Setelah momen itu, Inneke menghubungi saya. Dia meminta saya mengajar asisten rumah tangganya, Retno. Sebab Retno ingin mengikuti Kejar Paket B.
Permintaan itu cukup mengagetkan. Pertama, saya melihat kepedulian Wiwi dan Inneke sangat besar pada Retno. Padahal peran Retno di rumah mereka hanya sebagai asisten rumah tangga.
"Baguslah ada inisiatif belajar. Daripada di rumah enggak ngapa-ngapain. Ketika anak-anak ke sekolah dan kita berdua kerja, dia kan enggak ada kerjaan. Daripada jenuh di rumah." Inneke menjelaskan.
Kedua, Wiwi dan Inneke menghargai dan menerima Retno sebagai bagian keluarga. Jarang seorang asisten rumah tangga dihargai seperti Retno.
Keluarga yang baik, banyak. Mereka memperlakukan asisten rumah tangga dengan layak. Gaji yang layak dan makanan yang layak.
Tetapi Retno dihargai dan diterima sebagai keluarga. Bahkan keinginan untuk Kejar Paket pun dipenuhi.
Ketiga, biaya Kejar Paket tidak murah. Namun mereka mengambil alih 80% biaya. Sedangkan 20% tetap menjadi tanggungan Retno. Yang mereka potong dari gajinya. Maksudnya, agar Retno tetap semangat dan bertanggung jawab untuk pilihannya.
Itu baru tiga kelebihan yang saya temukan. Namun, itu saja cukup mengagumkan. Banyak asisten rumah tangga diperlakukan baik dan layak. Tetapi sedikit yang dijadikan bagian dari keluarga.
Pepatah mengatakan, jika ingin mengetahui keburukan seorang Jenderal, bertanyalah pada pembantunya.
Saat mengajar Retno, saya juga tertarik mengenal Wiwi dan Inneke lebih jauh. Maka, diantara jam belajar, sesekali saya selipkan pertanyaan-pertanyaan seputar majikannya. Penasaran dengan respon Retno.
Dari sekian pertanyaan, tidak satupun saya temukan nada sumbang. Selalu kesan positif yang saya dapat. Sehingga boleh dikatakan, Wiwi dan Inneke adalah figur pemimpin yang tulen.