Sejak Covid-19 populer di Indonesia, internet jadi komoditi terlaris. Ketika kegiatan belajar, kerja, serta ibadah #DiRumahAja, mau atau tidak mau jembatannya adalah internet.
Menurut Simple English Wikipedia, internet adalah jaringan komunikasi komputer terbesar di dunia.
Di internet ada jutaan jaringan domestik, akademis, bisnis, dan pemerintahan. Masing-masing saling berbagi informasi yang beragam.
Dengan internet, seseorang dapat mengakses informasi, berkomunikasi dengan orang-orang di seluruh dunia, dan melakukan banyak hal. Termasuk memperbaiki perekonomiannya.
Kegiatan yang dapat dilakukan dengan internet adalah:
- Pesan singkat
- Penelitian
- Transfer data (files upload dan files download)
- Bekerja dari rumah dan bisnis online
- Bekerja sama dengan orang-orang di bagian dunia manapun untuk membuat satu karya (misal: musik, buku, dll)
- Mengakses dunia kerja internasional
- Pemetaan lokasi dan membagikan alamat
- Bank online, belanja online, dompet elektronik dan transaksi non tunai
- Pendidikan, mengajar, dan belajar
- Diskusi interaktif
- Permainan interaktif
- Sosial media, pertemanan, dan mencari pasangan hidup
- Hiburan
- Komunikasi
- Mencari lewat mesin pencarian
- Menyebarkan informasi lewat blog, surat kabar elektronik dan majalah elektronik
Internet mempermudah hidup. Menyederhanakan birokrasi. Bahkan mempercepat proses. Sehingga dapat dikatakan bahwa internet adalah revolusi di bidang teknologi informasi.
Jika digunakan dengan tepat, internet membawa dampak positif. Bahkan membuat penggunanya menjadi produktif.
Internet dapat diakses melalui penyedia jaringan telekomunikasi. Misalnya saja provider telpon selular, televisi berbayar, ataupun Telkom.
Internet Itu, Barang Mewah
"Belajar online itu dilema juga." Kata seorang dosen di kawasan Gading Serpong.
"Ada kendala apa?" Tanya saya keheranan. Gading Serpong ada di wilayah kota. Sehingga berita itu cukup membuat penasaran.
"Masalah cara belajar, tidak semua mahasiswa tahu trik belajar online." Dosen muda ini menjelaskan. Kemudian dia melanjutkan, "Belum lagi masalah gadget. Tidak semua mahasiswa punya gadget yang mendukung."
Saya hanya mengangguk dan komen kecil, "Ya, benar."
Smartphone yang saya gunakan, usianya baru 7 bulan. Itupun bukan baru, tapi pemberian orang. Jadi saya mengerti rasanya tidak ada gadget yang mendukung.
"Apalagi internet. Ini yang paling berat." Ujar dosen ini.
***
Beberapa kali saya mengikuti kursus online. Ada materi kursus yang hanya dalam bentuk slide. Siswa tidak perlu mengunduh materi pelajaran. Cukup mencatat atau screenshoot materi tersebut.
Namun, ada pula materi kursus berupa video dan pdf. Walaupun dapat mencatat, sayang jika tidak diunduh. Mengunduh materi sangat membantu. Apalagi jika sikon saat itu kurang nyaman untuk belajar.
Satu kursus online tentang Six Sigma, bahkan membutuhkan hampir 2 GB data. Materinya berupa video dan pdf. Bahkan ada beberapa soal online.
Saya jadi terpikir dengan pelajar atau mahasiswa. Pelajar dan mahasiswa, rata-rata mempelajari 6 hingga 10 mata pelajaran tiap semester. Bayangkan, berapa banyak kuota internet yang mereka butuhkan?
Saya tidak kaget jika pelajar dan mahasiswa membutuhkan 20 - 30 GB per bulan. Jika dirupiahkan, kurang lebih Rp 150.000,00 hingga Rp 200.000,00 per bulan per orang.
Jika satu keluarga memiliki 2 anak, artinya mereka akan mengeluarkan biaya yang cukup tinggi. Atau ada kebutuhan untuk berlangganan internet agar lebih murah. Itupun harganya kisaran Rp 200.000,00 hingga Rp 300.000,00 dengan kecepatan pengunduhan antara 6 - 10 Mbps.
Angka itu cukup besar dan fantastis. Sekaligus menyadarkan saya tentang celah pemborosan. Sebab internet itu bagaikan candu, dia terus menuntut kuota lebih banyak. Sehingga perlu membatasi diri dan mengekang diri.
Iseng-iseng saya cek Data Usage di smartphone. Temuan yang didapat, cukup mengagetkan.
- Chrome 21.01 MB
- Youtube 18.81 MB
- Gmail 6.10 MB
- WA 6.56 MB
- GoPay 18.79 MB
- DANA 15.24 MB
- OVO 231 KB
Arti dari data di atas, jika aktivitas online seseorang tinggi. Biaya internet otomatis juga akan tinggi. Padahal, sejauh ini, saya belum menemukan titik Return of Investment.
Saat PSBB aktif, saya baru benar-benar mencari cara agar mendapatkan uang dari internet. Ada 7 panel survei berbayar yang saya ikuti. Namun hanya 4 yang benar-benar memberikan bayaran. Bisnis online pun tidak mudah. Saya sudah mencoba dan sedang berusaha bertahan.
Dalam website Kominfo, mereka mengatakan bahwa industri digital di Indonesia belum berkembang. Bahkan Menkominfo, Rudiantara, saja baru akan memusatkan perhatiannya ke arah situ.
Sudah 1 bulan ini, saya coba menutup celah pemborosan. Hanya membeli data internet termurah untuk keadaan darurat. Selebihnya, menggunakan wi-fi gratis yang disediakan pengelola perumahan.
Tentang New Normal, Work From Home, Bisnis Online, Belajar Online, dan segala hal tentang digitalisasi, memang berguna. Hanya sayangnya, internet itu barang mewah. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H