Many retirees drastically downgrade their lifestyles due to inadequate savings. (Banyak pensiunan secara drastis menurunkan gaya hidup mereka karena tabungan yang tidak memadai). - Matthew Frankel
Ketika membaca artikel tentang pensiun, mata saya terpaku pada kalimat di atas. Dalam hati saya membatin, "Bagaimana jika hal itu terjadi pada saya?"
Harus menurunkan gaya hidup bukan hal yang mudah. Hal ini akan berdampak pada kesehatan mental dan kesehatan jasmani.
Saat muda saja, kesulitan keuangan dapat berakibat macam-macam. Bagaimana jika hal ini terjadi saat tua dan sudah tidak lagi mampu mencari nafkah?
Perkara pensiun ini, memang masih misteri untuk saya. Apalagi pendapatan saya sehari-hari kurang tetap. Jangankan menabung atau berinvestasi, tidak punya hutang saja sudah amat bersyukur.
Sedangkan artikel-artikel mencatat angka ideal tabungan pensiun adalah $401,000. Wow, entah bagaimana caranya mengumpulkannya. Saya jadi terpikir Topik Pilihan Kompasiana, "Jangan Tua Sebelum Kaya".
***
Pensiun dan strategi keuangan tidak dapat dipisahkan. Ketika berbicara tentang perencanaan pensiun, otomatis juga perlu membahas pemilihan strategi keuangan yang tepat.
Cara yang umum digunakan untuk mempersiapkan dana pensiun adalah investasi di pasar saham. Dan lazimnya, langkah awal adalah menyisihkan 15% dari pendapatan untuk dana pensiun.
Permasalahannya, investasi dan menabung adalah dua hal yang jauh berbeda. Seseorang yang sedang merencanakan pensiun tidak akan mampu memenuhi perencanaan pensiun jika hanya mengalokasikan sejumlah kecil dana di tabungan. Dia harus berinvestasi dalam jumlah yang besar.
***
Misalkan $1 setara dengan Rp 15.000, maka $401,000 sama dengan Rp 6.015.000.000 (enam miliar lima belas juta rupiah). Ini benar-benar jangan tua sebelum kaya.Â
Pertanyaan saya, "Sejak usia berapa dana pensiun harus dikumpulkan?"
Remaja pasti belum terpikir tentang pensiun. Bahkan, saya pikir pemuda-pemudi juga belum akan memikirkan pensiun.
Pensiun pasti terpikir oleh orang-orang seusia saya, 40-an. Dimana orang itu mulai sadar jika badannya terasa berbeda. Yang dulunya dapat "berlari seperti kuda", sekarang mulai merasakan pegal-pegal dan butuh balsam.
Seberapa banyak orang seusia saya yang dapat mengumpulkan 6 milyar, untuk 20 hingga 30 tahun ke depan? Saya benar-benar belum terpikir caranya.
***
Optimasi keuangan, hanya itu yang dapat saya lakukan. Daripada beban stres bertambah berat, saya pikir akan lebih bijak melakukan apa yang bisa dikontrol saat ini.
Menambah Relasi
Saya selalu mengajarkan pada putri kecil, dalam Manajemen Keuangan urutan pertama dan paling penting adalah memperoleh uang. Tanpa ada uang yang masuk, manajemen keuangan itu hanya omong kosong.
Sayangnya, meningkatkan jumlah perolehan uang tidak dapat saya kontrol. Bertambah atau berkurangnya pelanggan di suatu rentang waktu selalu berubah.
Namun, satu hal yang bisa saya kontrol adalah terus menambah jumlah relasi dan kenalan baru. Sebab tidak dapat dipungkiri jika relasi dan kenalan baru dapat menjadi aset di masa depan.
Ingin atau Butuh?
Pertanyaan ini yang selalu saya tanya pada diri sendiri. Jika butuh, seberapa mendesak kebutuhan ini? Berapa sering saya akan menggunakan barang ini kelak?
Sehingga, saya mempunyai 3 kategori saat akan membeli barang.
- Butuh dan Mendesak
- Butuh dan Dapat Ditunda
- Ingin
Dengan mengurangi, membatasi pembelian, dan berpikir kritis sebelum membeli barang, maka hati saya lebih damai saat mengeluarkan uang.
Merencanakan Pembelian
Untuk pembelian barang-barang, selain makanan, apalagi barang mewah, saya berusaha berhati-hati. Umumnya saya merencanakan pembelian 1 bulan sebelumnya.
Hal ini saya lakukan untuk mengurangi rasa kecewa setelah pembelian. Dimana rasa kecewa dapat ada karena mengetahui opsi lain yang harganya lebih murah, atau menemukan barang yang lebih tepat.
Salah satu cara belanja yang baik adalah meneliti semua kemungkinan terbaik. Dan hal itu dapat dilakukan lewat observasi layanan online shop. Dimana untuk barang yang sama, bukan hanya mendapatkan harga yang lebih rendah, namun juga memperoleh diskon atau tambahan keuntungan (misal, cashback, reward, dll).
Membeli Barang yang Lebih Mahal Dapat Menghemat Uang, Apa Benar?
Di satu sisi, pernyataan itu ada benarnya. Misalnya saja bra seharga Rp 350.000 terbukti kualitasnya tetap bagus setelah 6 tahun. Dibandingkan bra yang harganya Rp 50.000.
Tetapi beda halnya saat membeli barang untuk putri kecil, apalagi barang-barang yang dia pakai sehari-hari. Penyerut mahal ataupun penyerut pensil murah, waktu pakainya sama saja. Dan saya paling anti membeli mainan mahal, karena ujungnya pasti anak bosan memainkannya.
Satu lagi yang saya temukan, makanan sehat jauh lebih mahal dari junk food. Dan sekarang saya belajar untuk mengalokasikan uang untuk makanan dan minuman yang membuat keluarga kami sehat.
Investasi Keahlian Baru
Mempelajari keahlian baru butuh pengorbanan waktu dan tenaga. Tetapi, saya yakin ini salah satu cara untuk meningkatkan pendapatan di masa depan.
Keahlian baru dapat meningkatkan daya saing usaha kami. Yang akibatnya akan lebih menyehatkan dan menstabilkan keuangan kami. Bisa juga menjadi usaha sampingan, atau alternatif mendapatkan uang tambahan.
(*)
Bahan Bacaan Lain:
5 Best Financial Lessons My Friends Taught Me
Retirement Planning: How to Map Out Your Financial Success
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H