Membuat buku elektronik mudah. Saya hanya perlu sebuah laptop dan aplikasi pembuatan dokumen. Biasanya saya memilih aplikasi presentasi.
Buku elektronik tidak perlu ISBN. Sifatnya lebih personal dan penulis lebih leluasa menuangkan ide. Sayangnya, buku elektronik mudah dibajak atau disebarluaskan.
Selain itu, buku elektronik juga mudah hilang. Saya kehilangan 25 buah buku elektronik soal-soal berbahasa Inggris, 5 buku cerita buku dan 4 buku soal berbahasa Indonesia. Hal itu terjadi karena laptop rusak dan mati total.
Sekitar 6 tahun yang lalu, saya coba memasarkan buku elektronik. Sayangnya, jenis buku ini belum terkenal di Indonesia. Ketika saya menawarkan pada teman-teman, mereka tidak mengerti bagaimana cara memakainya.
Seorang teman bahkan menuduh saya melakukan penipuan. Sekalipun sudah menerima file pdf buku elektonik, dia tidak mau membayarnya.
“Lho, kok hanya seperti ini,” ujar Keisya (bukan nama sebenarnya). “Saya pikir dengan 20 ribu akan menerima buku. Ini sih penipuan namanya!”
Saya kesal dengan kelakuannya Keisya. Di TPT, saya membeli buku elektronik kisaran $4 - $6 hanya untuk beberapa soal. Sedangkan saya membuat buku elektronik soal yang cukup lengkap untuk 20 ribu.
Alasan penolakan lainnya, mereka tidak terbiasa mengajar anak. Bahkan mereka menyarankan agar saya menjual pada pihak sekolah. Jadi guru-guru yang mengajari anak mereka.
Pelanggan awal saya hanya 1 orang, Lisa. Dia dan suaminya mengerti cara menggunakan buku elektronik.