Mohon tunggu...
Lilia Gandjar
Lilia Gandjar Mohon Tunggu... Tutor - Penikmat aksara dan pencinta kata-kata.

Penyuka dunia tulis menulis.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Perlukah Kabinet Indonesia Maju Dirombak?

22 Juli 2020   15:55 Diperbarui: 22 Juli 2020   15:55 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pesan Tersirat dari Teguran Presiden dalam Sidang Kabinet Paripurna Tertutup

Program sudah ada, dana sudah tersedia, tetapi tidak bergulir optimal ke masyarakat. Hal inilah yang membuat Presiden Joko Widodo menegur menteri-menterinya dalam sidang kabinet paripurna tertutup. Bahkan mengancam akan mengadakan reshuffle.

Menurut Yunarto Wijaya, Direktur Eksekutif Charta Politika, Presiden memiliki dasar kuat untuk membongkat kabinet. Apalagi merujuk pada sentimen masyarakat, yang berpendapat bahwa kinerja menteri dan pimpinan lembaga lambat mengatasi Covid-19.

Pendapat masyarakat tersebut, kemudian ditampung dalam Jajak Pendapat Litbang Kompas (7 - 11 Juli 2020). Yang hasilnya menginformasikan 87,8% responden tidak puas terhadap kinerja menteri dalam menangani Covid-19.

Sebanyak 69,6% responden mengatakan bahwa perombakan kabinet mendesak. Dan 61,4% responden berpendapat bahwa pergantian menteri akan efektif untuk memperbaiki penanganan Covid-19.

Teguran Presiden tidak hanya ditujukan pada para menteri, tetapi lembaga dan aparatur birokrasi. Sebab, selama 5 bulan terakhir, tidak ada kemajuan dalam penanganan Covid-19. Bahkan sejumlah program pemerintah dinilai bermasalah.

"Semakin ramping organisasi, juga semakin bisa dikendalikan biayanya. Kapal yang lebih kecil memungkinkan semakin lincah dan cepat bergeraknya." - Presiden Joko Widodo

Untuk meresponi teguran tersebut, ada 18 lembaga negara yang akan dibubarkan. Dimana pembubaran tersebut akan mengefisiensi anggaran sebesar Rp 25,347 triliun.

Pembubaran tersebut, ada yang hanya melalui Menteri Dalam Negeri, atau ada yang perlu dirapatkan dengan DPR. Namun perlu pemikiran matang.

Sementara itu, Menteri Seketaris Negara, Pratikno mengatakan kepada Kompas (6/7/2020) bahwa Kabinet Indonesia Maju telah melaksanakan teguran keras Presiden. Pernyataan ini dibuat untuk menenangkan rakyat.

Pratikno mengatakan bahwa indikator kemajuan dilihat dari meningkatnya serapan anggaran. Sedangkan perbaikan kinerja para menteri dan pimpinan lembaga dinilai dari program-program yang mulai berjalan.

"Go to the ant,  consider her ways, and be wise. Without having any chief, officer, or ruler, she prepares her bread in summer and gathers her food in harvest." - Salomon, ESV

Teguran Presiden tersebut adalah suatu pesan kepada rakyat bahwa Presiden dan para menterinya terus bekerja keras mengelola negara. Sekalipun keadaan belum 100% membaik, namun para pemimpin ini memikirkan nasib 267 juta rakyat Indonesia.

Hal Paling Mendesak Saat Menghadapi Pandemi Covid-19

Belum adanya kemajuan perekonomian, memang hal yang menjengkelkan. Sebab masyarakat butuh kehidupan yang sejahtera. Hidup yang morat-marit justru gerbang awal adanya berbagai macam penyakit.

Dari sisi profesionalisme, sebagai pemimpin yang berkaliber menteri, seharusnya tidak perlu dimarahi baru program jalan. Apalagi beralasan krisis, sebab Covid-19 sudah sejak Februari 2019 bergema di China.

Satu hal yang harus digarisbawahi dari globalisasi adalah apapun itu -baik wabah, tren, budaya, dan lainnya- dapat menyebar dengan cepat. Sehingga perlu waspada dan berjaga-jaga tiap waktu.

Yang penting saat menghadapi Covid-19 adalah menyayangi diri dan merawat diri. Mulai dari rakyat hingga pemimpin, saling mendukung dan saling memberikan energi positif. Sehingga keadaan membaik karena semua pihak memberikan andilnya.

Reshuffle akan mengundang pro dan kontra kembali. Bagaimana dengan orang yang tersingkir? Bukankah ide ini malah menimbulkan sakit hati dan menyebarnya energi-energi negatif?

Wisnu Nugroho, Pimpinan Redaksi Kompas, mengatakan bahwa dia sangat kecewa dengan kenyataaan tanpa bekerja keras, Indonesia mampu mengalahkan jumlah kasus Covid-19 di Cina.

Padahal, jumlah pengujian di Indonesia jauh tertinggal dari Cina. Dengan kata lain, masih banyak kasus Covid-19 di Indonesia belum terdeteksi ataupun tercatat. Dan positivity rate kasus Covid-19 masih di atas 11%. 

Mau atau tidak mau, semua orang harus menerima dan hidup berdampingan dengan Covid-19. Yang paling penting adalah:

  1. tiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk meningkatkan kesejahteraannya,
  2. orang-orang mengerti cara mempertahankan kesehatan, dan 
  3. menjaga energi kehidupannya.

Daripada harus reshuffle, lebih baik jalankan program yang sudah direncanakan. Bersama-sama bekerja keras untuk Indonesia. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun