Bersama artikel ini, saya meluaskan hormat pada guru-guru ini. Sungguh salut untuk dedikasi mereka.
"Metode pembelajaran alternatif yang diterapkan di Kabupaten Sikka menggunakan siaran radio dan guru mendatangi siswa yang dikumpulkan dalam kelompok kecil 10 - 12 orang." - Mayella Da Cunha, Kadin Pendidikan Kabupaten Sikka
Sementara teknologi internet booming, begitu banyak teknologi lain jadi tersisih. Contohnya saja radio.
Transmiter radio amatir, sangat mudah dibuat. Bahkan menurut kawan-kawan SMK Elektro atau Listrik, ini keahlian 'kacangan' alias mudah. Siswa SMK Elektro atau Listrik pasti mahir membuat transmiter radio amatir.
Hanya saja, di wilayah kota, membuat transmiter radio amatir tidak disarankan. Sebab frekuensi gelombang AM dan FM sudah penuh. Ini hanya saran untuk belajar darurat di daerah. Dimana frekuensi gelombang radio belum penuh.
Radio amatir dapat jadi ajang belajar soft skill. Â Cuap-cuap di depan microphone dapat meningkatkan kemampuan public speaking. Juga dapat meningkatkan jiwa musik anak-anak.
"Yang masih menjadi tantangan terbesar adalah kita masih belum terbiasa belajar dalam situasi yang darurat, kurangnya kreativitas dan inovasi guru, dan kurangnya sarana pendukung seperti listrik atau alat bantu lain." - Mayella Da Cunha
Belajar dalam situasi darurat memang tidak akan mampu dilakukan jika belum pernah mengalami. Kemampuan datang dari pengalaman. Mau atau tidak mau, Covid-19 perlu disyukuri.
Walaupun tinggal di kota, saya pernah mengalami tidak ada listrik berhari-hari. Jadi, saya mengerti kesulitan-kesulitan mengajar tanpa listrik.
Saat tidak ada listrik, saya harus membatasi jam belajar anak. Beberapa hari kegiatan belajar pindah ke atap rumah, agar mendapat sinar matahari yang cukup. Malam hari jadi kegiatan camping di atap.
Namun, hal itu jadi mengasyikan karena menjadi selingan. Beda dengan daerah yang belum dialiri listrik, guru pasti harus banyak berinovasi. (*)