil-hasil pertanian, kerajinan rumah tangga, dan industri kecil.

Hasil pertanian di Tangerang adalah padi, kacang tanah, ketela, nila, kelapa, dan berbagai jenis sayuran. 

Saat itu, Tangerang terkenal dengan kerajinan topi bambu. Orang-orang Cina dan Eropa menyebutnya topi Tangerang. Dan produksi topi tersebut diekspor ke luar negeri.

2. Bendung Pasar Baru

Awalnya, Bendung Pasar Baru bernama Bendungan Sangego. Lantas berubah menjadi Bendung Pasar Baru.

Pembangunan bendung dimulai tahun 1927. Dan diresmikan tahun 1930, di masa penjajahan Belanda. Bendung ini juga terkenal dengan nama Bendung Pintu Air Sepuluh.

Bendung Pasar Baru Pintu Air 10. (Sumber: Halaman Facebook About Tangerang)
Bendung Pasar Baru Pintu Air 10. (Sumber: Halaman Facebook About Tangerang)

Terdapat 10 pintu air, yang konstruksinya terbuat dari beton bertulang. Di sisi utara dan selatan bangunan, ada rel lori untuk mendistribusikan air sungai. Sebagai pengganti jika ada pintu air yang rusak.

Bendung Pasar Baru dibangun untuk mengairi areal persawahaan seluas 40.663 Hektar, yang berada di Kota Tangerang, Tangerang Selatan, dan Kabupaten Tangerang.

3. Masjid Jami Kali Pasir

Masjid Jami Kali Pasir merupakan masjid tertua di Kota Tangerang. Didirikan tahun 1700 oleh Tumenggung Pamit Wijaya. 

Posisi masjid ada di tengah pemukiman warga Tionghoa kelurahan Sukasari. Dan bangunannya bercorak Tionghoa. Mirip dengan pagoda Tiongkok.

Masjid peninggalan Kerajaan Pajajaran ini mencerminkan kerukunan umat beragama di masanya. Tempat akulturasi budaya dan saksi perjuangan anak bangsa melawan penjajah.

Masjid Jami Kali Pasir. (Sumber: Wikipedia)
Masjid Jami Kali Pasir. (Sumber: Wikipedia)

4. Kelenteng Boen Tek Bio

Keberadaan orang Tionghoa pertama kali, di Tangerang, sekitar tahun 1407. Mereka bermukim di muara sungai Cisadane, Teluk Naga.

Orang-orang Tionghoa tersebut menuju Kota Jayakarta. Namun, karena terjadi kerusakan perahu dan perbekalan habis, maka mereka terdampar di Kota Tangerang. 

Kelenteng Boen Tek Bio. (Sumber: www.kebudayaan.kemdikbud.go.id)
Kelenteng Boen Tek Bio. (Sumber: www.kebudayaan.kemdikbud.go.id)

Klenteng Boen Tek Bio berdiri sekitar tahun 1684. Ini merupakan kelenteng tertua di Kota Tangerang.

Bangunan pertama yang dibangun adalah bagian tengah kelenteng. Lalu direnovasi tahun 1844. 

Sisi kiri dan kanan dibuat tahun 1875. Dan bangunan di bagian belakang dibangun tahun 1904.

Hal menarik di klenteng ini adalah semua aksesori berasal dari Cina. Lonceng besar di bagian depan dibuat oleh perusahaan pengecoran Ban Coan Lou di Cina pada tahun 1835. Dan Singa Batu, Cioh Sai, dibuat tahun 1827.

***

Masa penjajahan tentunya masa-masa tersulit Indonesia. Namun, itulah pengalaman berharga yang membuat Indonesia menjadi bangsa yang kuat.

Di tahun 2022 mungkin kita tak lagi mampu membayangkan kesulitan-kesulitan di jaman itu. Tetapi, tetaplah waspada. Di setiap fase perjalanan Indonesia, selalu ada penjajahan terselubung.

Mungkin kita terbebas dari bentuk penjajahan fisik. Lantas, apakah kita sudah merdeka dari penjahan lainnya?

Contohnya, apakah kita sudah mampu menyuplai gandum sendiri, apakah kita mempunyai teknologi sendiri, apakah kita kita bisa menjual sesuatu yang negara lain tidak dapat tolak bahkan mereka tergantung pada inovasi kita.

Untuk menjadi negara adidaya memang butuh perjalanan panjang. Bukan puluhan tahun, perlu ratusan tahun.

Selamat HUT 77 RI. Semoga kita semua pulih lebih cepat, dan bangkit lebih kuat.

Jayalah terus, Indonesia! (*)

Referensi: (1), (2), (3), (4), (5), (6), (7), (8)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun