Mohon tunggu...
Lilia Gandjar
Lilia Gandjar Mohon Tunggu... Tutor - Penikmat aksara dan pencinta kata-kata.

Penyuka dunia tulis menulis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

"Miss, Aku Mau Ganti Mama!"

24 Juni 2020   16:59 Diperbarui: 25 Juni 2020   17:15 992
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Miss, aku mau ganti Mama!" Seorang bocah berkata dengan lantang.

Dengan kaget saya menjawab, "Bagaimana bisa?"

"Kata Papa bisa." Bocah itu menukas dengan cepat.

"Papa kamu salah. Perceraian itu, harusnya tidak terjadi." Saya coba menerangkan pada bocah itu.

Keluarga mereka memang tampak kurang harmonis. Sang papa hanya ada di rumah hari Jumat hingga Minggu. Bahkan seringnya, sebelum hari Minggu sudah pergi lagi.

Kalaupun si papa ada, dia hanya duduk di depan rumah. Jarang satu keluarga mengadakan kegiatan bersama. Si bocah kadang mendominasi papanya.

Kakak perempuannya jarang ke luar rumah, sejak PSBB. Entah di dalam rumah mereka berinteraksi atau tidak.

Si bocah dan papanya senang berolah raga bersama. Kadang bermain bulu tangkis, bermain bola, dan lainnya.

***

"Miss, aku bakal punya Mama baru." Kata si bocah.

Saya binggung juga harus berbicara apa. Ada apa dengan keluarga mereka? Mengapa hal seperti ini harus jadi masalah anak?

"Itu bukan urusan kamu, bocah. Itu urusan orangtua. Sebaiknya kamu tidak ikut campur. Mungkin mereka sedang ada masalah." Jawab saya pada si bocah.

***

Urusan Orangtua dan Urusan Anak

For by the grace given to me I say to everyone among you not to think of himself more highly than he ought to think, but to think with sober judgment, each according to the measure of faith that God has assigned.

ESV, Roman 12 : 3

Setiap orang harus memikirkan hal-hal yang menjadi porsinya. Porsi orang tua dan porsi anak tentu berbeda.

Tidak salah anak dan orang tua akrab. Tetapi, orang tua tetap harus menyaring curhat ke anak sesuai umurnya. Curhat di luar kapasitas anak, sebaiknya dengan teman.

Sekalipun tidak mampu mempercayai teman, ada yang namanya diary. Juga ada Tuhan yang akan mendengarkan setiap keluhan hati.

Apa pengaruhnya jika anak memikirkan hal di luar kapasitasnya?

Anak tidak dapat hidup harmonis dengan orang lain. Dia akan menganggap dirinya selalu benar. Sombong dan sok tahu.

Imannya mudah goyah. Sebab banyak hal di dunia yang begitu rumit dan kompleks. Pikiran anak-anak belum sanggup menampungnya. Bahkan pada satu titik, dia akan kehilangan kepercayaan terhadap Tuhan.

Apa yang seharusnya anak-anak pikirkan?

Anak-anak harus berpikir sebagaimana anak-anak. Tentang kehidupan anak-anak. Kewajiban anak-anak. Semua hal yang berhubungan dengan umurnya.

Topik-topik apa yang anak tidak perlu tahu?

Urusan rumah tangga yang kompleks:

  • gaji mama lebih besar dari papa,
  • jabatan mama lebih tinggi dari papa,
  • mama atau papa enggak memuaskan di ranjang,
  • mama atau papa punya selingkuhan,
  • mama atau papa mau cerai,
  • dan sebagainya.

Urusan rumah tangga yang kompleks adalah masalah orang tua. Anak-anak belum waktunya berpikir tentang itu.

Anak bukan sekutu untuk mama atau papa. Di keluarga yang sehat, anak akan menyayangi kedua orangtuanya sama rata. Baik mama atau papa mengajarkan anak untuk mengasihi pasangannya.

Honor your father and your mother, that your days may be long in the land that the Lord your God is giving you.

ESV, Exodus 20 :12

Jika Ada Perceraian, Bagaimana dengan anak?

Jika perceraian terjadi ketika anak bayi, sebaiknya anak tidak perlu tahu pihak lainnya. Dia cukup tahu pihak yang memeliharanya.

Perceraian itu adalah dosa. Dosa itu akan menyebar terus jika tidak diputus. Salah satu cara memutus, cukup tahu satu pihak orangtua. Serta hidup dalam kekudusan.

Jika perceraian terjadi setelah anak-anak berumur 3 tahun dan lebih, libatkan psikolog anak untuk menjelaskan. Orang tua sebaiknya tidak berpisah sebelum anak menyelesaikan seluruh sesi terapi dan mampu menerima keadaan baru.

Libatkan anak dalam kegiatan rohani. Agar jiwanya tenang.

Kenalkan anak dengan hukum-hukum Tuhan tentang pernikahan. Jelaskan tentang pernikahan yang baik. Agar nanti, dia terpacu untuk membentuk keluarga yang sehat.

Jika anak membandingkan hukum-hukum tersebut dengan kenyataan, katakan 'Maaf, mama dan papa salah'.

Yang perlu diselamatkan dari perceraian adalah anak. Ketika topik cerai sudah mantap. Anak dan masa depannya yang perlu jadi perhatian.(*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun