Mohon tunggu...
Lilia Gandjar
Lilia Gandjar Mohon Tunggu... Tutor - Penikmat aksara dan pencinta kata-kata.

Penyuka dunia tulis menulis.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pengalaman Mendampingi Anak Belajar di Rumah

7 Maret 2022   06:00 Diperbarui: 7 Maret 2022   06:24 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kertas-kertas bekas pembungkus sebagai media belajar, untuk implementasi topik 3R: Reuse, Reduce, Recycle. | Dokpri.

Saudara-saudaraku, janganlah banyak orang di antara kamu mau menjadi guru; sebab kita tahu, bahwa sebagai guru kita akan dihakimi menurut ukuran yang lebih berat. (Yakobus 3 : 1)

Seseorang yang kurang paham maksud tulisan Yakobus berkata, "Tuh Bu, ngga usah ngajarin anak. Biar aja mereka belajar di Sekolah atau Sekolah Minggu," lalu dia melanjutkan, "Nanti hukuman kita jadi berat, Bu."

Orang tua adalah guru pertama dan paling utama. Dikatakan guru pertama, sebab umumnya ketika anak lahir, orang tua yang mengajarkan segala hal. Dikatakan guru yang paling utama, sebab lazimnya orang tua menghabiskan sebagian besar waktunya dengan anak. 

Mau atau tidak mau, tugas sepasang suami isteri bertambah saat anak mereka lahir. Dan fungsi mulia ini tidak dapat ditawar, ditentang, bahkan disepelekan. Sebab anak adalah titipan Tuhan, yang perlu tumbuh dalam didikan, ajaran, arahan, dan perbaikan.

Apa benar orang tua tidak perlu mengajar anak?

Jika orang tua tidak perlu mengajar anak, untuk apa Tuhan menciptakan fase pertumbuhan. Mengapa tidak langsung menciptakan manusia seperti Adam? Individu yang siap belajar mandiri.

Ketika Tuhan berfirman jika Hawa akan mengandung lalu melahirkan, Dia tahu jika manusia butuh proses. Bukan hanya satu pihak yang perlu menyadari proses belajar ini, namun kedua sisi (orang tua dan anak).

Belajar bukan hanya kegiatan intelektual. Belajar justru upaya menggali 'harta' yang Tuhan simpan dalam setiap hati manusia.

Jika demikian, apakah hanya anak yang perlu belajar? Sebab dulu orang tua sudah melalui tahap belajar, lantas sekarang saatnya pensiun dari belajar.

Untuk saya, mengajar anak berarti menjalankan Perintah Tuhan. Jika mengajar anak bukan hal yang penting untuk ibu-ibu lainnya, itu kembali lagi pada prioritas hidup masing-masing individu.

Ilmu itu minuman ajaib: semakin dibagikan, semakin penuh gelas kita.

Bagaimana proses belajar di rumah?

Tiga jurus dasar yang berguna sepanjang hayat adalah baca, tulis, dan hitung. Maka, tiga keahlian itulah yang putri kecil tekuni setiap hari.

Hasil pencapaian putri kecil boleh dikatakan cukup baik, walaupun dengan kondisi 'seadanya'. Saya bangga dengan prestasinya.

Kertas-kertas bekas pembungkus sebagai media belajar, untuk implementasi topik 3R: Reuse, Reduce, Recycle. | Dokpri.
Kertas-kertas bekas pembungkus sebagai media belajar, untuk implementasi topik 3R: Reuse, Reduce, Recycle. | Dokpri.

Belajar matematika sambil menggambar dan menulis. | Dokpri.
Belajar matematika sambil menggambar dan menulis. | Dokpri.

Belajar bahasa Inggris sebagai aplikasi topik Globalisasi. | Dokpri.
Belajar bahasa Inggris sebagai aplikasi topik Globalisasi. | Dokpri.

Keterbatasan bukan alasan untuk menjadi malas, atau dalih untuk tidak belajar.

Segenggam Mutiara Buah Pengajaran

Ketika belajar di bangku sekolah, saya bukan murid yang pandai. Boleh dikatakan jika agak 'lelet' menangkap.

Saya memiliki latar belakang broken home. Dengan terbatasnya peran kedua orang tua dalam masa pertumbuhan dan remaja, saya tumbuh dengan berbagai macam masalah.

Seharusnya, saya masuk ke dalam kelompok "Anak Berkebutuhan Khusus". Sayangnya, tidak ada yang pernah menyadari hal ini. (Mungkin, nanti akan saya ceritakan dalam artikel yang terpisah.)

Saat saya mengajar putri kecil, boleh dibilang, itulah ajang saya belajar kembali. Dan saya bersyukur dengan kesempatan ini. Ada banyak pelajaran hidup justru datang saat saya mengajar putri kecil.

Mulai dari belajar mengatasi masalah komunikasi, nutrisi agar kami berdua tetap sehat, manajemen waktu, leadership, parenting, public speaking, bagaimana membuat presentasi yang menarik, self-care, dan lainnya.

Mendampingi anak belajar di rumah bukan hal yang mudah. Pasti sudah saya tinggalkan jika ini bukan hal yang maha penting. Sebab sebagai manusia, saya punya hak menjalani hidup yang bebas.

Sebagai guru kita akan dihakimi menurut ukuran yang lebih berat. Itu saya alami, dan tersimpan jelas dalam hati. Sekalipun hanya mengajar hal yang sepele, tuntutan pada seorang pengajar lebih berat.

Apalagi saat mengajarkan tentang 'takut pada Tuhan', moral, dan etiket, beban saya sebagai orang tua lebih berat. Anak tidak akan mengerti jika saya hanya bicara saja atau hanya membaca Kitab Suci. 

Orang tua dituntut menjadi teladan dalam segala hal. Sedangkan anak-anak, mereka seperti mesin photo copy. Apa yang kita ucapkan mereka rekam, apa yang kita ajarkan mereka ingat, bahkan apa yang kita lakukan mereka tiru.

Pohon yang baik, menghasilkan buah yang baik.

***

Pada akhirnya, waktu mendampingi anak belajar menjadi tempat saya menimba ilmu. Proses kami berdua belajar mengalir dengan alami.

Saya tidak tahu masa depan putri kecil akan seperti apa. Tapi satu hal, dia punya investasi ilmu sebagai pegangan hidup. (*)

You don’t have to be great to start. But you have to start to be great.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun