Ragam Dilema Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ)
Pembelajaran Jarak Jauh menimbulkan pro dan kontra. Sebagian orang tua dan praktisi pendidikan menentang metode ini. Namun untuk sebagian orang tua, Pembelajaran Jarak Jauh adalah tantangan.
Artinya, ada pihak yang siap menghadapi perubahan, dan ada pula pihak yang belum siap menghadapi perubahan. Tidak ada pihak yang benar atau salah. Respon kedua pihak itu adalah cerminan dari keadaan aktual mereka.
Pembelajaran Jarak Jauh memang hal yang sulit-sulit gampang. Dari sisi penyedia jasa pendidikan, dikatakan sulit karena standar pendidikan di Indonesia tidak merata. Ada juga kesenjangan mutu pendidikan dan fasilitas sekolah.
Dari sisi pengguna jasa pendidikan, dikatakan sulit karena ada kendala alat dan kuota. Belum lagi masalah gagap teknologi. Atau belum terbiasa menemani anak belajar.
Dikatakan gampang, sebab menggunakan teknologi. Dimana internet menyediakan sumber-sumber belajar yang tidak terkira jumlahnya. Dengan ragam penyajian dan inovasi yang luar biasa kreatif.
Setelah mengangkat masalah pendidikan di daerah 3T, berikut ini adalah perbincangan dengan pihak orang tua murid yang siap dengan perubahan. Sekalipun mereka siap, tetap ada catatan khusus untuk Pendidikan Jarak Jauh.
"Belajar online sama aja dengan sekolah biasa, tapi di rumah." Ujar Yenty, orang tua siswa, lalu dia menambahkan, "Tugasnya banyak banget."
Sehari-hari Yenty membuka usaha kantin online, yang dilakukannya dari rumah. Sehingga untuk ibu muda dengan 2 anak ini, anak-anak belajar dari rumah bukan masalah besar. Dia dapat menjalankan usaha sambil menemani anak-anaknya belajar.
Untuk ibu- ibu yang terbiasa dengan teknologi, belajar online bukan masalah besar. Apalagi untuk para ibu yang menjalankan usaha online.
Yang menjadi keinginan para ibu, yang anak-anaknya sekolah di sekolah swasta, adalah menghemat biaya sekolah. Sebab biaya bulanan di sekolah swasta cukup besar.
Untuk jenjang Sekolah Dasar, sebagian tugas guru kini diambil alih oleh orang tua. Hal inilah yang menjadi pertimbangan para ibu tersebut.
"Teman-teman saya ada yang mau berhentiin sekolah anaknya. Abis sama aja katanya, belajarnya dari rumah." Kata Yenty menceritakan tentang niat teman-temannya.
Lalu dia melanjutkan kembali, "Tapi Kepala Sekolah buat peraturan baru. Kalau berhenti sekarang, nanti kalau sudah aktif sekolah seperti biasa, harus mengulang kelas lagi."
Orang Tua sebagai Guru Pertama dan Terbaik
Pandemi atau musibah datangnya tidak disangka-sangka. Pembelajaran Jarak Jauh dilakukan untuk meresponi musibah global ini. Sehingga, masih diberi kesempatan belajar dengan metode baru perlu disyukuri.
Untuk murid SMP hingga SMA, masa-masa ini seperti istirahat yang menyenangkan. Setelah mereka melakukan marathon belajar dari SD hingga jenjang saat ini. Bahkan mungkin ada yang sudah melakukan lomba atletik belajar sejak bawah lima tahun (balita).
Untuk praktisi pendidikan, PJJ suatu tantangan besar. Sekaligus ajang unjuk kemampuan sebagai pendidik yang juga menyukai belajar. Atau saatnya memperlengkapi diri agar melek teknologi.
PJJ, mau atau tidak mau, melibatkan orang tua. Sehingga peran orang tua bukan hanya sebagai 'tukang bayar' uang sekolah. Namun ada tuntutan untuk andil dalam pendidikan.
Jika musibah dihadapi dengan reaktif, akan ada hal-hal positif yang terlewati atau justru tidak didapat. Sikap terbaik menghadapi musibah justru responsif. Terima apa adanya, amati, dan ikuti alurnya sambil dinikmati.
Sejak anak-anak kecil pun, orang tua sudah menjadi guru pertama mereka. Kecuali, untuk orang tua yang benar-benar fokus dengan karir dan kehilangan kesempatan bersama anak di 1000 hari pertamanya. Sehingga, saat ada lagi kesempatan untuk menggulang waktu, saat ini penting dinikmati bersama dan menjadi orang tua yang lebih baik.
Suatu perubahan, dapat berlangsung sesaat atau bahkan selamanya. Jadikan momen ini sebagai materi belajar untuk anak. Selain orang tua belajar beradaptasi, sekaligus mengajarkan anak untuk mengadaptasi situasi.
Orang tua dan anak sama-sama belajar dan melakukan apa yang dapat dikerjakan semaksimal mungkin. Ada banyak hal dalam hidup yang tidak ada dalam kurikulum resmi.
Ada banyak hal dalam diri orang tua yang juga perlu digali. Anak juga perlu mengenal pribadi orang tua seutuhnya. Sehingga, jika orang tua meninggal mendadak, anak mendapatkan 'warisan' dan kenangan berharga.
Misalnya, anak diperkenalkan dengan profesi orang tua. Atau anak dilibatkan dalam hobi orang tua. Bisa juga, anak diajak membantu pekerjaan rumah. Bersama-sama membedah isi Kitab Suci.
Mengembangkan karakter adalah topik yang penting. Bukan hanya untuk anak, orang tua pun perlu memperbaiki karakternya. Sebab karakter yang ditunjukkan orang tua, akan mempengaruhi anak.
Besi menajamkan besi, manusia menajamkan sesamanya. Sehingga, pengembangan karakter harus dilakukan bersama-sama. Antara orang tua dan anak saling mengasah dan menajamkan.
Ada banyak hal yang dapat digali dalam PJJ. Bukan hanya mengisi 'kotak makan' anak, 'kotak makan' orang tua pun harus berisi. Dengan demikian, orang tua dapat membagi pengetahuannya kepada anak.
Sementara itu, persilahkan guru dan sekolah mengambil bagian peranan lainnya. Sehingga semua pihak saling berkolaborasi membentuk generasi yang siap di era digitalisasi.
Usaha Kemendikbud Menunjang PJJ
Pembelajaran Jarak Jauh adalah hal yang baru di Indonesia. Jadi, 'kikuk' menghadapi perubahan ini memang hal yang wajar. Namun, sebagai haluan pendidikan, usaha Kemendikbud mengawal PJJ patut diacungi jempol.
Ada satu sub baru di dalam website Kemendikbud, yang judulnya Guru Berbagi. Ada sejumlah seminar-seminar gratis yang ditujukan kepada Praktisi Pendidikan, Orang Tua, dan Murid. Yang mana, topik-topiknya menunjang PJJ.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H